Sukses

Kebijakan Pertanian Saat Ini Kalah Kuat dari Masa Orde Baru

Pertanian dan pangan menjadi kebutuhan bahkan hampir separuh dari tenaga kerja dan populasi penduduk Indonesia.

Ketua Lembaga Pengkajian, Penelitian dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kadin Didik J Rachbini menilai kebijakan pemerintah saat ini pada sektor pertanian masih sangat kurang, bahkan kalah kuat jika dibandingkan saat masa orde baru.

Padahal, menurut dia, sektor pertanian dan pangan menjadi kebutuhan bahkan hampir separuh dari tenaga kerja dan populasi penduduk Indonesia.

"Output sektor ini hanya sekitar 14% tetapi digeluti 40% tenaga kerja," ujar dia di Jakarta Selatan, Jumat (14/6/2013).

Sektor pertanian berkontribusi besar terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) terbesar kedua setelah sektor industri.

Namun pertumbuhan sektor pertanian justru yang paling fluktuatif dan tidak stabil padahal tanaman bahan makanan merupakan subsektor terbesar dalam sektor pertanian dengan pangsa terhadap PDB sekitar 7% yang hampir sama dengan sektor keuangan.

Sehingga, lanjut dia, tidak mengherankan bila sektor pertanian terutama bahan pangan lebih banyak menjadi penyebab dari inflasi.

"Selama lima tahun terakhir ini terlihat inflasi kelompok bahan makanan dan makanan menjadi lebih tinggi dari kelompok lain seperti beras yang kebutuhannya mencapai 33% dibanding bahan lain. Ini menandakan bahwa pasokannya kurang memadai dibandingkan kebutuhan dan permintaan," kata Didik.

Dia menjelaskan beberapa masalah yang dihadapi sektor pertanian seperti pemilikan lahan per kepala keluarga yang masih sangat rendah dan tergolong paling rendah di dunia terutama sawah untuk tanaman pangan. Ini sangat kontras dengan kepemilikan lahan perkebunan oleh swasta besar dan korporasi luar negeri.

Sebagai perbandingan, luas lahan pertanian di Amerika Serikat (AS) mencapai 175,21 juta hektar dengan populasi 285 juta orang sehingga luas lahan pertanian per kapita sebesar 0,61 hektare (ha) per orang.

Berbeda dengan Indonesia, luas lahan pertanian hanya 7,75 juta ha dengan jumlah penduduk sekitar 240 juta orang sehingga luas lahan per kapita hanya sebesar 0,03 hektar per orang.

Masalah lain yang dihadapi seperti konversi lahan mencapai 113 ribu ha per tahun. Sedangkan pembukaan lahan baru sangat lambat serta adanya konflik lahan yang intensitasnya tinggi.

Maka menurut dia, diperlukan percepatan perluasan lahan pertanian pengganti lahan produktif yang dialihkan menjadi perumahan yang mencapai 113 ribu ha per tahun, membentuk lembaga pertanian, membangun lahan persawahan baru di wilayah timur Indonesia seperti Seram, Papua, Maluku.

"Peningkatan peran Bulog seperti untuk urusan gula dan kedelai serta diperkuat dengan didukung anggaran. Pemerintah juga perlu membangun pasar petani untuk meningkatkan kelembagaan pertanian yang akan menampung petani ditingkat provinsi," tandasnya. (Nur)