Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah resmi menaikkan usia pensiun pekerja Indonesia dari 58 tahun menjadi 59 tahun pada 2025. Namun, kenaikan usia pensiun ini khusus untuk para pekerja yang terdaftar program Jaminan Pensiun (JP) yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek.
Sebenarnya ini bukan aturan baru. Pasalnya, kenaikan usia pensiun ini sudah tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2015, tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun. Artinya, aturan ini sudah ada 10 tahun lalu.
Baca Juga
Tepatnya, aturan tersebut ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo pada 30 Juni 2015 dan diundangkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly di tanggal yang sama.
Advertisement
Ini seperti diungkapkan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli. Dia mengatakan, kenaikan usia pensiun pekerja di Indonesia diterapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun. Hingga kini aturan tersebut masih berlaku dan tetap dilaksanakan.
Berdasarkan aturan itu, pertambahan usia pensiun masih meningkat satu tahun setiap tiga tahunnya. “Nothing is really special, jadi itu artinya kan sudah ada PP 2015 (PP Nomor 45 Tahun 2015), artinya ya itu kita laksanakan dan sampai sekarang kami masih monitoring dan itu sesuatu yang sudah berjalan dari 2015,” ujar Yassierli.
Merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun, usia pensiun pekerja Indonesia naik satu tahun menjadi 59 tahun mulai Januari 2025.
Dalam aturan tersebut ditulis bahwa bertambahnya usia pensiun ini untuk memberikan kesempatan lebih besar bagi peserta program Jaminan pensiun yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan mendapat manfaat yang maksimal.
Dalam penjabaran aturan tersebut, usia pensiun akan meningkat satu tahun setiap tiga tahun, dimulai dari 57 tahun pada 2019. Usia Pensiun adalah usia saat peserta dapat mulaimenerima manfaat pensiun.
Dalam pasal 15 ayat 1 dituliskan bahwa: "Untuk pertama kali usia pensiun ditetapkan 56 tahun".
Kemudian di ayat dua dipanjutkan: "Mulai 1 Januari 2019, Usia Pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi 57 tahun".
Sedangkan di ayat tiga ditulis: "Usia Pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (2) selanjutnya bertambah 1 satu tahun untuk setiap tiga tahun berikutnya sampai mencapai Usia Pensiun 65 tahun."
Jika melihat aturan tersebut maka usia pensiun tidak akan berhenti sampai 59 tahun saja tetapi akan terus naik setiap tiga tahun hingga mencapai 65 tahun.
Pencairan Jaminan Pensiun
Dengan aturan ini, pekerja Indonesia yang berusia 59 tahun akan pensiun pada 2025 dan dapat menerima manfaat program Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan.
Sementara itu, pekerja yang berusia 58 tahun pada 2025 belum akan pensiun, melainkan baru pensiun pada 2026 ketika telah mencapai usia 59 tahun untuk menerima manfaat Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan.
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2015 juga mengatur bahwa peserta BPJS Ketenagakerjaan yang telah mencapai usia pensiun tetapi masih bekerja dapat memilih untuk menerima manfaat Jaminan Pensiun saat mencapai usia pensiun atau saat berhenti bekerja.
Selain itu, pekerja yang telah mencapai usia pensiun dapat tetap dipekerjakan hingga maksimal tiga tahun setelah usia pensiun sebelum berhenti bekerja.
Hal ini memberikan fleksibilitas bagi perusahaan dan pekerja dalam menentukan masa kerja, sekaligus memungkinkan pekerja untuk terus mendapatkan penghasilan meskipun sudah mencapai usia pensiun.
Dengan demikian, kebijakan ini tidak hanya memberikan perlindungan sosial melalui manfaat pensiun, tetapi juga mendukung keberlanjutan tenaga kerja berpengalaman di dunia kerja.
Sistem yang Tak Berpihak
Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Arief Anshory Yusuf, melihat kenaikan usia pensiun ini lantaran ketidakcukupan penghasilan sebagian besar pegawai di masa kerjanya untuk masa pensiun.
Salah satunya akibat ketidakberpihakan sistem ekonomi. Arief lantas menyoroti sebagian besar masyarakat yang masih giat bekerja di hari tua, yang didasari bukan atas passion, tapi tuntutan hidup.
"Karena secara umum sebagian besar masyarakat ingin bekerja lebih lama, karena merasa tidak cukup (tabungan hari tua). Bukan karena untuk mempersiapkan masa tua," ujar dia kepada Liputan6.com saat berbincang di Kantor Dewan Ekonomi Nasional, Jakarta, Kamis (9/1/2025).
Arief coba memaparkan salah satu studi miliknya, terkait siapa kelompok masyarakat yang berada di posisi paling tertinggal di Indonesia. Ditemukan bahwa generasi tua jadi yang paling tertinggal, utamanya kaum perempuan.
"Karena elderly it's not covered enough by the system. Seharusnya negara hadir untuk protect the elderly, female lebih lagi, karena itu sangat rentan. Dan female sedikit lebih tua umurnya. Ketika ditinggal suaminya, selesai dia," ungkapnya.
Guru Besar Ekonomi Universitas Padjadjaran ini coba membandingkan kondisi sosial kelompok usia tua yang ada di Indonesia dengan negara maju. Merujuk skema happiness over the life cycle, negara maju digambarkan dengan grafik U shape.
Dimana seorang penduduk negara maju akan melewati fase bahagia ketika masa anak-anak, menurun ketika dewasa, dan balik happy saat memasuki usia 40 tahun hingga tua. Sebaliknya, kebahagiaan orang Indonesia terus menurun sedari ia kecil sampai tua.
"Mungkin anekdotal aja. Kalau teman-teman kita di luar negeri itu kalau mau pensiun senang. Di kita, sebaliknya seringnya, mau pensiun itu sedih," kata Arief.
Jika Indonesia ingin mengatasi permasalahan ini, Arief menilainya sebagai perkara yang cukup kompleks. Karena, negara harus menjamin seluruh pekerja di Indonesia bisa mendapat penghasilan yang proporsional semasa ia bekerja.
Tantangan Produktivitas dan Regenerasi
Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat menilai, kebijakan peningkatan usia pensiun menjadi 59 tahun mulai 2025 perlu disikapi dengan hati-hati.
Hal ini karena kebijakan tersebut memiliki implikasi luas, baik bagi pekerja lanjut usia yang menghadapi tantangan kesehatan dan produktivitas, maupun generasi muda yang bisa kehilangan peluang kerja akibat lambatnya regenerasi tenaga kerja.
"Tanpa langkah mitigasi yang memadai, perubahan usia pensiun ini dapat membawa lebih banyak dampak negatif daripada manfaat," kata Achmad, Kamis (9/1/2025).
Dia menilai, dengan memperpanjang usia pensiun berarti pekerja lanjut usia harus tetap berada di dunia kerja dalam waktu yang lebih lama.
Meski ini dapat memberikan tambahan waktu untuk menabung bagi masa pensiun, tidak semua pekerja mampu mempertahankan produktivitas pada usia yang semakin lanjut.
"Sebuah survei dari OECD menunjukkan bahwa produktivitas tenaga kerja mulai menurun secara signifikan setelah usia 55 tahun, terutama di sektor yang membutuhkan tenaga fisik," ujarnya.
Selain itu, sebuah laporan Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sekitar 30% pekerja lansia melaporkan mengalami penurunan kinerja akibat masalah kesehatan. Terutama di sektor-sektor yang membutuhkan tenaga fisik, risiko kesehatan pekerja meningkat seiring bertambahnya usia.
Di sisi lain, diskriminasi usia di tempat kerja masih menjadi tantangan nyata. Misalnya, banyak perusahaan yang lebih memilih merekrut pekerja muda karena dianggap lebih adaptif terhadap teknologi baru, sementara pekerja senior sering kali diabaikan dalam promosi atau pelatihan ulang.
"Fenomena ini terlihat dalam survei global yang menunjukkan bahwa pekerja di atas usia 50 tahun memiliki peluang promosi 30% lebih rendah dibandingkan rekan mereka yang lebih muda. Banyak pekerja senior menghadapi anggapan bahwa mereka kurang adaptif terhadap teknologi baru atau perubahan cepat di organisasi," jelasnya.
Peluang Kerja Terbatas
Kemudian yang menjadi perhatian lainnya, yakni akses terhadap layanan kesehatan yang merata masih menjadi pekerjaan rumah besar. Tidak semua perusahaan memberikan dukungan kesehatan yang memadai untuk pekerja lanjut usia, sehingga mereka rentan terhadap masalah kesehatan yang dapat memengaruhi kinerja mereka.
"Hal ini semakin krusial karena tekanan fisik dan mental cenderung meningkat seiring bertambahnya usia," kata dia.
Tak hanya itu saja, ia menilai perubahan usia pensiun juga memiliki implikasi serius bagi generasi muda. Lantaran ketika posisi-posisi yang seharusnya diisi oleh pekerja muda tertahan oleh mereka yang tetap bekerja lebih lama, peluang kerja baru menjadi semakin terbatas.
"Hal ini dapat memperburuk tingkat pengangguran, khususnya di kalangan lulusan baru yang masih mencari pekerjaan pertama mereka.Selain itu, bagi generasi muda yang sudah bekerja, stagnasi karir menjadi tantangan karena promosi ke posisi strategis menjadi lebih lambat," ujarnya.
Lantaran, generasi muda biasanya membawa inovasi dan ide-ide segar yang diperlukan untuk mendorong organisasi agar tetap kompetitif. Namun, peluang mereka untuk berkontribusi secara penuh dapat terhalang jika kebijakan ini tidak diimbangi dengan upaya menciptakan ruang yang adil bagi mereka.
Advertisement
Dua Sisi Mata Uang atau Pedang Bermata Dua
Ketua Umum Kadin DKI Jakarta Diana Dewi mengatakan perpanjangan usia pensiun ibarat dua sisi mata uang. Ada implikasi positif dan negatifnya. Positifnya, bagi si pekerja tentu memberi tambahan waktu dan kesempatan untuk bisa menyiapkan tabungan di usia tua.
“Sementara bagi pemerintah tentu memiliki waktu lebih panjang untuk menghimpun dana pensiun,” kata Diana kepada Liputan6.com, Kamis (9/1/2025).
Diana menambahkan bagi perusahaan, perpanjangan usia pensiun bisa menjadi beban karena harus menghadapi kenaikan biaya dalam memberikan dukungan tambahan untuk pekerja lanjut usia. Seperti biaya perawatan kesehatan yang lebih intensif atau program pelatihan ulang.
Adapun mengenai sikap dari para pengusaha, Diana menuturkan hal tersebut diserahkan kembali pada masing-masing pelaku usaha. Tentu hal tersebut kan harus disesuaikan dengan kondisi perusahaan juga. Namun, sebagai warga negara yang baik tentu kita harus taat pada aturan yang ada.
“Karena banyak perusahaan lebih memilih mempekerjakan usia muda dengan alasan lebih menguasai teknologi terkini dibandingkan generasi tua,” pungkasnya.
Adapun Diana menyebut KADIN DKI Jakarta mendorong pelaku usaha untuk mengantisipasi perubahan usia pensiun dengan bijak sehingga tidak sampai mengorbankan pekerja.
“Salah satunya dengan melakukan langkah mitigasi yang memadai sehingga perubahan usia pensiun ini dapat membawa lebih banyak dampak positif daripada negatifnya,” pungkasnya.
Dana Pensiun Tetap Kecil
Hal yang sama juga diungkap oleh Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (ASPIRASI), Mirah Sumirat. Ia menilai kebijakan ini memiliki dua sisi. Di satu sisi, pekerja mendapatkan jaminan pekerjaan dan upah yang berkelanjutan hingga usia pensiun.
Namun, di sisi lain, terdapat kekhawatiran mengenai produktivitas pekerja, terutama bagi mereka yang bergantung pada kekuatan fisik.
"Usia yang lebih tua bisa memengaruhi kondisi fisik dan mental pekerja, sehingga berpotensi menurunkan produktivitas," ujar Mirah pada Kamis (9/1/2025).
Mirah juga menyoroti masalah bagi pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebelum mencapai usia pensiun. Ia mencontohkan, jika seorang pekerja di-PHK pada usia 40 tahun, mereka harus menunggu 19 tahun untuk menerima dana pensiun.
"Situasi ini membuat pekerja kehilangan peluang ekonomi dan sumber daya keuangan yang dibutuhkan untuk kebutuhan jangka pendek," jelasnya.
Mirah mengungkapkan masih banyak perusahaan yang menetapkan usia pensiun di bawah standar yang diatur dalam perundangan. Beberapa perusahaan bahkan menetapkan usia pensiun di angka 40 hingga 55 tahun melalui Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
"Hal ini jelas melanggar peraturan, dan pemerintah harus mengambil tindakan tegas terhadap pelanggaran semacam ini," tegas Mirah.
Mirah juga menyoroti besaran dana pensiun yang diterima pekerja, yang menurutnya masih jauh dari memadai. Berdasarkan peraturan, dana pensiun berkisar antara Rp 300.000 hingga Rp 3.600.000 per bulan, disesuaikan setiap tahun berdasarkan inflasi. Namun, jumlah ini dinilai tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, dan papan.
Ia mengacu pada rekomendasi Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), yang menyarankan dana pensiun harus setara dengan 40–60 persen dari pendapatan terakhir pekerja.
"Jaminan sosial yang layak memungkinkan pekerja menjalani kehidupan yang bermartabat setelah pensiun, mengingat kontribusi mereka terhadap perekonomian selama masa produktif," ujarnya.
Bagaimana Negara Lain?
Lantas, seperti apa usia pensiun di negara ASEAN lainnya? Liputan6.com mencoba merangkum usia pensiun di sejumlah negara lain dari berbagai sumber, berikut rinciannya:
1. Malaysia
Menurut Undang-Undang di Malaysia, usia pensiun minimum di Negeri Jiran ditetapkan pada usia 60 tahun bagi mereka yang bekerja di sektor swasta, dikutip dari laman Legal Advice.
Sebelumnya, Malaysia pernah memberlakukan usia pensiun 55 tahun. Berdasarkan undang-undang tersebut, sebelum seorang karyawan mencapai ulang tahun ke-60, para pemberi kerja tidak dapat meminta karyawannya untukmengajukan pensiun dini.
Pasal 5(2) di Malaysia secara tegas menyatakan bahwa pelanggaran tersebut dianggap sebagai tindak pidana, dan setiap pemberi kerja yang melakukan hal tersebut dapat dikenakan denda tidak lebih dari 10.000 Ringgit jika terbukti bersalah.
2. Thailand
Usai pensiun di Thailand adalah 60 tahun. Namun, pada Oktober 2024, Kementerian Tenaga Kerja pernah mengeluarkan wacana untuk menaikkan usia pensiun bagi sektor swasta dan pemerintah menjadi 65 tahun.
Hal ini sama seperti di Singapura dan Swiss, kata menteri Phiphat Ratchakitprakarn, dikutip dari laman Bangkok Post.
Phiphat mengatakan bahwa gagasan untuk memperpanjang usia pensiun dikaitkan dengan peningkatan kesehatan dan kemajuan medis saat ini.
Menurutnya, kementerian juga berencana untuk mengubah Undang-Undang Jaminan Sosial dan memperluas manfaat jaminan sosial untuk mencakup 2 juta pekerja migran, termasuk dari Myanmar, Laos, dan Kamboja.
3. Vietnam
Lewat kebijakan baru pemerintah Vietnam, pada tahun 2025 pekerja pria akan pensiun pada usia 61 tahun tiga bulan, sementara wanita akan pensiun pada usia 56 tahun delapan bulan, dikutip dari laman Asia Insurance Review.
Pekerja dalam pekerjaan tertentu, seperti mereka yang bekerja di lingkungan berbahaya atau daerah yang kurang mampu secara ekonomi, dapat pensiun hingga lima tahun lebih awal dari usia standar, asalkan mereka memenuhi persyaratan tertentu.
4. Singapura
Sesuai dengan Undang-Undang Pensiun dan Pekerjaan Kembali (RRA), mulai 1 Juli 2022, usia pensiun minimum adalah 63 tahun. Perusahaan Anda tidak dapat meminta pekerja untuk pensiun sebelum usia tersebut.
Warga Singapura memiliki perlindungan ini jika:
- Warga negara Singapura atau penduduk tetap Singapura
- Bergabung dengan perusahaan sebelum berusia 55 tahun
Dikutip dari laman Kementerian Tenaga Kerja Singapura, karyawan yang berusia 63 tahun dapat terus bekerja di perusahaan jika mereka memenuhi kriteria kelayakan untuk dipekerjakan kembali.
5. Filipina
Usia pensiun wajib di Filipina ditetapkan pada usia 65 tahun, sebagaimana ditetapkan oleh Undang-Undang Republik No. 7641.
Undang-undang ini berlaku untuk pegawai sektor publik dan swasta, memastikan pendekatan yang konsisten dan adil terhadap pensiun di berbagai sektor ketenagakerjaan, dikutip dari laman Links International.
Namun, pegawai yang telah bekerja selama minimal 15 tahun dapat memilih pensiun dini pada usia 60 tahun. Pendekatan yang fleksibel ini mengakui kontribusi pegawai jangka panjang dan memberi mereka pilihan untuk pensiun lebih awal.
Advertisement