Liputan6.com, Jakarta - Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer Gerungan, menerima audiensi Serikat Pekerja Pengemudi Online Bersatu (SPPOB) di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta, Jumat (3/1/2025).
Dalam pertemuan tersebut, Wamenaker mendengarkan aspirasi perwakilan pengemudi online terkait beberapa rekannya yang dimintai klarifikasi oleh pihak kepolisian akibat aksi demonstrasi bertajuk “SERUAN AKSI 1812” di depan kantor Gojek Pasaraya Blok M, Jakarta.
Baca Juga
Aksi demonstrasi tersebut menuntut penolakan terhadap segala bentuk peraturan, tata tertib, kode etik, dan kebijakan sepihak yang dianggap merugikan pengemudi.
Advertisement
Atas aspirasi yang disampaikan SPPOB, Wamenaker berharap persoalan ini tidak berlanjut ke ranah hukum dan dapat diselesaikan secara kekeluargaan.
"Hari ini kita kedatangan kawan-kawan ojek online. Mereka menyampaikan terkait kawan-kawan mereka yang kemarin mengadakan aksi, kemudian terjadi insiden kecil yang harusnya bisa diselesaikan secara kekeluargaan," kata Wamenaker.
"Semoga kasus ini tidak melebar ke mana-mana, karena kita ingin Jakarta kondusif, Indonesia kondusif. Kita mau Indonesia lebih baik, karena kita harus mengikuti narasi besar Presiden kita, Pak Prabowo Subianto," imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Umum SPPOB, Ahmad Sapei (Kemed), berharap negara hadir untuk memberikan perlindungan yang lebih serius dan menyeluruh terhadap nasib para pengemudi online termasuk pengemudi ojol.
"Saat ini banyak aturan yang tidak rasional yang diterapkan oleh aplikator dan sangat merugikan kami. Hari ini kami datang kepada Pak Wamen selaku perwakilan dari negara untuk memberikan jaminan kepastian bahwa kami akan mendapatkan regulasi yang adil dan mendukung masa depan kami," pungkas Kemed.
Wamenaker: Perusahaan Tekstil Indonesia Diambang Bangkrut
Sebelumnya, Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker), Immanuel Ebenezer, mengungkapkan bahwa industri tekstil Indonesia tengah menghadapi tantangan berat. Banyak perusahaan di sektor ini, termasuk PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), dilaporkan berada di ambang kebangkrutan atau pailit.
"Banyak sekali perusahaan tekstil yang mengalami kesulitan. Lebih dari tiga berarti banyak, dan jumlahnya memang cukup signifikan," ujar Immanuel saat ditemui media di Jakarta, Kamis (12/12/2024).
Perusahaan Tekstil di Jawa Barat dan Jawa Tengah Paling Terdampak
Menurut Immanuel, persoalan ini tidak hanya menimpa Sritex, tetapi juga berbagai perusahaan tekstil lainnya, terutama di wilayah Jawa Barat dan Jawa Tengah.
"Di Jawa Barat dan Jawa Tengah ada beberapa perusahaan tekstil yang menghadapi situasi sulit. Masalah ini harus segera ditangani dengan langkah strategis," tambah Wamenaker.
Ia menegaskan bahwa kasus Sritex hanyalah puncak gunung es, dan fenomena ini mencerminkan kondisi serius di industri tekstil nasional.
"Bukan hanya Sritex, masih banyak perusahaan tekstil lainnya yang menghadapi nasib serupa. Ini persoalan besar yang harus kita atasi bersama," tegas Immanuel.
Advertisement
Dampak Regulasi dan Banjir Impor Tekstil
Selain persoalan internal perusahaan, Plt Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, Reni Yanita, menyebutkan bahwa 11 ribu tenaga kerja di industri tekstil telah terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Hal ini, menurut Reni, merupakan dampak dari Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024. Regulasi ini memudahkan masuknya beberapa komoditas tekstil impor ke Indonesia, sehingga pasar domestik dibanjiri oleh pakaian jadi dengan harga murah.
"Impor produk tekstil melalui marketplace dan media sosial semakin tidak terkendali. Sebelumnya saja sudah banjir, apalagi sekarang barang impor dijadikan bebas. Ini sangat berdampak pada produksi dalam negeri," jelas Reni.
Ia menilai kebijakan impor Kemendag kurang memperhatikan keseimbangan antara harga, supply, dan demand, sehingga memberikan tekanan besar pada industri tekstil nasional.
Solusi Strategis Diperlukan untuk Menyelamatkan Industri Tekstil
Wamenaker Immanuel menyerukan perlunya langkah strategis untuk menyelamatkan industri tekstil dari keterpurukan. Kolaborasi lintas kementerian dan evaluasi kebijakan impor menjadi salah satu kunci untuk mengatasi persoalan ini.
Dengan adanya sinergi yang baik antara pemerintah, pelaku usaha, dan pekerja, diharapkan industri tekstil Indonesia dapat pulih dan kembali bersaing di pasar domestik maupun internasional.