Sukses

4 Potensi Penyelewengan Program Makan Bergizi Gratis

Celios memaparkan sejumlah potensi-potensi penyelewengan dalam pelaksanaan program makan bergizi gratis.

Liputan6.com, Jakarta - Peneliti dari Celios, Bakhrul Fikri, memetakan beberapa potensi besar yang dapat menyebabkan penyimpangan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang merupakan program andalan Presiden Prabowo Subianto.

Fikri menjelaskan, program MGB merupakan salah satu upaya Pemerintah untuk meningkatkan kualitas gizi masyarakat, terutama anak-anak dan keluarga miskin. Namun, meskipun tujuannya baik, program ini tidak terlepas dari potensi korupsi yang dapat mengganggu efektivitas dan keadilan distribusi bantuan.

"Kami juga memetakan apa saja potensi korupsi MBG ini, jadi potensinya yang paling pertama adalah korupsi ini akan terjadi dalam pengadaan dan distribusi bahan makanan," kata Fikri dalam diskusi publik, Senin (30/12/2024).

Berikut potensi-potensi penyelewengan dalam pelaksanaan program MBG Prabowo:

1. Korupsi dalam Pengadaan dan Distribusi Bahan Makanan

Menurut Bakhrul Fikri, potensi korupsi pertama yang sangat besar dalam program MBG terletak pada pengadaan dan distribusi bahan makanan.

Rantai birokrasi yang panjang, ditambah dengan keterlibatan banyak institusi Pemerintah dari pusat hingga daerah, membuka peluang bagi praktik korupsi.

Penyimpangan dapat terjadi dalam proses tender pengadaan bahan makanan, di mana pejabat atau pihak terkait berusaha memenangkan tender dengan harga yang lebih tinggi, atau bahkan melakukan penerimaan suap untuk mendapatkan keuntungan pribadi.

"Antar pejabat dan penyedia bahan makanan, terkait bagaimana memenangkan tender dengan harga yang lebih tinggi, penerimaan suap dan laiinnya, yang pada intinya potensi korupsi dalam program MBG nanti kemungkinan akan terjadi sangat besar dalam pengadaan dan distribusi makanan," ujarnya.

2. Pemalsuan Data Penerima Manfaat

Fikri juga menyoroti masalah pemalsuan data penerima manfaat sebagai potensi korupsi kedua yang sangat besar. Saat ini, mekanisme pendataan penerima manfaat program MBG belum dijelaskan secara rinci oleh Pemerintah.

Ketidakjelasan mengenai siapa saja yang berhak menerima bantuan, seperti usia anak sekolah, sekolah mana yang berhak menerima program MBG, dan pendapatan orangtua, menciptakan ruang untuk manipulasi data.

 

 

 

2 dari 4 halaman

Pemalsuan Data hingga Pengelolaan Dana

"Karena kita tahu sendiri, pendataan terkait siapa saja penerima manfaat prorgam MBG belum dijelaskan mekanismenya seperti apa, persyaratan yang layak mendapatkan program MBG belum ada mekanisme yang jelas dari Pemerintah," katanya.

Dalam situasi ini, pihak-pihak yang tidak berhak menerima bantuan bisa saja memanfaatkan celah tersebut untuk memperoleh bantuan yang seharusnya tidak menjadi hak mereka, dengan bantuan oknum yang terlibat dalam proses pendataan.

"Jadi, pemalsuan data ini sangat besar dimanfaatkan dan menjadi celah korupsi di sana," ujarnya.

 

3. Pengelolaan Dana dan Anggaran Program MBG

Masalah ketiga yang juga menjadi sorotan Bakhrul Fikri adalah pengelolaan dana dan anggaran program MBG. Kondisi korupsi yang mungkin terjadi diantaranya penggelapan dana yang seharusnya digunakan untuk distribusi makanan bergizi, pemotongan anggaran yang dialokasikan, pencatatan anggaran yang tidak sesuai dengan alokasi yang diterima untuk menutupi penyalahgunaan dana, penentuan anggaran untuk kegiatan yang tidak terkait langsung dengan program MBG, namun tetap dibayar dengan dana tersebut.

Menurut dia, salah pengelolaan anggaran atau penyalahgunaan dana yang dialokasikan untuk program ini bisa mengurangi jumlah bantuan yang sampai ke penerima yang membutuhkan.

4. Penyimpangan dalam Proses Pengawasan dan Evaluasi

Fikri menyebutkan adanya potensi penyimpangan dalam proses pengawasan dan evaluasi program MBG. Tanpa sistem pengawasan yang efektif dan evaluasi yang objektif, program ini bisa saja kehilangan arah dan tujuan utamanya.

Pengawasan yang lemah bisa membuka kesempatan bagi pihak yang terlibat dalam program untuk melakukan penyimpangan, baik dalam hal distribusi, kualitas bahan makanan, maupun dalam penggunaan dana yang tidak tepat sasaran.

3 dari 4 halaman

Berpotensi Korupsi

Sebelumnya, Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang merupakan salah satu program unggulan Presiden Prabowo Subianto dinilai berpotensi besar dalam penyalahgunaan, termasuk korupsi.

Peneliti dari Celios, Bakhrul Fikri, mengungkapkan bahwa meskipun program ini dirancang untuk memberikan manfaat sosial, tetapi karena keterkaitannya dengan pengadaan barang dan jasa, program ini rentan terhadap potensi penyimpangan yang dapat berujung pada skandal korupsi.

"Makanan bergizi gratis ini berpotensi atau berujung pada skandal korupsi, karena bagaimana pun program makan bergizi gratis ini akan erat kaitannya dengan jenis program yaitu dalam pengadaan barang dan jasa," kata Fikri dalam diskusi publik, Senin (30/12/2024).

Fikri menjelaskan dalam hasil penelitian yang telah dilakukan Celios mengenai program MBG, sebanyak 46 persen responden merasa khawatir akan adanya ketidakefisienan dalam penyaluran program ini. Penyebabnya beragam, mulai dari terlambatnya pengiriman makanan, hingga adanya praktik korupsi dalam pengadaan bahan makanan dan jasa yang terlibat.

Bahkan, kekhawatiran ini diperparah dengan penurunan anggaran yang dialokasikan untuk setiap porsi makanan dari hari ke hari. Misalnya, dana yang awalnya ditetapkan Rp 15.000 per porsi, kini dipangkas menjadi Rp 10.000, dan ada kekhawatiran anggaran bisa berkurang lebih jauh lagi.

"Bahkan terakhir harusnya Rp 15 ribu diturunkan menjadi Rp 12 ribu, sempat juga ada tanggapan bahwa nanti akan diturunkan menjadi Rp 7.500 dan kemudian ditetapkan Rp 15 ribu lagi,d an terakhir ditetapkan Rp10 ribu. Apa saja yang didapatkan dengan biaya Rp 10 ribu," jelasnya.

 

4 dari 4 halaman

Data ICW

Berdasarkan data dari Indonesian Corruption Watch (ICW) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan bahwa sektor pengadaan barang dan jasa memiliki kontribusi besar dalam kasus korupsi di Indonesia.

Pada 2023, sebanyak 791 kasus korupsi tercatat, dan sekitar 39 persen dari kasus tersebut terkait dengan pengadaan barang dan jasa. Hal ini menunjukkan bahwa sektor ini memang memiliki potensi korupsi yang tinggi, termasuk dalam proyek-proyek infrastruktur dan non-infrastruktur, yang mencakup kasus suap dan mark-up harga.

Fikri juga menyoroti bahwa, dengan adanya ketergantungan pada birokrasi dalam penyaluran program MBG, potensi korupsi dapat semakin besar.

"Artinya, memang potensi dari program MBG untuk disalahgunakan nantinya dalam hal ke depannya akan banyak potensi korupsinya akan sangat besar," ujarnya.

Menurut dia, keberhasilan atau kegagalan program ini sangat bergantung pada bagaimana mekanisme birokrasi bekerja, serta sejauh mana pengawasan dapat dilakukan untuk mencegah penyalahgunaan. Jika tidak ada kontrol yang ketat, instansi yang terlibat dalam penyaluran program ini bisa menjadi "lahan basah" bagi praktik korupsi.

"Bagaimana rantai birokrasi yang ditawarkan oleh Pemerintah dalam hal penyaluran program MBG akan sangat berpengaruh terhadap bagaimana potensi kasus korupsi itu dan instansi terkait yang akan sangat besar kemungkinannya akan menjadi lumbung atau lahan basah korupsi," pungkasnya.

Video Terkini