Liputan6.com, Jakarta Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, mengungkapkan bahwa kondisi ekonomi Indonesia pada 2025 mendatang akan menghadapi perfect storm atau badai yang sempurna.
"Ekspor dan investasi bakal terdampak perang dagang yang meluas, bukan cuma AS-China, tapi juga AS-Kanada, dan negara lain. Geopolitik juga sedang bergejolak," ungkap Bhima kepada Liputan6.com di Jakarta, dikutip Rabu (25/12/2024).
Baca Juga
Bhima lebih lanjut mengatakan, harga komoditas ekspor juga diperkirakan cukup rendah pada kuartal I 2025 mendatang.
Advertisement
"Jadi, ekspor dan investasi sulit diandalkan jadi motor ekonomi awal tahun 2025. Kuncinya di pasar dan produksi domestik, memanfaatkan besarnya kelas konsumen Indonesia," kata dia.
PPN 12% Jadi Faktor
Dia menambahkan, perfect storm juga diakibatkan oleh kebijakan fiskal yang agresif menyasar pada masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.
"Tercatat ada 10 kebijakan yang berpengaruh ke daya beli masyarakat tahun depan, mulai dari PPN 12%, Tapera, sampai rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Begitu konsumsi rumah tangga melemah, bahkan tumbuh di bawah angka 5%, ekonomi domestik tidak mampu lagi menjaga pertumbuhan ekonomi," paparnya.
"Akibatnya, proyeksi pertumbuhan ekonomi di Q1 2025 akan berkisar 4,7-4,95% yoy," imbuh Bhima.
Prediksi Ekonomi RI
Sebagai informasi, Bank Indonesia (BI) memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai 4,8–5,6% pada 2025 mendatang.
Sedangkan untuk 2024, ekonomi RI diprakirakan berada dalam kisaran 4,7–5,5%. BI juga mengakui, ekspor nonmigas diperkirakan melambat dipengaruhi ekonomi global yang belum kuat.
Bhima membeberkan, fiskal akan menjadi tantangan terberat pada perekonomian Indonesia di 2025 mendatang.
"Semua bergantung pada Pemerintah, apakah mau jaga daya beli, ekonomi tumbuh di atas 5% atau mengorbankan daya beli demi pelaksanaan program Pemerintah," jelasnya.
Advertisement
Krisis di Berbagai Negara
Diketahui bahwa sejumlah negara di dunia tengah dihadapi krisis politik dan perdagangan yang memicu kekhawatiran pada perekonomian menjelang tahun 2025. BI memperkirakan ekonomi global akan melambat menjadi 3,1% pada 2025 dari sebesar 3,2% pada 2024.
Beberapa waktu lalu, Pemerintah Prancis mengalami keruntuhan menyusul mosi tidak percaya yang bersejarah, yang dipicu oleh perselisihan anggaran yang memaksa Perdana Menteri Michel Barnier dan anggota kabinetnya mengundurkan diri, langkah pertama sejak 1962. Kemudian, pada pertengahan Desember 2024, Presiden Prancis Emmanuel Macron menunjuk pemimpin sentris Francois Bayrou sebagai perdana menteri baru dalam upaya mengakhiri krisis politik di negara itu.
Adapun ekonomi terbesar di Eropa, yakni Jerman, diproyeksi akan melihat pertumbuhan tahun 2025 hanya sebesar 0,3%, menurut Goldman Sachs. Bundesbank memproyeksikan pertumbuhan Jerman yang lebih lemah sebesar 0,2%, sementara Kiel Institute memperkirakan stagnasi total sebesar 0,0%, seperti dikutip dari Euro News, Rabu (25/12).
Tak hanya itu, sektor perdagangan juga dibayangi oleh rencana kebijakan perdagangan Amerika Serikat (AS) di bawah kepemimpinan Donald Trump, yang akan menaikkan tarif impor pada barang-barang hingga komoditas dari China, Kanada, dan Meksiko. Adapun konflik Israel-Palestina di Timur Tengah belum menunjukkan tanda akan mereda.