Sukses

PPN 12 Persen Hanya Berlaku Kategori Barang dan Jasa Mewah, Penerapan dan Dampaknya?

Presiden Prabowo Subianto menekankan, setiap kebijakan pemerintah harus selalu berpihak kepada rakyat banyak dan kepentingan nasional. Termasuk kenaikan PPN jadi 12 persen yang hanya untuk barang-barang mewah

Liputan6.com, Jakarta Kepastian mengenai penerapan PPN 12 persen akhirnya jelas. Presiden Prabowo Subianto secara resmi mengumumkan bahwa PPN 12 persen hanya untuk barang mewah. Bukan untuk barang-barang dan jasa yang selama ini menjadi konsumsi masyarakat menengah.

Seperti diketahui, heboh PPN 12 persen ini menjadi keresahan masyarakat khususnya kelas menengah. Banyak yang khawatir, PPN 12 persen ini akan menggerus daya beli masyarakat.

Sementara di sisi lain, daya beli ini menjadi motor pertumbuhan ekonomi Indonesia. Atas dasar inilah akhirnya Presiden Prabowo turun tangan.

Presiden Prabowo Subianto menekankan, setiap kebijakan pemerintah harus selalu berpihak kepada rakyat banyak dan kepentingan nasional. Termasuk kenaikan PPN jadi 12 persen yang hanya untuk barang-barang mewah. Hal ini mulai 1 Januari 2025 secara bertahap.

"Hari ini pemerintah memutuskan bahwa kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen hanya dikenakan terhadap barang dan jasa mewah. Yaitu, barang dan jasa tertentu yang selama ini sudah terkena PPN barang mewah, yang dikonsumsi oleh golongan masyarakat berada, masyarakat mampu," ujar Prabowo di Kantor Kementerian Keuangan.

Prabowo lantas mencontohkan beberapa barang mewah yang nantinya bakal terkena pungutan PPN 12 persen. Dalam hal ini, RI 1 menyebut beberapa barang super mewah yang hanya bisa dimiliki oleh kelompok super kaya, semisal jet pribadi hingga kapal pesiar.

"Contoh, pesawat jet pribadi, itu tergolong barang mewah yang dimanfaatkan oleh masyarakat papan atas. Kemudian kapal pesiar, yacht, kemudian rumah yang sangat mewah yang nilainya di atas golongan menengah," paparnya.

Di sisi lain, ia menyebut produk barang dan jasa untuk kepentingan umum masih tetap terkena PPN 11 persen. Yang berlaku mengikuti Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), dimana PPN 11 persen berlaku per 1 April 2022.

"Artinya, untuk barang dan jasa yang selain barang-barang mewah, tidak ada kenaikan PPN, yakni tetap sebesar yang berlaku sekarang sejak tahun 2022," ujar Prabowo.

"Untuk barang dan jasa yang merupakan kebutuhan pokok masyarakat, yang selama ini diberi fasilitas pembebasan atau dikenakan tarif PPN 0 persen, masih tetap berlaku," dia menegaskan.

Masyarakat Diminta Tak Khawatir

Senada dengan Presiden, Menteri Keuangan Sri Mulyani turut menegaskan hanya barang mewah yang dikenakan tarif PPN 12 persen. Masyarakat pun diharapkan tidak khawatir terkena dampak kenaikan pajak di tahun 2025.

Sri Mulyani menuturkan, kenaikan tarif PPN ke 12 persen  hanya menyasar bagi barang mewah diantaranya private jet, kapal pesiar, yacht, hingga rumah mewah/apartemen diatas Rp30 miliar.

Sang Bendahara Negara mengutarakan, hanya sedikit barang mewah yang bakal terkena PPN 12 persen, semisal pesawat jet, kapal pesiar dan rumah mewah. Kelompok barang itu tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2023. 

"Artinya, yang disampaikan bapak Presiden, untuk barang dan jasa lainnya yang selama ini terkena 11 persen tidak mengalami kenaikan menjadi 12 persen. Jadi tetap 11 persen seluruh barang dan jasa yang selama ini 11 persen, tetap 11 persen, tidak ada kenaikan PPN untuk hampir seluruh barang dan jasa," tegasnya. 

"Jadi shampo, sabun, yang ada di media sosial itu tetap tidak ada kenaikan PPN," kata Sri Mulyani seraya mencontohkan. 

Di luar kelompok barang dengan tarif PPN 11 persen dan 12 persen, Sri Mulyani menyebut barang dan makanan pokok semisal beras dan sayur-sayuran bahkan tetap bebas pungutan pajak.

2 dari 4 halaman

Daftar Lengkap Barang Mewah yang Kena PPN 12 Persen

Berikut adalah daftar barang yang akan dikenakan PPN 12 persen:

1. Kelompok hunian mewah

rumah mewah,apartemen,kondominium,town house, danberbagai jenis hunian lainnya dengan harga jual Rp 30 miliar atau lebih.

2. Balon udara, termasuk balon udara yang dapat dikemudikan, pesawat udara, serta pesawat udara lainnya tanpa tenaga penggerak, peluru senjata api, dan senjata api lainnya kecuali untuk keperluan negara. Selain itu, kelompok pesawat udara lainnya yang dikenakan tarif 40 persen, yaitu helikopter, pesawat udara, dan kendaraan udara lain seperti private jet, serta senjata api yang dikecualikan untuk kepentingan negara.

3. Kelompok kapal pesiar mewah, kecuali yang digunakan untuk angkutan umum, kapal pesiar, kapal ekskursi, dan Yacht.

4. Kendaraan bermotor yang juga terkena PPNBM.

Kelompok Bebas PPN 12 Persen

Berikut daftar kelompoknya:

  • Beras dan padi-padian yang lain
  • Jagung
  • Kedelai
  • Buah-buahan
  • Sayur-sayuran
  • Ubi jalar dan ubi kayu
  • Gula
  • Ternak dan hasilnya semisal susu segar dan hasil pemotongan hewan
  • Unggas
  • Kacang tanah dan kacang-kacangan lain
  • Ikan, udang, rumput laut, dan biota lainnya
  • Tiket kereta api, tiket bandara, angkutan orang, jasa angkutan umum, jasa angkutan sungai dan penyeberangan, penyerahan jasa paket penggunaan tertentu, penyerahan pengurusan transport, jasa biro perjalanan
  • Jasa pendidikan, pemerintah dan swasta, buku-buku pelajaran, kitab suci
  • Jasa kesehatan, pelayanan kesehatan medis pemerintah dan swasta
  • Jasa keuangan, dana pensiun, jasa keuangan lain seperti pembiayaan, anjak piutang, kartu kredit, asuransi kerugian, asuransi jiwa, reasuransi

Kebijakan PPN 12 Persen Dianggap Adil

Wakil Ketua DPR RI Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat (Korkesra) Cucun Ahmad Syamsurijal menilai, keputusan diambil oleh Presiden Prabowo Subianto yang khusus memberlakukan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen pada kelompok barang mewah patut diapresiasi.

Pasalnya, keputusan tersebut menjadi wujud nyata komitmen pemerintah dalam menjaga daya beli masyarakat, memperkuat ketahanan industri, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

“Keputusan ini mencerminkan kepekaan terhadap kondisi ekonomi masyarakat luas, khususnya kelompok menengah dan bawah, yang sangat bergantung pada stabilitas harga barang dan jasa kebutuhan pokok,” kata Cucun.

3 dari 4 halaman

Beri Waktu Transisi 1 Bulan

Pemerintah memberikan masa transisi pada pengenaan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN 12% bagi barang mewah. Masa transisi ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024.

Sebagai informasi, Pasal 5 PMK 131 Tahun 2024 mencantumkan bahwa pengenaan tarif pajak 12% untuk barang mewah mulai berlaku pada 1 Februari 2024.

"Secara prinsip kami memberikan atau meluangkan waktu transisi," kata Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo dalam konferensi pers di Kantor Pusat DJP, Jakarta.

Suryo menjelaskan, transisi ini diberikan kepada pengusaha barang mewah untuk penyesuaian faktur pajak, dari yang penghitungannya masih menggunakan sistem PPN tarif 11% menjadi 12%.

"Karena faktur pajak yang dibuat wajib pajak sebagian besar sudah berada dalam dokumen digital secara sistem. Sehingga waktu ubah sistem kami beri rentang waktu yang cukup bagi teman-teman wajib pajak untuk siapkan sistemnya," terang Suryo.

Sementara itu, tidak ada masa transisi untuk tarif PPN pada barang non mewah karena tarif akhirnya masih senilai 11% sesuai dengan keputusan Presiden Prabowo Subianto pada akhir Desember 2024.

Jamin Pengembalian Kelebihan Pajak

Suryo Utomo mengatakan bahwa pihaknya sedang menyiapkan skema untuk memproses pengembalian kelebihan pembayaran pajak PPN tersebut.

"Ini yang sedang kita atur transisinya. Kalau sudah kelebihan dipungut ya dikembalikan dengan caranya yang beragam. Dikembalikan kepada yang bersangkutan bisa, kalau tidak membetulkan faktur pajak nanti dilaporkan juga bisa," ungkap Suryo dalam Konferensi Pers di Kantor Pusat DJP, Jakarta, Kamis (2/1/2025).

Senada, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Perpajakan, Yon Arsal juga menegaskan bahwa pihaknya memastikan hak Wajib Pajak akan dijamin sepenuhnya.

"Haknya wajib pajak tidak ada yang dikurangi. Jadi kalau memang ternyata seharusnya membayar 11% tetapi terlanjur dipungut 12% kita akan kembalikan," ujar Yon.

"Mekanisme pengembaliannya sedang kita siapkan," bebernya.

Dia juga memperkirakan, hanya sedikit Wajib Pajak yang membayar pajak dengan tarif PPN 12%. Hal ini mengingat tarif tersebut hanya dikenakan pada barang kategori mewah dan sudah diumumkan lebih awal pada 31 Desember 2024 lalu.

"Karena ini sudah diumumkan, maka hanya beberapa (kategori) tertentu saja yang sudah terlanjur memungut tarif PPN 12%," imbuhnya.

4 dari 4 halaman

Pengusaha Lega

Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPPINDO) menyampaikan bahwa pihaknya menyambut baik keputusan Pemerintah memberlakukan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen hanya untuk barang mewah.

Hal ini mengingat situasi ekonomi dan daya beli masyarakat yang masih lemah pada 2024 lalu.

"Kita menghargai Pemerintah yang akhirnya mau mendengarkan masukan dari semua pihak sehingga PPN 12 persen ini hanya ke barang mewah, walaupun idealnya tidak ada kenaikan PPN 12 persen sama sekali," ujar Sekretaris Jenderal HIPPINDO, Haryanto Pratantara kepada Liputan6.com di Jakarta, dikutip Jumat (3/1/2025).

"Mengingat situasi ekonomi dan daya beli masyarakat yang cukup sulit di 2024 dan masih akan berlangsung di 2025," lanjut dia.

Pengusaha mall dan peritel pun lega dengan kenaikan PPN 12 persen tidak menimbulkan dampak pada barang-barang yang dijual di mall pada umumnya, karena tidak memasuki kategori barang mewah.

Namun Haryanto mengingatkan, pengusaha mall dan peritel masih menghadapi hambatan dari menurunnya daya beli masyarakat di kelas menengah.

"Hanya tantangan kita bersama saat ini adalah bagaimana meningkatkan daya beli masyarakat yang menurun, bahkan level di kelas menengah," bebernya.

"Juga bagaimana meningkatkan kepercayaan masyarakat untuk mau belanja lagi setelah sebelumnya sempat ramai mengenai kenaikan PPN 12 persen ini, sehingga menurunkan minat masyarakat untuk belanja," tambahnya.

Ekspektasi Inflasi Jadi Tantangan Baru buat Pemerintah

Kenaikan tarif PPN yang hanya dibebankan pada barang dan jasa mewah diperkirakan tidak akan mengganggu perekonomian secara keseluruhan.

Namun, Ekonom sekaligus Direktur Ekonomi CELIOS Nailul Huda, menyoroti ada faktor lain yang perlu diperhatikan, yakni inflasi yang timbul akibat ekspektasi masyarakat terhadap kenaikan tarif PPN, atau yang dikenal dengan istilah expected inflation.

“Namun demikian, sudah ada inflasi yang disebabkan ekspektasi masyarakat terhadap kenaikan tarif PPN atau disebut expected inflation,” kata Nailul Huda kepada Liputan6.com, Jumat (3/1/2025).

Menurut Huda, fenomena inflasi ini sudah mulai terasa di lapangan, di mana sejumlah barang kebutuhan sehari-hari mengalami kenaikan harga. Kenaikan ini tidak sepenuhnya disebabkan oleh perubahan langsung dalam tarif PPN, melainkan lebih kepada persepsi dan antisipasi penjual yang mencoba mengakomodasi potensi perubahan tarif tersebut.

Ketidakpastian mengenai penerapan kenaikan tarif PPN oleh pemerintah turut memicu kekhawatiran ini, menciptakan tekanan pada harga barang.

“Terdapat kenaikan di beberapa barang kebutuhan sehari-hari yang diakibatkan ekspektasi penjual terhadap kenaikan tarif PPN. Tentu fenomena ini ditimbulkan akibat ketidakpastian dari pemerintah soal penerapan kenaikan tarif PPN,” ujarnya.

Di sisi lain, Huda memperkirakan dampak inflasi akibat ekspektasi tersebut akan lebih terasa dalam beberapa bulan pertama di tahun 2025, khususnya dalam konsumsi masyarakat. 

“Maka, memang bakal ada gangguan terhadap konsumsi masyarakat di dua-tiga bulan awal 2025,” ujarnya.

Pasalnya, adanya ketidakpastian mengenai waktu dan rincian penerapan kenaikan tarif PPN dapat menyebabkan gangguan dalam pola konsumsi, terutama pada barang-barang yang rentan terhadap perubahan harga.

Meskipun demikian, Huda menekankan kenaikan PPN ini tidak akan berpengaruh signifikan pada perekonomian secara umum jika diterapkan dengan tepat dan terencana. Dengan kata lain, kebijakan ini masih bisa dikelola dengan baik oleh pemerintah asalkan informasi yang jelas dan konsisten diberikan kepada masyarakat dan pelaku pasar.

Video Terkini