Pemerintah dinilai terlambat mengambil keputusan tentang kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Sebab hal itu justru dinilai menyebabkan penghematan anggaran atas kenaikan harga BBM bersubsidi lebih kecil dibandingkan dana kompensasi yang diberikan kepada masyarakat.
Ekonom Institute for Development of Economics ad Finance (INDEF) Fadil Hasan mengatakan jika pemerintah berani memutuskan kenaikan harga BBM bersubsdi pada awal tahun maka negara mampu menghemat anggaran lebih besar.
Kalau pemerintah berani, tegas tuguh, kalau merasa perlu awal tahun bisa dilakukan, kalau minta persetujuan DPR dalam kompensasi bisa dilakukan dalam perubahan APBNP, tapi karena ketidaktegasan momentum itu hilang, kalau awal tahun penghematan signifikan 46 juta kl dikali 1500 berapa jumlahnya?," kata Fadil, di Jakarta, Senin (10/6/2013).
Fadil menambahkan, keputusan kenaikan harga BBM bersubsidi pada bulan ini sampai akhir tahun anggaran yang dihemat hanya sebesar Rp 26 triliun.
Sedangkan dana perlindungan yang bertujuan untuk meringankan beban masyarakat yang terkena imbas inflasi dari kenaikan harga BBM bersubsidi jauh lebih besar dari penghematan anggaran atas kenaikan BBM tersebut.
"Sekarang dalam APBNP ini kenaikan berlaku mungkin bulan sekarang ini sampai akhir tahun Rp 26 triliun, kompensasi Rp 30 triliun, jadi kan gak ada artinya kebijakan kenaikan tidak dilakukan, ini konsekuensi keterlambatan," tegas Fadil.
Dia menduga keterlambatan pemerintah menaikkan harga BBM ini lebih pada dorongan yang bersifat politis, yaitu dengan menggelontorkan program kompensasi saat menjelang tahun politik 2014.
"Kenaikan BBM itu harus dilakukan, kami kecewa kenapa tidak sejak awal tahun pemerintah tidak menaikkan harga BBM ini, karena dampaknya terhadap APBN lebih positif dibandingkan sekarang ini," pungkasnya. (Pew/Nur)
Sebab hal itu justru dinilai menyebabkan penghematan anggaran atas kenaikan harga BBM bersubsidi lebih kecil dibandingkan dana kompensasi yang diberikan kepada masyarakat.
Ekonom Institute for Development of Economics ad Finance (INDEF) Fadil Hasan mengatakan jika pemerintah berani memutuskan kenaikan harga BBM bersubsdi pada awal tahun maka negara mampu menghemat anggaran lebih besar.
Kalau pemerintah berani, tegas tuguh, kalau merasa perlu awal tahun bisa dilakukan, kalau minta persetujuan DPR dalam kompensasi bisa dilakukan dalam perubahan APBNP, tapi karena ketidaktegasan momentum itu hilang, kalau awal tahun penghematan signifikan 46 juta kl dikali 1500 berapa jumlahnya?," kata Fadil, di Jakarta, Senin (10/6/2013).
Fadil menambahkan, keputusan kenaikan harga BBM bersubsidi pada bulan ini sampai akhir tahun anggaran yang dihemat hanya sebesar Rp 26 triliun.
Sedangkan dana perlindungan yang bertujuan untuk meringankan beban masyarakat yang terkena imbas inflasi dari kenaikan harga BBM bersubsidi jauh lebih besar dari penghematan anggaran atas kenaikan BBM tersebut.
"Sekarang dalam APBNP ini kenaikan berlaku mungkin bulan sekarang ini sampai akhir tahun Rp 26 triliun, kompensasi Rp 30 triliun, jadi kan gak ada artinya kebijakan kenaikan tidak dilakukan, ini konsekuensi keterlambatan," tegas Fadil.
Dia menduga keterlambatan pemerintah menaikkan harga BBM ini lebih pada dorongan yang bersifat politis, yaitu dengan menggelontorkan program kompensasi saat menjelang tahun politik 2014.
"Kenaikan BBM itu harus dilakukan, kami kecewa kenapa tidak sejak awal tahun pemerintah tidak menaikkan harga BBM ini, karena dampaknya terhadap APBN lebih positif dibandingkan sekarang ini," pungkasnya. (Pew/Nur)