Sukses

Bidik Manufaktur Apple, RI Perlu Perbaiki Iklim Investasi

Pemerintah, melalui Kementerian Perindustrian, menawarkan dua opsi investasi kepada Apple

Liputan6.com, Jakarta Menteri Investasi dan Hilirisasi sekaligus Kepala BKPM, Rosan Roeslani, mengungkapkan bahwa raksasa teknologi Apple akan segera mengumumkan rencana investasinya di Indonesia pada Selasa, 7 Januari 2025. Langkah ini menjadi sinyal positif bagi Indonesia dalam menarik investasi sektor teknologi tinggi.

Menurut Rosan, Apple telah menyampaikan surat secara informal kepada pihaknya dan Kementerian Perindustrian. Pada hari pengumuman tersebut, Apple juga dijadwalkan bertemu dengan Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita.

Dua Opsi Investasi untuk Apple

Pemerintah, melalui Kementerian Perindustrian, menawarkan dua opsi investasi kepada Apple. Opsi pertama adalah pembangunan fasilitas produksi dan pabrik di Indonesia. Sementara opsi kedua berupa investasi dalam bentuk inovasi, dengan kewajiban menyerahkan proposal setiap tiga tahun untuk evaluasi.

Namun, realisasi investasi Apple ini masih menghadapi tantangan besar, salah satunya adalah memperbaiki iklim investasi teknologi di Indonesia.

Vietnam Jadi Tolok Ukur

Ekonom sekaligus Direktur Ekonomi Digital CELIOS, Nailul Huda, menyoroti kemajuan Vietnam sebagai salah satu negara pemasok utama dalam rantai pasok global Apple. Vietnam mampu menyuplai hingga 70% kebutuhan produk Apple, menjadikannya lokasi manufaktur pilihan setelah China.

Huda menyebut, saat ini industri manufaktur Indonesia hanya mampu menyuplai 2-4 dari 280-320 komponen yang dibutuhkan untuk satu produk Apple. Hal ini menunjukkan rendahnya daya saing manufaktur dalam negeri di sektor teknologi tinggi.

"Indonesia perlu memulai dengan membangun ekosistem investasi high-tech, dimulai dari peningkatan SDM dan kemampuan industri lokal untuk memproduksi komponen kecil. Hal ini dapat membuka peluang transfer pengetahuan dari ekosistem Apple," jelas Huda.

 

2 dari 3 halaman

Kendala Regulasi dan Energi Terbarukan

Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira, menambahkan bahwa kepastian regulasi menjadi faktor penting dalam menarik investasi Apple. Ketidakpastian hukum dapat menjadi penghambat bagi perusahaan besar seperti Apple untuk berinvestasi di Indonesia.

Selain itu, kebutuhan energi terbarukan menjadi perhatian utama. Apple dikenal sebagai perusahaan yang mengutamakan proses produksi rendah karbon. Bhima menyarankan agar pemerintah melibatkan PLN untuk menyediakan energi terbarukan di kawasan industri yang direncanakan menjadi lokasi investasi Apple.

"Komitmen terhadap energi terbarukan adalah syarat utama bagi perusahaan global seperti Apple. Pemerintah harus memastikan hal ini tersedia untuk mendukung keberlanjutan investasi," kata Bhima.

3 dari 3 halaman

Negosiasi Investasi Apple di RI Tak Mudah

Sejauh ini, belum ada kesepakatan mengenai bentuk dan jumlah investasi produsen smartphone dan komputer asal AS, Apple di Indonesia.

Seperti diketahui, investasi Apple menjadi syarat agar iPhone 16 bisa beredar secara legal di pasar Indonesia. Ketentuan ini ditetapkan lantaran Apple belum memenuhi Rp.300 miliar dari total komitmen investasi Rp.1,7 triliun.

Namun, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkapkan bahwa proses negosiasi terkait investasi dengan Apple tidak mudah.

Hal itu mengingat perusahaan besar tersebut akan mengedepankan keuntungan besar yang diperoleh dari Indonesia.

Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira mengatakan bahwa terdapat beberapa pertimbangan yang membuat investasi Apple ke Indonesia harus jadi perhatian.

"Pertama, perusahaan manufaktur teknologi seperti Apple butuh kepastian regulasi, sehingga menciptakan ketidakpastian hukum bagi pelaku usaha," kata Bhima kepada Liputan6.com di Jakarta, Senin (6/1/2024).

"Pemerintah dalam 5 bulan mengganti regulasi impor sebanyak 3 kali terakhir," sebutnya, yang juga menyoroti kebijakan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 Tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.

"Diharapkan regulasi soal kepastian impor beserta pengawasannya harus lebih clear (jelas)," sambungnya. Hambatan kedua, adalah kebutuhan energi terbarukan di kawasan industri belum tersedia secara luas.

Bhima menjelaskan, komitmen perusahaan besar seperti Apple untuk memastikan proses produksi rendah karbon sudah menjadi syarat utama sebelum menentukan lokasi pabrik. Maka dari itu, dalam proses negosiasi diharapkan pemerintah melibatkan PLN untuk masuk membantu penyediaan energi terbarukan di kawasan industri.

"Ketiga, tenaga kerja Indonesia di sektor hi-tech masih tertinggal dibandingkan Vietnam, Malaysia dan Thailand," lanjut Bhima.

Seperti diketahui, dibutuhkan sumber daya manusia dengan jumlah yang cukup besar untuk menghadirkan pabrik Apple di suatu negara. '"Memang sudah ada Apple academy tapi tidak cukup, perlu sinkronisasi materi pelatihan kerja di sekolah vokasi," ucapnya.

"Keempat, infrastruktur pendukung di kawasan industri belum sepenuhnya memadai. Biaya logistik juga mahal. Disini tugas pemerintah pusat untuk bekerjasama dengan Pemda bisa lebih dioptimalkan terutama revitalisasi fasilitas di kawasan industri existing," imbuh Bhima.

Video Terkini