Sukses

Batas Usia Pensiun jadi 59 Tahun, Tanda Negara Tak Mampu Jamin Hari Tua?

Dewan Ekonomi Nasional melihat kebijakan menaikkan usia pensiun ini mencerminkan ketidakcukupan penghasilan sebagian besar pekerja selama masa kerja untuk menjamin kesejahteraan di masa pensiun.

Liputan6.com, Jakarta Anggota Dewan Ekonomi Nasional, Arief Anshory Yusuf, menyoroti kebijakan pemerintah yang menaikkan batas usia pensiun menjadi 59 tahun mulai 2025.

Menurutnya, kebijakan ini mencerminkan ketidakcukupan penghasilan sebagian besar pekerja selama masa kerja untuk menjamin kesejahteraan di masa pensiun.

Arief menjelaskan bahwa salah satu penyebab utama adalah sistem ekonomi yang kurang berpihak pada kelompok pekerja. Hal ini menyebabkan banyak masyarakat yang tetap bekerja di usia tua bukan karena minat, melainkan karena tuntutan kebutuhan hidup.

“Sebagian besar masyarakat ingin bekerja lebih lama karena merasa tabungan hari tua mereka tidak mencukupi. Bukan untuk mempersiapkan masa tua, tetapi karena kebutuhan hidup,” ujarnya di Kantor Dewan Ekonomi Nasional, Jakarta, Kamis (9/1/2024).

Generasi Tua dan Ketimpangan Sosial

Dalam studi yang dilakukan Arief, kelompok usia tua, terutama perempuan, menjadi salah satu kelompok yang paling rentan di Indonesia. Ia menyoroti minimnya perlindungan negara terhadap kelompok lanjut usia, yang diperburuk oleh ketimpangan gender.

“Elderly di Indonesia tidak cukup terlindungi oleh sistem. Perempuan lebih rentan lagi karena usia mereka lebih panjang. Ketika suaminya meninggal, sering kali mereka tidak memiliki perlindungan ekonomi,” ungkap Guru Besar Ekonomi Universitas Padjadjaran tersebut.

Perbedaan Kebahagiaan di Usia Tua

Arief membandingkan kondisi sosial masyarakat Indonesia dengan negara maju menggunakan skema happiness over the life cycle. Di negara maju, grafik kebahagiaan berbentuk U, di mana kebahagiaan meningkat kembali saat seseorang memasuki usia 40 tahun hingga pensiun.

Namun, di Indonesia, grafik kebahagiaan cenderung menurun dari masa kanak-kanak hingga usia tua. “Di negara maju, orang senang saat memasuki masa pensiun. Sementara di Indonesia, banyak yang merasa cemas dan sedih menjelang pensiun,” katanya.

Pentingnya Penghasilan Proporsional

Untuk mengatasi permasalahan ini, Arief menekankan perlunya memastikan pekerja di Indonesia mendapatkan penghasilan yang proporsional selama masa kerja. Ketimpangan pendapatan menjadi akar masalah yang harus segera diatasi.

“Yang fundamental adalah memastikan rakyat kita, ketika bekerja, mendapatkan penghasilan yang sesuai dengan usahanya. Ketimpangan ini menjadi penyebab utama mereka tidak dapat menabung untuk masa tua,” tegasnya.

2 dari 2 halaman

Negara Maju Lebih Dulu Tingkatkan Usia Pensiun, Indonesia Ketinggalan?

Kebijakan peningkatan usia pensiun menjadi 59 tahun di Indonesia mendapat sorotan dari berbagai kalangan. Ekonom sekaligus Pakar Kebijakan Publik dari UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menjelaskan bahwa langkah soal usia pensiun ini bukan hal baru di dunia.

Beberapa negara maju dan kawasan ASEAN telah lebih dulu menerapkan kebijakan serupa untuk menyesuaikan dengan perubahan demografi dan tantangan ekonomi.

Achmad mencatat, negara-negara Eropa telah lebih dulu meningkatkan usia pensiun. Contohnya, Jerman yang sejak 2012 secara bertahap menaikkan usia pensiun dari 65 menjadi 67 tahun, serta Prancis yang baru-baru ini menetapkan usia pensiun 64 tahun pada 2023.

Sementara itu, di kawasan ASEAN, Singapura berencana menaikkan usia pensiun dari 63 menjadi 65 tahun pada 2030, dan Malaysia telah menetapkan usia pensiun 60 tahun sejak 2013.

Namun, Achmad mengingatkan bahwa kebijakan ini tidak bisa diterapkan seragam di semua negara.

"Setiap negara memiliki usia harapan hidup dan tingkat kesejahteraan usia produktif yang berbeda, sehingga penerapan kebijakan ini harus disesuaikan dengan kondisi lokal," ujarnya.

Video Terkini