Sukses

Mantan Bos IMF Dihukum Penjara 4 Tahun Terkait Kasus Korupsi di Spanyol

Pengadilan Spanyol mengatakan, mantan kepala Dana Moneter Internasional (IMF) Rodrigo Rato dinyatakan bersalah atas tiga pelanggaran terhadap Departemen Keuangan.

Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan di Madrid, Spanyol menjatuhkan hukuman lebih dari 4 tahun penjara terhadap mantan kepala Dana Moneter Internasional (IMF) Rodrigo Rato atas kasus penyalahgunaan pajak, pencucian uang, dan korupsi.

Mengutip Aljazeera, Senin (23/12/2024) Pengadilan Spanyol mengatakan Rato dinyatakan bersalah atas tiga pelanggaran terhadap Departemen Keuangan, satu pelanggaran pencucian uang, dan satu pelanggaran korupsi antar individu.

Rato, yang telah menghabiskan dua tahun di penjara atas kasus penggelapan terpisah selama masa jabatannya sebagai ketua pemberi pinjaman Spanyol Bankia, telah membantah melakukan kesalahan apa pun selama penyelidikan, yang telah berjalan selama sembilan tahun.

Setelah persidangan selama setahun, pengadilan memvonis Rato atas tiga tuduhan pelanggaran terhadap otoritas pajak Spanyol, serta korupsi yang melibatkan individu di luar sektor publik, dan pencucian uang.

Pengadilan menjatuhkan hukuman empat tahun, sembilan bulan, dan satu hari penjara. Hal ini karena keputusan tersebut dapat digugat melalui banding di Mahkamah Agung, Rato tidak perlu menjalani hukuman penjara untuk saat ini hingga ada putusan akhir, kata juru bicara pengadilan.

Pengadilan juga memerintahkan Rato untuk membayar denda lebih dari 2 juta euro atau Rp 33,7 miliar, serta 568.413 euro kepada otoritas pajak. Rato sendiri sempat dibebaskan dalam persidangan penipuan terpisah atas pencatatan Bankia pada tahun 2012.

Rato menjabat sebagai ketua IMF dari 2004 hingga 2007 dan Bankia antara 2010 dan 2012. Ia juga menghabiskan delapan tahun dengan menjabat sebagai menteri ekonomi dan wakil perdana menteri dalam pemerintahan Partai Rakyat (PP) Spanyol yang konservatif di bawah pimpinan Jose Maria Aznar antara tahun 1996 dan 2004.

 

 

2 dari 4 halaman

IMF: Pelemahan Yen Bawa Manfaat ke Ekonomi Jepang

Sebelumnya, Dana Moneter Internasional (IMF) menilai Yen yang lemah akan bermanfaat bagi ekonomi Jepang, karena dorongan ekspor melebihi peningkatan biaya impor.

Mengutip Channel News Asia, Senin (29/10/2024) kepala misi IMF di Jepang, Nada Choueiri juga mendesak Jepang untuk menaikkan suku bunga secara bertahap dan menyusun anggaran tambahan, ketika guncangan besar melanda ekonomi.

"Kami akan menyarankan Bank of Japan untuk tetap berhati-hati, seperti yang telah mereka lakukan sejauh ini, dan bersikap secara bertahap dalam laju kenaikan suku bunga, karena ada ketidakpastian yang tinggi atas prospek inflasi," ungkap Choueiri, dalam sebuah wawancara.

Yen telah melanjutkan penurunannya baru-baru ini terhadap Dolar Amerika Serikat karena ekspektasi bahwa perbedaan suku bunga AS-Jepang akan tetap lebar.

Namun, kondisi ini menimbulkan masalah bagi otoritas yang khawatir akan pukulan terhadap rumah tangga dari kenaikan biaya impor akibat yen yang lemah.

Tetapi Choueiri mengatakan bahwa manfaat dari peningkatan ekspor dari Yen yang lemah melebihi kenaikan biaya impor untuk Jepang, yang merupakan ekonomi yang "sangat berorientasi ke luar".

"Jadi, depresiasi Yen pada pertumbuhan bersih di Jepang," katanya.

Sebelumnya, pelemahan Yen memicu peringatan dari Menteri Keuangan Jepang Katsunobu Kato, yang mengatakan bahwa pergerakan Yen yang sepihak dan cepat baru-baru ini memerlukan peningkatan kewaspadaan.

"Penting untuk menyadari bahwa otoritas Jepang berkomitmen pada rezim nilai tukar yang fleksibel," jelasnya, ketika ditanya apakah pergerakan Yen yang cepat akan mendukung intervensi di pasar mata uang.

 

3 dari 4 halaman

IMF Ramal Inflasi Jepang Tembus 2 Persen

IMF memperkirakan inflasi Jepang akan mencapai 2 persen tahun ini secara berkelanjutan dengan pertumbuhan harga, yang semakin didorong oleh permintaan domestik, kata Choueiri, memenuhi prasyarat untuk kenaikan suku bunga lebih lanjut.

Namun, Bank of Japan harus berhati-hati dalam menaikkan suku bunga mengingat berbagai risiko, seperti potensi pukulan terhadap ekspor akibat fragmentasi perdagangan, kemungkinan melemahnya pertumbuhan konsumsi dan upah, serta dampak dari pergerakan Yen terhadap inflasi.

"Prioritas pertama adalah tetap bergantung pada data dan menganalisis semua data yang masuk, serta sangat bertahap dalam proses menaikkan suku bunga kebijakan," pungkasnya.

4 dari 4 halaman

Peringatan IMF: Ekonomi Global Lesu pada 2024

Sebelumnya, Dana Moneter Internasional (IMF) memperingatkan perekonomian global yang diguncang oleh konflik dan meningkatnya persaingan geopolitik, berada dalam bahaya terjebak dalam kondisi pertumbuhan lambat dan utang tinggi.

"Ini adalah masa-masa yang mencemaskan,'' kata Direktur Pelaksana IMF, Kristalina Georgieva kepada wartawan selama pertemuan musim gugur IMF dan Bank Dunia, dikutip dari US News, Jumat (25/10/2024).

IMF memperkirakan ekonomi global akan tumbuh hanya 3,2% tahun ini. Perdagangan global lesu pada saat konflik dan meningkatnya ketegangan geopolitik, termasuk hubungan yang dingin antara dua ekonomi terbesar dunia, Amerika Serikat dan Tiongkok menjadi salah satu pemicu kinerja ekonomi global yang stagnan.

"Perdagangan tidak lagi menjadi mesin pertumbuhan yang kuat,'' ungkap Georgiva.

 "Kita hidup dalam ekonomi global yang lebih terfragmentasi," ucapnya.

Pada saat yang sama, banyak negara berjuang dengan utang yang mereka tanggung saat menangani pandemi COVID-19. IMF memperkirakan utang pemerintah di seluruh dunia akan mencapai USD 100 triliun tahun ini.

Angka itu setara dengan 93% dari output ekonomi global, bagian yang diharapkan mendekati 100% pada tahun 2030.

"Ekonomi global dalam bahaya terjebak pada jalur pertumbuhan rendah dan utang tinggi,''lanjut Georgieva, seraya menambahkan "Itu berarti pendapatan lebih rendah dan lebih sedikit pekerjaan.''

Masih Ada Harapan

Namun, latar belakang ekonomi tidak sepenuhnya suram.

IMF mengatakan dunia telah membuat kemajuan besar untuk mengendalikan inflasi yang melonjak pada tahun 2021 dan 2022 saat ekonomi bangkit kembali dengan kekuatan yang tidak terduga dari penguncian pandemi. 

Badan itu menyoroti suku bunga yang lebih tinggi oleh Federal Reserve dan bank sentral lainnya dan pelonggaran penumpukan di pabrik, pelabuhan, dan tempat pengiriman barang yang telah menyebabkan kekurangan, keterlambatan, dan harga yang lebih tinggi.

 

 

Video Terkini