Sukses

Perubahan Skema Subsidi BBM Bakal Pukul Daya Beli Masyarakat

Salah satu sektor yang akan terpengaruh langsung adalah transportasi publik terkait perubahan skema subsidi bahan bakar minyak (BBM).

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti menilai, perubahan pada skema subsidi bahan bakar minyak (BBM) diperkirakan berdampak signifikan pada daya beli masyarakat, terutama kelompok menengah ke bawah.

Ia menjelaskan perubahan ini memiliki potensi untuk mempengaruhi berbagai aspek ekonomi, mulai dari biaya transportasi hingga inflasi yang akhirnya menggerus daya beli masyarakat. Salah satu sektor yang akan terpengaruh langsung adalah transportasi publik. Jika subsidi BBM tidak lagi mencakup sektor ini, biaya operasional transportasi publik kemungkinan besar akan meningkat.

"Pasti (mempengaruhi) karena apa misalnya kalau saya usulnya tetap transportasi publik itu tetap dapat," kata Esther kepada Liputan6.com, Jumat (10/1/2025).

Lantaran transportasi merupakan komponen penting dalam biaya input di hampir semua sektor ekonomi, baik di industri maupun rumah tangga. Jika subsidi ini hilang, biaya transportasi akan meningkat, yang pada gilirannya akan berdampak pada biaya produksi barang dan jasa.

Kenaikan biaya produksi ini dapat menimbulkan efek berantai (multiplier effect), menyebabkan harga barang dan jasa naik. Ini akan berimplikasi langsung pada daya beli masyarakat, terutama kelompok menengah ke bawah yang bergantung pada harga-harga barang yang terjangkau.

 

"Kalau gak dapat nanti nendangnya ke mana-mana multiplier effectnya, kan komponen biaya transportasi itu salah satu komponen biaya input dimana-mana, di pabrik, di rumah tangga juga. Kalau itu tidak dapat subsidi itu akan menyebabkan biaya produksi naik dan dampaknya ke kenaikan inflasi," ujarnya.

 

2 dari 4 halaman

Timbulkan Inflasi

Selain itu, adanya inflasi yang dipicu oleh kenaikan biaya produksi ini dapat menggerus daya beli masyarakat. Inflasi berarti harga barang dan jasa meningkat, sementara pendapatan riil masyarakat cenderung stagnan atau tidak meningkat seiring waktu.

Artinya, daya beli konsumen akan menurun, terutama bagi mereka yang berada dalam kelompok menengah ke bawah yang sudah memiliki keterbatasan pengeluaran. "Kalau itu terjadi inflasi, itu membuat income riil kita turun, artinya uang Rp 1 juta untuk 10 item barang, kemudian dari uang Rp 1 juta menjadi 7 item barang, berarti daya belinya konsumen turun," pungkasnya.

3 dari 4 halaman

Bahlil Pastikan Skema Baru BBM Subsidi Jalan Tahun Ini

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengabarkan, penerapan skema baru penyaluran BBM subsidi masih menunggu pengumpulan data konsumen yang berhak menerima. 

Bahlil mengatakan, pengumpulan data calon konsumen BBM subsidi hampir rampung 100 persen. Namun, ia tak ingin berandai-andai kapan itu bisa diselesaikan. 

"Ya 98 (persen) lah ya. Dikit lagi. (Kapan selesai?) Doain ya. Kita akan umumkan nanti di tahun ini," ujar Bahlil di Kantor BPH Migas, Jakarta, Selasa (7/1/2025).

Menurut dia, persoalan utama dalam menerapkan kebijakan penyaluran BBM subsidi tepat sasaran ialah tumpang tindih data. "Selama ini datanya antara Kemensos lain, Pertamina lain, PLN lain. Sekarang datanya seluruhnya dikumpul ke satu pintu lewat BPS," ungkapnya. 

Bahlil menuturkan, proses pengumpulan data calon penerima ini sampai tiga kali mengalami perubahan. Sehingga ia meminta masyarakat bersabar, menanti keputusan final siapa saja yang nantinya berhak menenggak BBM subsidi. 

Sudah tiga kali perubahan, sudah hampir, tinggal sedikit lagi (selesai). Karena kita tidak ingin data-data penerima peralihan subsidi itu tidak tepat sasaran. Karena temanya ini subsidi tepat sasaran.

"Karena datanya antara penerima masih ada yang tumpang tindih. Kita menyatukan semua sumber dari kementerian/lembaga, maupun BUMN yang sumber datanya kita jadikan satu, supaya tidak terjadi tumpang tindih. Masa kita memberikan subsidi kepada orang yang enggak tepat, enggak pas," urainya. 

Pun saat ditanya apakah skema penyalurannya nanti bakal turut mengalami perubahan, Bahlil meminta publik untuk bersabar menunggu. Namun, ia memberi kisi-kisi itu tidak akan jauh berbeda dari yang sebelumnya telah disampaikan. 

"Nanti kalau sudah final semua kita umumkan, termasuk skema dan lainnya. Tapi yang pernah saya omongin itu tidak akan bergeser jauh-jauh dari situ," kata Bahlil. 

 

4 dari 4 halaman

Skema Blending

Adapun sebelumnya, Bahlil memaparkan, salah satu rencana penyaluran BBM subsidi nantinya akan menggunakan skema blending. Dengan tetap memberikan subsidi BBM secara langsung untuk produk kepada kelompok tertentu, sembari melakukan pengalihan subsidi ke bantuan langsung tunai (BLT).

Badan Pusat Statistik (BPS) saat ini tengah menyusun data calon penerima BLT pengganti subsidi BBM. Itu membutuhkan proses lantaran pemerintah tak ingin konversi daripada BBM subsidi tersebut salah sasaran. 

Targetnya, seluruh data siapa saja kelompok yang berhak menenggak BBM subsidi dan penerima BLT akan diumumkan Desember 2024 ini. Termasuk untuk data penerima subsidi listrik. 

Kendati begitu, ia belum bisa memastikan alokasi subsidi ini akan lebih banyak dialihkan untuk komoditas langsung atau kepada BLT. "Nanti setelah diputuskan, kami umumkan," imbuh Bahlil beberapa waktu lalu. 

Namun, Bahlil memperkirakan, seluruh pelaku UMKM nantinya akan dikelompokkan sebagai konsumen yang berhak menenggak langsung BBM subsidi, bukan dalam bentuk BLT. Termasuk para pengemudi ojek online, atau ojol. 

"Terkait dengan UMKM, semua UMKM itu kemungkinan besar akan disubsidikan secara bahan. Jadi kalau dia minyak, kita tidak akan mengalihkan ke BLT. Ojol itu akan masuk dalam kategori UMKM," pungkas dia.

 

Video Terkini