Sukses

YLKI Tegas Tolak Ide Luhut Soal Warga Nunggak Pajak Tak Bisa Perpanjang SIM

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menolak rencana tak bisanya masyarakat perpanjang surat izin mengemudi (SIM) jika tidak membayar pajak.

Liputan6.com, Jakarta - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menolak rencana tak bisanya masyarakat perpanjang surat izin mengemudi (SIM) jika tidak membayar pajak. YLKI mencatat, jumlah pemegang SIM jauh lebih sedikit ketimbang kendaraan bermotor di jalanan.

Pengurus Harian YLKI Agus Suyatno meminta pemerintah seharusnya melihat lebih jauh. Menurutnya, pemerintah harus memperhatikan kondisi ditengah masyarakat.

"Dalam menerbitkan peraturan sebaiknya pemerintah tidak hanya melihat sisi normatifnya saja. Tetapi juga perlu memperhatikan aspek sosiologis dan aspek lainnya," kata Agus kepada Liputan6.com, Jumat (10/1/2025).

Misalnya, pemerintah harus meningkatkan pemahaman masyarakat soal kepemilikan SIM tadi. Pasalnya, jumlah kendaraan bermotor jauh lebih banyak ketimbang pemegang SIM.

Agus mencatat, populasi kendaraan mencapai 120 juta unit yang melenggang di jalanan. Sedangkan, kepemilikan SIM hanya 8,8 juta.

"Alih-alih menolak perpanjangan SIM jika tidak bayar pajak, saat ini jumlah pemegang SIM jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah kendaraan beredar," kata dia.

"Dengan begitu rencana ini justru akan kontraproduktif," sambung Agus.

Sulit Diterapkan

Lebih lanjut, Agus mengatakan usulan Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan tersebut sulit untuk diterapkan. Pasalnya, tak seluruh pemegang kendaraan sesuai dengan bukti administrasinya.

Misalnya, identitas pemegang kendaraan tidak sesuai dengan nama dalam Buku Kepemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB). Sebabnya adalah maraknya penjualan kendaraan bekas.

"Rencana ini juga akan sulit diterapkan. Di Indonesia pemilik kendaraan tidak selalu sama dengan nama yang tertera dalam BPKB ini karena maraknya jual beli kendaraan bekas yang tidak segera balik nama," ucap dia.

2 dari 3 halaman

Luhut Sebut Warga yang Tak Bayar Pajak Tak Bisa Urus SIM hingga Paspor

Dewan Ekonomi Nasional (DEN) telah memberikan rekomendasi kepada Presiden Prabowo Subianto terkait empat pilar digitalisasi utama yang dirancang untuk meningkatkan efisiensi, transparansi dan efektivitas tata kelola negara.

Hal itu disampaikan Kepala Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan saat Konferensi pers, Jakarta, Kamis (9/1/2025). Ia juga menegaskan digitalisasi adalah elemen kunci untuk mempercepat transformasi ekonomi Indonesia. 

Pilar pertama terkait optimalisasi penerimaan negara dengan adanya implementasi sistem Core Tax dan SIMBARA untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pajak dan penerimaan sektor mineral dan batu bara.

"Kedua efisiensi belanja negara dengan digitalisasi sistem e-catalogue versi 6.0 memastikan proses pengadaan barang dan jasa lebih transparan dan efisien," ujar Luhut

Ketiga, kemudahan pelayanan publik, seperti digitalisasi layanan antara lain administrasi kependudukan, SIM, paspor, pendidikan, dan kesehatan untuk meningkatkan akses dan efisiensi pelayanan masyarakat. Sistem digital ini dirancang untuk mengurangi birokrasi berlebih dan memberikan pengalaman yang lebih mudah serta cepat bagi masyarakat.

Contohnya, dalam kasus penyelundupan, dengan adanya integrasi data yang menggunakan teknologi seperti blockchain, semuanya menjadi lebih transparan. Misalnya terkait aktivitas seseorang yang melakukan aktivitas impor barang apa yang diimpor, isi kontainernya, dan sebagainya. Jika datanya akurat dan sesuai, sistem otomatis akan memberikan izin tanpa perlu antre. 

Namun, jika data yang dimasukkan tidak valid, sistem akan memblokir proses tersebut, dan pihaknya akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Jika ditemukan pelanggaran, perusahaan yang bersangkutan bisa diblokir sehingga operasionalnya terhenti.

"Oleh karena itu kita paksa orang itu supaya comply terhadap ketentuan. Kau sudah bayar pajak belum? Kau sudah bayar royalti belum? Itu dengan sistem," ujar dia.

 

3 dari 3 halaman

Penerapan Teknologi

Selain itu, penerapan teknologi ini bisa berdampak pada hal-hal lain. Misalnya, ada seseorang yang tidak bisa mengurus paspor jika belum melunasi pajak. Bahkan, pembaruan izin usaha atau dokumen lain juga bisa terhambat jika kewajiban tertentu belum dipenuhi.

"Kamu ngurus pasportmu tidak bisa karena kamu belum bayar pajak. Kamu enggak bisa, nanti kalau lebih jauh lagi, kau memperbarui izinmu di apa gak bisa. Karena kau belum bayar ini," ujar dia.

Pilar keempat terkait kemudahan berusaha. Nantinya ada penyempurnaan sistem Online Single Submission (OSS) untuk mempercepat proses perizinan usaha dan meningkatkan daya saing investasi di Indonesia.

"Sistem OSS yang lebih terintegrasi ini akan mendorong pertumbuhan usaha kecil dan menengah (UKM) dan menarik lebih banyak investasi langsung," tutur  dia.

Sistem ini akan dilengkapi teknologi Artificial Intelligence (AI) dan big data untuk mendukung teknologi ini untuk meningkatkan transparansi di masyarakat.

"Jadi semua ngerti dan memang ini membuat Indonesia itu betul-betul transparan ke depan dengan mesin. Karena AI itu Artificial Intelligence dengan big data yang kita punya. Yang sedang dibangun terus ini. Itu akan membuat Indonesia ini berubah," kata Luhut.

Video Terkini