Liputan6.com, Jakarta Pemerintah telah memulai uji coba program Makan Bergizi Gratis (MBG) di sejumlah daerah dan sekolah. Presiden Prabowo Subianto menetapkan anggaran sebesar Rp10.000 per anak dan ibu hamil per hari untuk menjalankan program makan bergizi gratis ini. Namun, besaran anggaran tersebut menuai kritik dari berbagai pihak.
Anggaran Dinilai Tidak Memadai
Peneliti Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bakhrul Fikri, menilai bahwa anggaran Rp10.000 tidak mampu mencukupi kebutuhan gizi penerima manfaat.
Baca Juga
“Anggaran sebesar Rp10.000 sangat minim dan tidak dapat memenuhi kebutuhan gizi penerima manfaat, terutama dalam program MBG,” ungkap Bakhrul Fikri dalam diskusi publik bertema Makan Bergizi Gratis di Jakarta, Senin (30/12/2024).
Advertisement
Ia menambahkan bahwa makanan bergizi seimbang di beberapa daerah, seperti Jayapura, membutuhkan biaya minimal Rp20.000 per porsi. Hal ini diperkuat oleh pendapat para ahli gizi yang menyebutkan bahwa makanan seharga Rp10.000 sulit memenuhi kebutuhan protein, serat, kalsium, dan vitamin.
Beban Bagi Penyedia Makanan
Selain itu, anggaran ini juga dinilai memberatkan penyedia makanan. Normalnya, biaya produksi makanan mencapai 35-60 persen dari harga jual, sedangkan sisanya digunakan untuk biaya kemasan, distribusi, dan keuntungan.
“Penyedia makanan merasa keberatan. Dengan anggaran Rp10.000, mereka sulit memenuhi standar kualitas makanan. Mereka bertanya, ‘Rp10.000 bisa dapat apa?’” ujar Bakhrul.
Potensi Ketimpangan Regional
Program MBG juga dianggap cenderung Jawa-sentris, mengingat uji coba dan penetapan anggaran tidak memperhitungkan perbedaan biaya hidup di luar Pulau Jawa.
Di wilayah seperti Papua, harga bahan makanan lebih tinggi akibat keterbatasan infrastruktur dan rantai pasok yang panjang.
“Di Jayapura, Rp10.000 hanya cukup untuk nasi dalam porsi kecil, mirip nasi kucing. Ini menunjukkan bahwa kebijakan ini kurang mempertimbangkan realitas daerah lain di luar Jawa,” tambah Bakhrul.
Perlu Penyesuaian Anggaran
Untuk memastikan program MBG dapat berjalan optimal, para ahli merekomendasikan agar pemerintah meninjau kembali anggaran dan menyesuaikan alokasi berdasarkan kebutuhan gizi dan biaya hidup di setiap daerah.
Advertisement