Sukses

Uang Kelebihan Bayar PPN 12 Persen Bakal Dikembalikan, Bagaimana Mekanismenya?

Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menetapkan, kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen di 2025 hanya berlaku untuk beberapa barang super mewah saja. Pengumuman itu dilakukan beberapa jam sebelum berganti tahun pada Selasa, 31 Desember 2024 petang.

Liputan6.com, Jakarta Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menetapkan, kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen di 2025 hanya berlaku untuk beberapa barang super mewah saja. Pengumuman itu dilakukan beberapa jam sebelum berganti tahun pada Selasa, 31 Desember 2024 petang.

Hanya saja, beberapa barang dan jasa hingga transaksi digital telah terlanjur naik secara harga, dengan menghitung adanya PPN 12 persen.

Menanggapi kejadian ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan bakal mengembalikan kelebihan pajak tersebut, bagi konsumen yang sudah terlanjur melakukan pembayaran dengan tarif PPN 12 persen.

Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengatakan, DJP saat ini tengah mempersiapkan skema yang mengatur pengembalian kelebihan pajak tersebut.

"Ini yang lagi kita atur transisinya seperti apa, tapi prinsipnya kalau sudah kelebihan dipungut, ya dikembalikan. Kalau tidak membetulkan faktur pajak nanti dilaporkan juga bisa," ujar Suryo di Kantor Pusat DJP, Jakarta, dikutip Jumat (3/1/2025).

Selain itu, ia juga telah langsung menemui para pelaku ritel terkait perubahan skema PPN 12 persen ini. Ia mendengarkan keluhan, bahwa para pedagang sudah mengatur kenaikan pajak pertambahan nilai tersebut ke dalam sistem penjualannya.

“Saya juga sudah bertemu dengan para pelaku ritel, retailer khususnya ya. Memang harus dilakukan dengan mengubah sistem. Jadi kami lagi diskusi, kira-kira tiga bulan cukup enggak," imbuh Suryo.

Meskipun kenaikan PPN 12 persen tak jadi diterapkan pada semua barang dan jasa, DJP tetap harus berpegang pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Sehingga perlu Dasar Pengenaan Pajak (DPP) lain dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024.

"Kami lagi duduk, diskusi, kira-kira tiga bulan cukup enggak sistem mereka diubah. Jadi sebenarnya kami akan mencoba untuk mendudukkan, termasuk pada waktu pendudukan waktu pajaknya. Karena tidak semua membutuhkan waktu pajak secara insidentil, tapi sistematis," tuturnya.

2 dari 4 halaman

Transaksi Saham Kena PPN 12% pada 2025

Sebelumnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) akan menyesuaikan terkait penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang akan meningkat menjadi 12% mulai Januari 2025.

Ketentuan itu tertuang dalam surat resmi BEI No.: S-13561/BEI.KEU/12-2024.Perubahan ini merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 yang mengatur tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Dalam Pasal 7 ayat 1 huruf a, dinyatakan bahwa tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan naik dari 11% menjadi 12% , dan mulai berlaku pada 1 Januari 2025.

BEI menjelaskan semua invoice dan faktur pajak yang diterbitkan untuk layanan Bursa Efek Indonesia setelah 1 Januari 2025 akan mengalami penyesuaian tarif PPN dari 11% menjadi 12%. Hal ini bertujuan untuk mematuhi ketentuan yang baru ditetapkan.

Sementara itu, untuk invoice dan faktur pajak yang dikeluarkan sebelum 1 Januari 2025, tarif PPN yang berlaku tetap 11% sesuai dengan ketentuan yang lama. Dengan demikian, perubahan tarif ini hanya akan berlaku untuk dokumen yang diterbitkan setelah tanggal tersebut.

"Ketentuan lebih lanjut atas penyesuaian besaran tarif PPN dari yang sebelumnya 11% menjadi 12% akan mengikuti Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang akan diterbitkan kemudian oleh Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Pajak," ungkap BEI dalam suratnya, sebagaimana dikutip pada Senin, 30 Desember 2024, ditulis Selasa (31/12/2024).

BEI juga mengingatkan agar semua pembayaran untuk tagihan yang diterbitkan sebelum 1 Januari 2025 dapat diselesaikan segera. Langkah ini diharapkan dapat mencegah dampak dari perubahan tarif PPN yang akan mulai berlaku pada 2025.

3 dari 4 halaman

PPN 12 Persen Berlaku Mulai Januari 2025, Bursa Beberkan Dampaknya ke Transaksi Saham

Pemerintah berencana untuk menerapkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen yang akan mulai berlaku pada 1 Januari 2025. Kebijakan ini merupakan bagian dari amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Di sektor pasar modal, kebijakan ini diperkirakan akan mempengaruhi biaya transaksi yang ada.

Kepala Divisi Riset Bursa Efek Indonesia (BEI), Verdi Ikhwan menyatakan secara historis, perubahan tarif PPN tidak banyak berdampak pada aktivitas transaksi di Bursa. Namun, terkait penerapan PPN 12 persen pada tahun 2025, Verdi menegaskan bahwa Bursa masih menunggu rincian lebih lanjut mengenai pelaksanaan kebijakan tersebut.

"Kalau berkaca pada  2022, saat PPN 10% ke 11%, ya ada ramai-ramai di market. Bahkan pada saat itu bersamaan dengan kenaikan bea materai dari Rp 6.000 ke Rp 10.000. Tapi faktanya transaksi pada saat itu tidak menunjukkan penurunan," ujar dia dalam sesi edukasi untuk wartawan pasar modal pada Kamis (19/12/2024).

Pada 2021, Presiden ke-7 Joko Widodo telah menerbitkan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan pada tanggal 29 Oktober 2021. Undang-undang ini menggantikan UU Nomor 6 Tahun 1983 yang mengatur Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan.

 

4 dari 4 halaman

UU HPP

UU HPP sendiri terdiri dari sembilan bab dengan enam ruang lingkup pengaturan yang berbeda. Di antara ruang lingkup tersebut terdapat Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Program Pengungkapan Sukarela (PPS), Pajak Karbon, serta Cukai.

Setiap ruang lingkup memiliki waktu pemberlakuan kebijakan yang berbeda-beda. Untuk UU PPN, kenaikan tarif dari 10 persen menjadi 11 persen telah diberlakukan sejak 1 April 2022, dan tarif akan meningkat lagi menjadi 12 persen paling lambat pada 1 Januari 2025.

"Jadi untuk kenaikan di 2025, harus kita lihat dulu. Tapi kalau kita berkaca dari yang pernah ada, sejauh ini investor baik-baik saja. Maksudnya transaksi di bursa masih tetap ramai. Tentu kita berharap nantinya kenaikan PPN menjadi 12% tidak akan berdampak signifikan hingga menurunkan aktivitas transaksi dan minat investor di kita," tutur dia.

Dengan demikian, harapan untuk stabilitas transaksi di pasar modal tetap terjaga meskipun ada perubahan tarif pajak yang akan datang.

Video Terkini