Pengusaha rumput laut mengeluhkan kurang validnya data produksi rumput laut yang dilansir pemerintah. Ketidakakuratan data itu menyebabkan para produsen kesulitan menentukan strategi bisnisnya.
Data Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan melansir produksi rumput laut pada 2011 mencapai 5,1 juta ton, meningkat 147,5% dari target 3,5 juta ton.
Sedangkan pada 2012, angka produksi sementara rumput laut menunjukan angka 6,2 juta ton, naik 121,6% dari target 5,1 juta ton.
Ketua Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI), Safari Azis, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (5/6/2013) menyebutkan, data yang tidak tepat merupakan salah satu penyebab tidak adanya pengembangan strategi nasional khusus bagi rumput laut.
Pelaku usaha rumput laut sering disulitkan dengan ketidaksesuaian data produksi yang ada di pemerintah. Hal ini berpengaruh dengan ketepatan metode ukur yang dipakai.
"Rumput Laut jika diukur dalam keadaan basah memang bobotnya menjadi besar. Sementara pengusaha tidak mengenal adanya kondisi basah terutama untuk perdagangan, kecuali untuk keperluan masih bibit," lanjut Safari.
Perbedaan metode ukur, salah satunya terlihat dari data produksi Sulawesi Selatan. Berdasarkan data dari Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sulawesi Selatan, produksi rumput laut pada 2012 mencapai 2.104.446 ton, sementara data dari Biro Statistik dan Ditjen Pengembangan Ekspor Nasional menyebutkan hanya sebanyak 75.763 ton.
ARLI mempertanyakan kemana jumlah produksi rumput laut yang dinyatakan banyak walaupun kondisi musim tidak menentu. “Karena faktanya para eksportir sekarang susah mencari barang," lanjut Safari.
Ia berharap pemerintah dapat membenahi data, agar tata kelola pengembangan rumput lautnya bisa lebih profesional dan pada gilirannya pelaku usaha bisa mengatur strategi bisnisnya.
“Kita harapkan angka produksinya rasional, sehingga partisipasi semua pihak termasuk pengusaha bisa lebih jelas melakukan tata kelola pengembangan rumput laut untuk bisnis," pungkas Safari.(Est/Shd)
Data Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan melansir produksi rumput laut pada 2011 mencapai 5,1 juta ton, meningkat 147,5% dari target 3,5 juta ton.
Sedangkan pada 2012, angka produksi sementara rumput laut menunjukan angka 6,2 juta ton, naik 121,6% dari target 5,1 juta ton.
Ketua Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI), Safari Azis, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (5/6/2013) menyebutkan, data yang tidak tepat merupakan salah satu penyebab tidak adanya pengembangan strategi nasional khusus bagi rumput laut.
Pelaku usaha rumput laut sering disulitkan dengan ketidaksesuaian data produksi yang ada di pemerintah. Hal ini berpengaruh dengan ketepatan metode ukur yang dipakai.
"Rumput Laut jika diukur dalam keadaan basah memang bobotnya menjadi besar. Sementara pengusaha tidak mengenal adanya kondisi basah terutama untuk perdagangan, kecuali untuk keperluan masih bibit," lanjut Safari.
Perbedaan metode ukur, salah satunya terlihat dari data produksi Sulawesi Selatan. Berdasarkan data dari Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sulawesi Selatan, produksi rumput laut pada 2012 mencapai 2.104.446 ton, sementara data dari Biro Statistik dan Ditjen Pengembangan Ekspor Nasional menyebutkan hanya sebanyak 75.763 ton.
ARLI mempertanyakan kemana jumlah produksi rumput laut yang dinyatakan banyak walaupun kondisi musim tidak menentu. “Karena faktanya para eksportir sekarang susah mencari barang," lanjut Safari.
Ia berharap pemerintah dapat membenahi data, agar tata kelola pengembangan rumput lautnya bisa lebih profesional dan pada gilirannya pelaku usaha bisa mengatur strategi bisnisnya.
“Kita harapkan angka produksinya rasional, sehingga partisipasi semua pihak termasuk pengusaha bisa lebih jelas melakukan tata kelola pengembangan rumput laut untuk bisnis," pungkas Safari.(Est/Shd)