Liputan6.com, Jakarta Menjelang perayaan Natal, nilai tukar rupiah menunjukkan penguatan signifikan terhadap dolar AS. Pada perdagangan hari ini, rupiah ditutup menguat sebesar 6 poin ke level 16.190 dari penutupan sebelumnya di 16.196, meskipun sempat mencatat penguatan hingga 20 poin di awal sesi perdagangan.
Menurut Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, pergerakan rupiah pada perdagangan Kamis diprediksi akan fluktuatif, dengan rentang di kisaran 16.150 - 16.200.
Baca Juga
Faktor Penguatan Rupiah
Investor saat ini cenderung berhati-hati terhadap penguatan dolar AS yang dipicu oleh kecenderungan hawkish Federal Reserve (The Fed). Prospek suku bunga tinggi di AS membuat pasar global menahan diri menjelang minggu perdagangan pendek akibat libur Natal.
Advertisement
Dalam pernyataan terbarunya, The Fed mengindikasikan bahwa suku bunga akan tetap tinggi untuk periode yang lebih lama, meskipun ada pemangkasan pekan lalu.
"Pedagang saat ini hanya mengantisipasi dua penurunan suku bunga sebesar seperempat poin pada 2025, dibandingkan ekspektasi sebelumnya yang mencapai empat kali pemangkasan. Hal ini didukung oleh ekonomi AS yang tetap tangguh dan inflasi yang masih tinggi," ujar Ibrahim.
Optimisme Terhadap Stimulus Ekonomi China
Pasar juga menanti langkah stimulus tambahan dari China, yang direncanakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di 2025.
Laporan terbaru menunjukkan bahwa China akan meningkatkan pengeluaran fiskal, sebuah langkah yang membantu mengimbangi penurunan di pasar Asia lainnya.
"Stimulus yang lebih besar dari China diharapkan dapat mendongkrak kinerja pasar. Rilis data Indeks Manajer Pembelian (PMI) China dalam beberapa hari ke depan juga akan memberikan gambaran lebih jelas tentang arah ekonomi terbesar di Asia ini," tambah Ibrahim.
Â
Fundamental Ekonomi Indonesia Tetap Kuat
Meski nilai tukar rupiah berada di atas 16.000 per dolar AS, Pemerintah Indonesia memastikan bahwa fundamental ekonomi nasional tetap kuat. Kondisi ini dianggap lebih baik dibandingkan beberapa mata uang lain seperti won Korea Selatan, yen Jepang, hingga real Brasil.
Ibrahim mengungkapkan bahwa kekuatan ekonomi Indonesia terlihat dari beberapa indikator:
- Defisit anggaran Indonesia hanya sebesar -2,7%, jauh lebih baik dibanding Brasil yang mencapai -8,7%.
- Defisit transaksi berjalan Indonesia sebesar 0,7%, juga lebih rendah dari Brasil yang berada di 2,9%.
Menurut Ibrahim, pelemahan rupiah lebih disebabkan oleh faktor eksternal, seperti:
- Tensi geopolitik di Timur Tengah dan konflik Rusia-Ukraina.
- Perlambatan ekonomi di China.
- Kemenangan Donald Trump dalam pemilu AS yang menciptakan ketidakpastian global.
Â
Advertisement
Dampak Positif Pelemahan Rupiah
Ibrahim menegaskan bahwa pelemahan rupiah memiliki sisi positif bagi perekonomian Indonesia.
"Pelemahan nilai tukar dapat meningkatkan daya saing ekspor, terutama di sektor sumber daya alam (SDA) yang menjadi andalan Indonesia. Selain itu, neraca perdagangan terus mencatat surplus, bahkan melebar pada November 2024," jelasnya.
Penguatan ekonomi nasional di tengah tekanan global ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki ketahanan ekonomi yang solid, dengan potensi untuk memanfaatkan situasi demi mendukung pertumbuhan yang berkelanjutan.
Kesimpulan
Dengan penguatan yang tercatat pada 24 Desember 2024, rupiah menunjukkan daya tahan di tengah tantangan global. Diperkirakan, nilai tukar akan bergerak dalam rentang 16.150 - 16.200 pada perdagangan berikutnya.
Kombinasi fundamental ekonomi yang kuat dan strategi ekspor yang kompetitif menjadi faktor utama stabilitas Indonesia di tengah ketidakpastian global.