Liputan6.com, Jakarta - Realisasi anggaran Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 hingga 31 Desember 2024 mencapai Rp 33,3 triliun. Angka ini 97,1 persen dari pagu Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2024.
"Pemilu pusat 2024 totalnya adalah Rp 33,3 triliun yang telah diselesaikan 97,1 persen dari pagu," kata Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara dalam konferensi pers APBN KiTa, Jakarta, Senin (6/1/2025).
Baca Juga
Rangkaian anggaran pemilu 2024 ini sudah dialokasikan sejak 2022. Pada tahun tersebut anggaran sudah dialokasikan sebesar Rp 3,1 triliun. Kemudian tahun 2023 dialokasikan sebesar Rp 29,9 triliun dan di 2024 paling besar yaitu mencapai Rp33,3 triliun. Dengan begitu, total anggaran pemilu 2024 keseluruhannya mencapai Rp 66,3 triliun.
Advertisement
"Dan ini semua dilakukan untuk melakukan berbagai rangkaian dari pelaksanaan pemilu pusat," imbuhnya.
Pemanfaatan anggaran pemilu digunakan untuk seleksi anggotan Badan Ad-Hoc dan pengawas Ad-Hoc, honorariun Badan Ad-Hoc dan pengawas, pengadaan barang, jasa dan logistik.
Kemudian untuk dukungan prasarana IT pemugugan dan perhitungan suara, dukungan operasional hingga desiminasi pemilu dan pilkada.
Sementara untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 telah direalisasikan sebesar Rp 21,9 triliun atau 68,2 persen dari pagu APBN yakni sebesar Rp 32,1 triliun.
Suahasil menyebut alokasi anggaran pilkada dilakukan sejak 2023 hingga 2024 sebesar Rp 34,6 triliun. Jumlah tersebut berasal dari hibah dari Pemda/TKD Rp 34,6 triliun dan belanja 2024 Rp 21,9 triliun.
"Jika masih ada sisanya akan dikembalikan ke pemerintah daerah (Pemda)," imbuhnya.
Adapun pemanfaatan anggaran Pilkada 2024, antara lain perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pemilu dan pilkada, honorariun pengawas Ad-Hoc, pengawasan atas pelaksanaan, pemugutan dan perhitungan suara.
"Dan pengamanan pemilu dan pilkada serta pelaksanaan keamanan hingga keamanan siber dalam pelaksanaan pemilu dan pilkada," tutup Suahasil.
Reporter: Ayu
Sumber: Merdeka.com
DKPP Berhentikan 66 Penyelenggara Pemilu Sepanjang 2024
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) telah memberhentikan 66 penyelenggara Pemilu sepanjang tahun 2024 karena terbukti melanggar Kode Etik Penyelenggara Pemilu.
Selain itu, DKPP juga memberikan sanksi berupa peringatan kepada 253 penyelenggara Pemilu lainnya, berdasarkan data hingga 9 Desember 2024.
Ketua DKPP, Heddy Lugito, menegaskan bahwa keberadaan DKPP bukan semata-mata untuk menghukum, melainkan untuk menjaga integritas penyelenggara dan institusi penyelenggaraan Pemilu.
“Kalau ada satu, dua, sampai ratusan (penyelenggara) yang di sanksi DKPP, bukan semata-mata untuk menghukum. Tetapi agar marwah penyelenggara kita tetap terjaga dengan baik,” kata Heddy Lugito, Senin (16/12/2024).
Heddy menjelaskan, DKPP selalu merespons cepat pengaduan dugaan pelanggaran KEPP. Jika hal tersebut dibiarkan, bisa berdampak panjang hingga menurunkan kepercayaan masyarakat kepada lembaga Pemilu.
“Tidak semua penyelenggara yang disidang (oleh DKPP) diberi sanksi, 51 persen di antaranya justru direhabilitasi. Jadi tidak usah khawatir kalau nanti disidang DKPP,” jelasnya.
Terkait dengan jumlah aduan yang membanjiri DKPP sepanjang 2024, menurut Heddy, bukan semata-mata karena terjadi pelanggaran oleh penyelenggara Pemilu. Melainkan kesadaran publik akan pentingnya memiliki penyelenggara pemilu yang berintegritas dan profesional.
DKPP menerima 687 pengaduan dugaan pelanggaran KEPP di tahun 2024. Lonjakan pengaduan tercatat terjadi pada bulan Maret (98), Mei (79), Oktober (73), April (72), dan November (72) seiring dengan pelaksanaan Pemilu dan Pilkada serentak 2024.
Advertisement
3 Provinsi Minim Aduan
Selain itu, Heddy juga mengungkapkan setidaknya ada tiga provinsi di Indonesia yang minim aduan dugaan pelanggaran KEPP. Antara lain Yogyakarta, Bali, dan Kalimantan Tengah.
“Kesadaran publik untuk mengingatkan kita sebagai penyelenggara Pemilu semakin tajam dan terbangun, sehingga terus menjadi sorotan,” pungkasnya.
Sementara itu, dalam rangka mendukung penegakan KEPP, Sekretariat DKPP terus berinovasi sebagai lembaga peradilan etik melalui transformasi ke sistem digital. Langkah tersebut sebagai bentuk layanan yang lebih responsif bagi pencari keadilan.
Sekretaris DKPP David Yama mengungkapkan, beberapa terobosan dilakukan Kesekretariatan DKPP, antara lain penerapan monitoring dashboard, penggunaan aplikasi Sietik, dan call centre 15000101.
“Penerapan monitoring dashboard, penggunaan aplikasi Sietik, dan call centre akan terus diperkuat demi mewujudkan pelayanan digital bagi pencari keadilan,” tegasnya.