Sukses

Dampak Kenaikan PPN: Ekspektasi Inflasi Jadi Tantangan Baru buat Pemerintah

Ekonom sekaligus Direktur Ekonomi CELIOS Nailul Huda, menyoroti ada faktor lain yang perlu diperhatikan, yakni inflasi yang timbul akibat ekspektasi masyarakat terhadap kenaikan tarif PPN.

Liputan6.com, Jakarta - Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang hanya dibebankan pada barang dan jasa mewah diperkirakan tidak akan mengganggu perekonomian secara keseluruhan.

Namun, Ekonom sekaligus Direktur Ekonomi CELIOS Nailul Huda, menyoroti ada faktor lain yang perlu diperhatikan, yakni inflasi yang timbul akibat ekspektasi masyarakat terhadap kenaikan tarif PPN, atau yang dikenal dengan istilah expected inflation.

“Namun demikian, sudah ada inflasi yang disebabkan ekspektasi masyarakat terhadap kenaikan tarif PPN atau disebut expected inflation,” kata Nailul Huda kepada Liputan6.com, Jumat (3/1/2025).

Menurut Huda, fenomena inflasi ini sudah mulai terasa di lapangan, di mana sejumlah barang kebutuhan sehari-hari mengalami kenaikan harga. Kenaikan ini tidak sepenuhnya disebabkan oleh perubahan langsung dalam tarif PPN, melainkan lebih kepada persepsi dan antisipasi penjual yang mencoba mengakomodasi potensi perubahan tarif tersebut.

Ketidakpastian mengenai penerapan kenaikan tarif PPN oleh pemerintah turut memicu kekhawatiran ini, menciptakan tekanan pada harga barang.

“Terdapat kenaikan di beberapa barang kebutuhan sehari-hari yang diakibatkan ekspektasi penjual terhadap kenaikan tarif PPN. Tentu fenomena ini ditimbulkan akibat ketidakpastian dari pemerintah soal penerapan kenaikan tarif PPN,” ujarnya.

Di sisi lain, Huda memperkirakan dampak inflasi akibat ekspektasi tersebut akan lebih terasa dalam beberapa bulan pertama di tahun 2025, khususnya dalam konsumsi masyarakat. 

“Maka, memang bakal ada gangguan terhadap konsumsi masyarakat di dua-tiga bulan awal 2025,” ujarnya.

Pasalnya, adanya ketidakpastian mengenai waktu dan rincian penerapan kenaikan tarif PPN dapat menyebabkan gangguan dalam pola konsumsi, terutama pada barang-barang yang rentan terhadap perubahan harga.

Meskipun demikian, Huda menekankan kenaikan PPN ini tidak akan berpengaruh signifikan pada perekonomian secara umum jika diterapkan dengan tepat dan terencana. Dengan kata lain, kebijakan ini masih bisa dikelola dengan baik oleh pemerintah asalkan informasi yang jelas dan konsisten diberikan kepada masyarakat dan pelaku pasar.

 

 

2 dari 3 halaman

Apa Saja Barang Mewah yang Kena PPN 12%? Ini Penjelasan Prabowo

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto secara resmi mengumumkan pemberlakuan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN 12% yang mulai berlaku pada 1 Januari 2025.

Kebijakan tersebut merupakan amanah  Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dengan tujuan untuk menjaga daya beli masyarakat, menjaga inflasi rendah, dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

"Supaya jelas, kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen hanya dikenakan terhadap barang dan jasa mewah, yaitu barang dan jasa tertentu yang selama ini sudah terkena PPN barang mewah, yang dikonsumsi oleh golongan masyakat berada, masyarakat mampu," tegas Presiden Prabowo Subianto.

Presiden Prabowo Subianto menyampaikan bahwa saat ini dunia masih dihadapkan dengan tantangan global yang penuh ketidakpastian dan ketegangan yang memberikan tekanan kepada perekonomian dunia.

Meski hal tersebut berimbas langsung kepada harga-harga komoditas dan memengaruhi penerimaan negara, Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa Pemerintah telah melakukan pengelolaan keuangan negara secara prudence, dengan bijak, dan dengan hati-hati serta mampu mengendalikan defisit tetap berada dalam koridor.

Lebih lanjut, Pemerintah memastikan bahwa setiap kebijakan perpajakan akan selalu mengutamakan kepentingan rakyat secara keseluruhan, perlindungan daya beli rakyat, serta mendorong pemerataan ekonomi.

Presiden Prabowo Subianto juga menegaskan komitmen Pemerintah untuk selalu berpihak kepada rakyat banyak, melihat kepada kepentingan nasional, serta berjuang dan bekerja untuk kesejahteraan rakyat.

"Untuk barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak yang tetap diberikan pembebasan PPN, yaitu tarif nol persen. Antara lain, kebutuhan pokok, beras, daging, ikan, telor, sayur, susu segar, jasa pendidikan, jasa angkutan umum, rumah sederhana, air minum,” ungkap Prabowo Subianto.

3 dari 3 halaman

Pemberlakuan PPN

Seiring dengan pemberlakuan kebijakan PPN tersebut, Pemerintah juga telah menyiapkan 15 (lima belas) paket stimulus ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat dengan nilai mencapai Rp38,6 triliun.

Pemberian insentif tersebut menyasar kepada rumah tangga berpenghasilan rendah, masyarakat kelas menengah, dan bagi dunia usaha terutama untuk perlindungan kepada UMKM dan Industri Padat Karya.

Sebagai tindak lanjut, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131 Tahun 2024 dimana pengenaan PPN 12% hanya dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang tergolong mewah yang dikenai PPnBM berupa kendaraan bermotor dan selain kendaraan bermotor.

Khusus untuk barang-barang tertentu yang tergolong mewah yang dikenai PPnBM selain kendaran bermotor, PPN 12% akan dikenakan bagi kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya dengan harga jual Rp 30 miliar atau lebih.

 Kemudian, kelompok balon udara dan pesawat udara tanpa tenaga penggerak dan peluru senjata api, kecuali untuk keperluan negara. Selanjutnya kelompok pesawat udara selain yang dikenai tarif PPnBM 40%, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan udara niaga seperti helikopter, serta kelompok senjata api seperti senjata artileri, revolver, dan pistol, kecuali untuk keperluan negara.

Dan yang terakhir yakni kelompok kapal pesiar mewah yang penggunaannya bukan untuk keperluan negara atau angkutan umum seperti kapal pesiar, kapal ekskursi, dan yacht.

“Dengan ini, saya kira sudah sangat jelas bahwa Pemerintah akan terus berupaya untuk menciptakan sistem perpajakan yang adil dan pro rakyat,” pungkas Presiden Prabowo Subianto.

Video Terkini