Jabatannya sebagai Gubernur Bank Indonesia kerap menempatkan Darmin Nasution pada posisi sulit, terutama bila menghadapi kasus-kasus tindak kejahatan perbankan.
"Perbankan adalah bisnis yang mengutamakan pelayanan dan kepercayaan. Saya tidak boleh main-main dalam menjaga kepercayaan tersebut. Apabila ada bank yang melanggar ketentuan, saya harus tegas memberi sanksi," kata mantan Gubernur BI Darmin Nasution.
Tapi bagaimana kalau bank yang melakukan pelanggaran adalah bank milik sahabat sendiri?
Mantan Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution menceritakan Hilangnya Seorang Sahabat, dalam bukunya 'Bank Sentral Itu Harus Membumi' seperti dikutip Rabu (19/6/2013).
Pengalaman yang tak terlupakan bagi Darmin itu terjadi di suatu sore di tahun 2011. "Saya memanggil kawan saya yang kebetulan adalah pemilik bank yang bermasalah ke Kantor bank Indonesia," cerita Darmin.
Sang kawan tersebut didampingi oleh seluruh anggota direksi bank tersebut. Sementara Darmin didampingi oleh Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah, Direktur Pengawasan BI Budi Armanto dan anggota staf Nanang Hendarsah.
Kasus yang dihadapi bank tersebut cukup berat karena merupakan tindak pidana perbankan. Kepala Cabang salah satu bank itu menggelapkan dana deposito nasabah bernilai ratusan miliar rupiah. Ia bekerja sama dengan direktur keuangan perusahaan nasabah, serta beberapa orang karyawan di bank tersebut mengatur terjadinya kongkalingkong yang menguntungkan diri mereka sendiri.
"Kejahatan tersebut tentunya tidak dilakukan oleh sahabat saya. Namun kurangnya kontrol dari kantor pusat bank ke kantor cabang telah membuka peluang terjadinya penyelewengan tadi," kata Darmin.
Ada oknum yang bisa memanfaatkan kelemahan kontrol di bank tersebut sehingga dapat menggunakan dana nasabah untuk dikelola di luar produk banknya sendiri.
"Kejadian seperti itu mencoreng nama baik industri perbankan nasional dan menguji kredibilitas saya sebagai pimpinan dari otoritas dan pengawas perbankan. Sesaat setelah mendapat laporan terjadinya kejahatan, saya segera menerjunkan Tim Pengawas dari BI untuk melakukan pemeriksaan khusus guna memastikan keadaan sebenarnya," kata Darmin.
Tim Pengawas menemukan adanya pelanggaran ketentuan internal bank serta kelemahan pada penerapan manajemen risiko. Ini tercermin dari kelemahan sistem dan prosedur (SOP) serta pengendalian intern bank tersebut.
Dalam rapat sore itu, Darmin meminta Budi Armanto membacakan sanksi kepada bank tersebut. Beberapa butir sanksi adalah tidak boleh menambah nasabah Deposit on Call (DoC), tidak boleh membuka jaringan kantor baru selama 1 tahun, melakukan fit & proper test terhadap manajemen dan pejabat eksekutif bank, serta memberhentikan pegawai di bawah pejabat eksekutif yang terlibat dalam kasus pembobolan dana nasabah.
"Saya merasakan raut wajah tegang dari pemilik bank tersebut saat sanksi dibacakan. Usai pembacaan, ia menyatakan keberatannya dengan suara yang meninggi. Beberapa kali tangannya saya perhatikan dibentur-benturkan ke meja. Saya diam saja. Saya memahami perasaannya. Saya pun memberikan waktu kepada yang bersangkutan untuk berbicara menanggapi keputusan itu. Namun sanksi sudah dibacakan dan sudah diputuskan,".
"Sebuah keputusan yang berat bagi saya. Bagaimana pun juga, saya harus meletakkan kepentingan masyarakat di atas kepentingan pertemanan. Saya harus mendahulukan kebenaran dan profesionalisme".
Usai pertemuan, kami berpisah. Saat menuju ruang kerja, saya berjalan dalam diam. Nanang, staf saya bertanya,"Kenapa tadi Bapak diam saja saat pemilik bank berbicara dengan nada tinggi. Kelihatan sekali dia sedang marah. Mengapa Bapak tidak terbawa emosi?"
Nanang paham betul dengan temperamen saya yang kerap meledak, apalagi kalau ada yang seperti menantang saya. Biasanya saya suka ikut emosi.
Saya hanya menjawab singkat, "Hari ini, saya baru saja kehilangan seorang sahabat". (Igw)
"Perbankan adalah bisnis yang mengutamakan pelayanan dan kepercayaan. Saya tidak boleh main-main dalam menjaga kepercayaan tersebut. Apabila ada bank yang melanggar ketentuan, saya harus tegas memberi sanksi," kata mantan Gubernur BI Darmin Nasution.
Tapi bagaimana kalau bank yang melakukan pelanggaran adalah bank milik sahabat sendiri?
Mantan Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution menceritakan Hilangnya Seorang Sahabat, dalam bukunya 'Bank Sentral Itu Harus Membumi' seperti dikutip Rabu (19/6/2013).
Pengalaman yang tak terlupakan bagi Darmin itu terjadi di suatu sore di tahun 2011. "Saya memanggil kawan saya yang kebetulan adalah pemilik bank yang bermasalah ke Kantor bank Indonesia," cerita Darmin.
Sang kawan tersebut didampingi oleh seluruh anggota direksi bank tersebut. Sementara Darmin didampingi oleh Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah, Direktur Pengawasan BI Budi Armanto dan anggota staf Nanang Hendarsah.
Kasus yang dihadapi bank tersebut cukup berat karena merupakan tindak pidana perbankan. Kepala Cabang salah satu bank itu menggelapkan dana deposito nasabah bernilai ratusan miliar rupiah. Ia bekerja sama dengan direktur keuangan perusahaan nasabah, serta beberapa orang karyawan di bank tersebut mengatur terjadinya kongkalingkong yang menguntungkan diri mereka sendiri.
"Kejahatan tersebut tentunya tidak dilakukan oleh sahabat saya. Namun kurangnya kontrol dari kantor pusat bank ke kantor cabang telah membuka peluang terjadinya penyelewengan tadi," kata Darmin.
Ada oknum yang bisa memanfaatkan kelemahan kontrol di bank tersebut sehingga dapat menggunakan dana nasabah untuk dikelola di luar produk banknya sendiri.
"Kejadian seperti itu mencoreng nama baik industri perbankan nasional dan menguji kredibilitas saya sebagai pimpinan dari otoritas dan pengawas perbankan. Sesaat setelah mendapat laporan terjadinya kejahatan, saya segera menerjunkan Tim Pengawas dari BI untuk melakukan pemeriksaan khusus guna memastikan keadaan sebenarnya," kata Darmin.
Tim Pengawas menemukan adanya pelanggaran ketentuan internal bank serta kelemahan pada penerapan manajemen risiko. Ini tercermin dari kelemahan sistem dan prosedur (SOP) serta pengendalian intern bank tersebut.
Dalam rapat sore itu, Darmin meminta Budi Armanto membacakan sanksi kepada bank tersebut. Beberapa butir sanksi adalah tidak boleh menambah nasabah Deposit on Call (DoC), tidak boleh membuka jaringan kantor baru selama 1 tahun, melakukan fit & proper test terhadap manajemen dan pejabat eksekutif bank, serta memberhentikan pegawai di bawah pejabat eksekutif yang terlibat dalam kasus pembobolan dana nasabah.
"Saya merasakan raut wajah tegang dari pemilik bank tersebut saat sanksi dibacakan. Usai pembacaan, ia menyatakan keberatannya dengan suara yang meninggi. Beberapa kali tangannya saya perhatikan dibentur-benturkan ke meja. Saya diam saja. Saya memahami perasaannya. Saya pun memberikan waktu kepada yang bersangkutan untuk berbicara menanggapi keputusan itu. Namun sanksi sudah dibacakan dan sudah diputuskan,".
"Sebuah keputusan yang berat bagi saya. Bagaimana pun juga, saya harus meletakkan kepentingan masyarakat di atas kepentingan pertemanan. Saya harus mendahulukan kebenaran dan profesionalisme".
Usai pertemuan, kami berpisah. Saat menuju ruang kerja, saya berjalan dalam diam. Nanang, staf saya bertanya,"Kenapa tadi Bapak diam saja saat pemilik bank berbicara dengan nada tinggi. Kelihatan sekali dia sedang marah. Mengapa Bapak tidak terbawa emosi?"
Nanang paham betul dengan temperamen saya yang kerap meledak, apalagi kalau ada yang seperti menantang saya. Biasanya saya suka ikut emosi.
Saya hanya menjawab singkat, "Hari ini, saya baru saja kehilangan seorang sahabat". (Igw)