Liputan6.com, Jakarta - Rencana Tax Amnesty Jilid III dinilai bisa menjaga penerimaan pajak dalam jangka pendek. Namun, langkah itu dikhawatirkan bisa membuat wajib pajak tak patuh dalam jangka panjang.
Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono menerangkan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) bisa melakukan dua cara untuk menegakkan hukum pajak.
Baca Juga
Pertama, mengejar para pengemplang pajak. Kedua, memberikan pengampunan pajak melalui program tax amnesty.
Advertisement
"Cara pertama di atas membutuhkan upaya keras dan waktu panjang karena ada proses pemeriksaan atau penyidikan pajak. Wajib pajak yang menjadi objek pemeriksaan atau penyidikan akan melakukan perlawanan hingga terjadi sengketa pajak sampai ke MA," kata Prianto kepada Liputan6.com, Jumat (3/1/2025).
"Cara pertama bisa jadi kurang efisien, tapi mengedepankan rasa keadilan. Banyak negara menerapkan cara pertama ini," sambungnya.
Sedangkan, cara kedua terlihat lebih efisien secara jangka pendek. Menurutnya, tax amnesty cenderung digunakan oleh negara yang butuh penyetoran lebih cepat, meski nominalnya lebih rendah.
Prianto melihat adanya risiko pada penerapan tax amnesty untuk jangka panjang. Misalnya penurunan tingkat kepatuhan dari wajib pajak kedepannya.
"Negara yang menerapkan cara kedua karena berpikir jangka pendek. Untuk jangka panjangnya, ketidakpatuhan justru dapat meningkat. WP patuh dapat menjadi tidak patuh karena perlakuan tidak adil oleh pemerintah," tuturnya.
Mengacu pada dua cara itu, dia tak melihat adanya peluang berkurangnya pendapatan negara dari pajak. "Sesuai penjelasan di atas, untuk jangka pendek di tahun ketika ada program TA, penerimaan pajak akan meningkat. Dengan demikian, pemerintah tidak mengalami potensi kehilangan penerimaan pajak," jelasnya.
Mau Ada Tax Amnesty Jilid III, Sedang Digodok 2 Menteri
Dua kementerian sedang menggodok rumusan pengampunan pajak atau tax amnesty jilid III. Adapun mekanisme tax amnesty ini untuk mengembalikan aset negara yang ada di dalam dan luar negeri terutama milik koruptor.
Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Budi Gunawan (BG) meminta publik menunggu rumusan tax amnesty jilid III yang sedang digodok Kemenko Perekonomian dan Kementerian Keuangan.
"Tentu itu salah satu mekanisme. Tetapi kami, Bapak Presiden, dalam penegakan hukum tidak ada istilah kata maaf. Karena kami sudah jelas akan melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi secara tegas dan betul-betul tanpa ragu-ragu. Tidak ada tebang pilih, tidak ada politisasi hukum, dan akan ada nanti episode-episode selanjutnya," ujar dia, di Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (2/1/2025).
"Tentu yang menjadi target desk yang besar-besar, bukan yang kecil-kecil karena ini menyangkut untuk mengembalikan aset, devisa negara ke kita," ia menambahkan.
Â
Â
Advertisement
Mekanisme
Budi menuturkan, salah satu mekanisme yang disiapkan untuk beri ruang bagi yang ingin kembalikan hasil kekayaan melalui tax amnesty.
"Yang terkait tax amnesty sedang dirumuskan. Kita tahu ada tax amnesty I dan II. Yang ke depan ini salah satu mekanisme sedang disiapkan untuk memberi ruang, sebagaimana disampaikan Bapak Presiden, mereka-mereka yang ingin mengembalikan hasil kekayaan mereka yang ada di dalam maupun luar melalui mekanisme tax amnesty," tutur dia.
Budi menambahkan, pengejaran aset koruptor di luar negeri tidak hanya lewat tax amnesty, tetapi juga pembentukan tim penelusuran. Sementara terkait mekanisme, pemerintah Indonesia juga tengah membangun kerja sama dengan negara lain.
"Regulasi tiap negara beda, negara target. Kita sedang kerja sama ke arah situ," ujar dia.
"Nanti bocor (kalau dibahas negara mana saja)," tutur Budi.Â