Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah merancang sejumlah kebijakan strategis guna memperkuat likuiditas perbankan, sekaligus mendukung program pembangunan 3 juta rumah yang menjadi visi Presiden Prabowo Subianto.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menegaskan bahwa OJK berkomitmen menjaga keseimbangan antara peningkatan akses pembiayaan properti dengan stabilitas sistem keuangan nasional.
Baca Juga
"Dengan kebijakan adaptif dan pengawasan ketat, OJK berupaya meningkatkan akses pembiayaan properti untuk mendukung program pemerintah 3 juta rumah, sembari menjaga stabilitas keuangan secara menyeluruh," ujar Dian, Minggu (29/12/2024).
Advertisement
Berikut kebijakan utama yang diambil OJK untuk mendukung program tersebut:
1. Pengaturan Kredit Beragun Rumah Tinggal
OJK telah mengatur bobot risiko kredit yang lebih granular melalui SEOJK No.24/SEOJK.03/2021. Semakin rendah rasio Loan to Value (LTV), maka bobot ATMR Kredit juga lebih kecil. Hal ini membantu perbankan lebih efisien dalam menyalurkan kredit properti.
2. Penilaian Kualitas Aset yang Lebih Praktis
Melalui POJK Kualitas Aset, bank dapat menilai kualitas aset produktif debitur dengan plafon hingga Rp5 miliar hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok atau bunga. Aturan ini mempermudah bank dalam menyalurkan kredit perumahan, khususnya bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
3. Pengecualian Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK)
OJK memberikan pengecualian BMPK untuk pembiayaan perumahan yang ditujukan kepada MBR. Kebijakan ini berlaku jika kredit dijamin oleh lembaga penjaminan milik BUMN atau BUMD, sebagaimana diatur dalam POJK No.32/POJK.03/2018 yang telah diperbarui menjadi POJK No.38/POJK.03/2019.
4. Kebijakan Kredit Tanah
Dengan dicabutnya larangan kredit untuk pengadaan tanah melalui POJK No.27 Tahun 2022, bank kini dapat memberikan pembiayaan untuk pengadaan dan pengolahan tanah, selama menerapkan manajemen risiko yang baik dan menghindari spekulasi.
Â
Peran Pasar Modal dalam Pembiayaan Perumahan
Selain kebijakan perbankan, OJK juga mendorong peran pasar modal melalui penerbitan Efek Beragun Aset Surat Partisipasi (EBA-SP).
Instrumen ini memungkinkan sekuritisasi KPR menjadi produk investasi yang dapat diperdagangkan di pasar sekunder. Hingga 29 November 2024, terdapat 9 EBA-SP dengan total nilai Rp2,21 triliun yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia.
Langkah-langkah ini diharapkan dapat memperkuat sektor perbankan dalam mendukung program pembangunan rumah, sekaligus memberikan manfaat bagi masyarakat luas.
Advertisement