Sukses

Harga BBM Vivo Naik Hari Ini 1 Januari 2025, Cek Rinciannya

Sejumlah badan usaha penyediaan bahan bakar minyak (BBM) melakukan penyesuaian harga per 1 Januari 2025. Salah satunya PT Vivo Energy Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta Sejumlah badan usaha penyediaan bahan bakar minyak (BBM) melakukan penyesuaian harga per 1 Januari 2025. Salah satunya PT Vivo Energy Indonesia. Melansir akun instagram resmi @spbuvivo, harga BBM Vivo jenis Revvo 90 kini dijual Rp12.680 per liter dari sebelumnya Rp12.044 per liter. 

Sementara itu, harga BBM jenis Revvo 92 dijual Rp12.770 per liter dari sebelumnya Rp 12.223 per liter. BBM jenis Revvo 95 juga ikut mengalami kenaikan menjadi Rp13.480 per liter dari sebelumnya Rp13.242 per liter.

Namun, Manajemen PT Vivo Energy Indonesia  tidak menyebutkan alasan dibalik kenaikan harga BBM pada awal tahun 2025 tersebut.

Daftar Harga BBM di SPBU Vivo

Berikut daftar harga BBM di SPBU Vivo:

  • Revvo 95: Rp13.480 per liter
  • Revvo 92: Rp12.770 per liter
  • Revvo 90: Rp12.680 per liter

Di waktu yang sama, PT Pertamina (Persero) mengumumkan adanya kenaikan harga BBM untuk beberapa jenis produk. Kenaikan harga BBM Pertamina ini mencakup Pertamax, Pertamax Green 95 (RON 95), Pertamax Turbo (RON 98), Dexlite, dan Pertamina DEX.

Sementara itu, harga Pertalite tetap tidak berubah, yaitu Rp 10.000 per liter. Kenaikan harga BBM ini dilaksanakan berdasarkan Keputusan Menteri ESDM No. 245.K/MG.01/MEM.M/2022, yang menggantikan aturan sebelumnya dalam Kepmen No. 62 K/12/MEM/2020.

Kebijakan ini bertujuan untuk mengatur formula harga dasar dalam perhitungan harga jual eceran BBM di seluruh Indonesia.

 

Reporter: Sulaeman 

Sumber: Merdeka.com

 

2 dari 3 halaman

Shell Dikabarkan Tutup Semua SPBU di Indonesia, Kalah Saing dari Pertamina?

Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Nasional (Aspermigas) telah menerima informasi mengenai kemungkinan Shell Indonesia menutup seluruh Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) miliknya di Indonesia. Hal ini pun menarik perhatian banyak pihak, terutama di kalangan industri energi.

Reaksi Aspermigas terhadap Isu Penutupan

Ketua Komite Investasi Aspermigas, Moshe Rizal, mengungkapkan bahwa ia tidak terkejut dengan kabar tersebut. Menurutnya, dominasi Pertamina dalam jaringan ritel penyaluran produk BBM di Indonesia menjadi salah satu alasan utama mengapa Shell menghadapi kesulitan untuk bersaing.

“Di Indonesia, situasi pasar sangat jelas. Saya tidak heran jika mereka mempertimbangkan untuk menutup bisnis SPBU-nya. Sebagian besar SPBU dikelola oleh Pertamina, sehingga sulit bagi mereka untuk bersaing,” jelas Moshe kepada Liputan6.com.

Sejarah Keberhasilan Shell di Indonesia

Dalam sejarahnya, Shell pernah meraih kesuksesan dalam bisnis ritel di Indonesia, terutama ketika produk BBM mereka memiliki keunggulan dibandingkan dengan Pertamina dan kompetitor lainnya. Namun, perubahan strategi bisnis Shell yang berfokus pada investasi di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) membuat mereka mengumumkan rencana untuk menutup 1.000 SPBU hingga tahun 2025.

Keunggulan Pertamina dalam Pasar BBM

Dalam persaingan ini, Pertamina telah menunjukkan keunggulan yang signifikan. Sebagai satu-satunya badan usaha yang diizinkan pemerintah untuk menyalurkan BBM bersubsidi di Indonesia, Pertamina terus memperbaiki kualitas layanan dan produk mereka.

“Pertamina semakin baik dari segi kualitas dan pelayanan. Mereka adalah satu-satunya perusahaan yang diperbolehkan menjual BBM bersubsidi,” tambah Moshe.

 

3 dari 3 halaman

Pakar Sarankan Pertamina Sesuaikan Harga Pertamax di Pasaran

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin (Unhas), Abdul Hamid Paddu, mengungkapkan bahwa Pertamina harus menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi jenis Pertamax. Ia menyebut bahwa hal itu dilakukan agar Pertamina tidak mengalami kerugian.

“Dalam kondisi harga minyak berfluktuasi serta nilai tukar mata uang yang tertekan seperti sekarang, mau tidak mau Pertamina harus menyesuaikan harga Pertamax agar tidak merugi,” ungkap Hamid.

Selain menjalankan amanat negara selaku BUMN, Hamid menyampaikan, Pertamina sebagai sebuah perusahaan juga memiliki kewajiban mendapatkan keuntungan dan menjaga agar keuangannya tetap stabil.

"Pertamina harus menyelamatkan juga korporasinya untuk negara. Kalau (Pertamax) tidak dinaikkan, bisa berdampak serius pada keuangan BUMN tersebut,” ujarnya.

Hamid mengatakan, pengelolaan BBM non subsidi seperti Pertamax, menjadi kewenangan Pertamina, karena Pertamax mengacu kepada harga pasar.

Hamid menegaskan, jika Pertamina terus menahan harga Pertamax, tentu akan berdampak langsung kepada perusahaan.

Oleh karena itu, menurut Hamid, harga BBM non subsidi jenis Pertamax harus dinaikkan sesuai mekanisme pasar.

Hamid mengaku yakin, kalaupun Pertamina menaikkan Pertamax, tentu harga yang ditetapkan masih kompetitif sesuai dengan hasil penghitungan biayanya.

"Pertamina tidak mungkin menaikkan harga semaunya," katanya.

Video Terkini