Meski pemerintah Indonesia mengaku polusi udara dari sejumlah kebarakan lahan di Sumatera telah berkurang drastis, tapi Singapura merasa masalah ini akan menjadi penghancur bisnisnya setiap tahun.
Kiriman kabut asap dari Indonesia dianggap merusak citra bersih (green identity) Singapura yang selama ini menjadi daya tarik bagi perusahaan-perusahaan asing untuk berinvestasi.
Seperti dilansir dari Environmental Technology, Selasa (2/7/2013), hingga saat ini, pemerintah Indonesia masih terus berupaya mengendalikan kabut asap yang belakangan mengganggu kegiatan masyarakat Malaysia dan Singapura. Hujan buatan dan angin yang dihasilkannya terus dibuat demi mengatasi kebakaran di Sumatera.
Kebakaran di Indonesia dengan serangan kabut asapnya sudah menjadi tradisi tahunan untuk kedua negara tetangga tersebut. Namun tahun ini, tingkat polusi udara jauh lebih tinggi daripada yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya.
Pemerintah Singapura khawatir tingkat bahaya polusi udara akan semakin tinggi di tahun-tahun mendatang, yang jelas akan merusak reputasinya sebagai negara dengan lingkungan yang bersih.
Selama ini, Singapura dikenal sebagai tempat ideal berinvestasi bagi perusahaan asing karena kualitas hidupnya yang tinggi, infrastruktur yang baik dan citra lingkungannya yang bersih.
Namun, dengan kemungkinan tingginya polusi udara sebagai masalah tahunan Singapura, banyak perusahaan asing harus menanggung risiko kerugian dengan berinvestasi di sana.
Terbukti dengan memburuknya kabut asap selama Juni lalu, banyak perusahaan tak bisa beroperasi dan harus memulangkan karyawannya.
Direktur Pengelola perusahaan Amerika Serikat Galaviz and Company, Jonathan Galaviz mengatakan, reputasi Singapura sebagai tempat tinggal yang bersih lingkungan kian berisiko jika masalah kabut asap terus memburuk setiap tahun. Terlebih jika tak ada solusi nyata yang dilakukan.
Para ekonom memperkirakan jika tingginya tingkat polusi udara terus terjadi setiap tahun, maka akan terjadi penurunan besar di bidang pariwisata negara. Rata-rata kunjungan wisatawan internasional saat ini berkisar di angka 40 ribu per hari dan bisa mengalami penurunan tajam. Tak hanya itu, perusahaan asing juga akan pindah ke negara lain.
"Jika tingkat bahaya kabut asap meningkat dalam jangka waktu berkepanjangan, hingga mencapai level darurat, maka para pengusaha akan mengalihkan operasinya ke pusat-pusat bisnis internasional yang lain," jelas Kepala Ekonom Asia Pasifik di IHS Global Insight, Rajiv Biswas. (Sis/Igw)
Kiriman kabut asap dari Indonesia dianggap merusak citra bersih (green identity) Singapura yang selama ini menjadi daya tarik bagi perusahaan-perusahaan asing untuk berinvestasi.
Seperti dilansir dari Environmental Technology, Selasa (2/7/2013), hingga saat ini, pemerintah Indonesia masih terus berupaya mengendalikan kabut asap yang belakangan mengganggu kegiatan masyarakat Malaysia dan Singapura. Hujan buatan dan angin yang dihasilkannya terus dibuat demi mengatasi kebakaran di Sumatera.
Kebakaran di Indonesia dengan serangan kabut asapnya sudah menjadi tradisi tahunan untuk kedua negara tetangga tersebut. Namun tahun ini, tingkat polusi udara jauh lebih tinggi daripada yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya.
Pemerintah Singapura khawatir tingkat bahaya polusi udara akan semakin tinggi di tahun-tahun mendatang, yang jelas akan merusak reputasinya sebagai negara dengan lingkungan yang bersih.
Selama ini, Singapura dikenal sebagai tempat ideal berinvestasi bagi perusahaan asing karena kualitas hidupnya yang tinggi, infrastruktur yang baik dan citra lingkungannya yang bersih.
Namun, dengan kemungkinan tingginya polusi udara sebagai masalah tahunan Singapura, banyak perusahaan asing harus menanggung risiko kerugian dengan berinvestasi di sana.
Terbukti dengan memburuknya kabut asap selama Juni lalu, banyak perusahaan tak bisa beroperasi dan harus memulangkan karyawannya.
Direktur Pengelola perusahaan Amerika Serikat Galaviz and Company, Jonathan Galaviz mengatakan, reputasi Singapura sebagai tempat tinggal yang bersih lingkungan kian berisiko jika masalah kabut asap terus memburuk setiap tahun. Terlebih jika tak ada solusi nyata yang dilakukan.
Para ekonom memperkirakan jika tingginya tingkat polusi udara terus terjadi setiap tahun, maka akan terjadi penurunan besar di bidang pariwisata negara. Rata-rata kunjungan wisatawan internasional saat ini berkisar di angka 40 ribu per hari dan bisa mengalami penurunan tajam. Tak hanya itu, perusahaan asing juga akan pindah ke negara lain.
"Jika tingkat bahaya kabut asap meningkat dalam jangka waktu berkepanjangan, hingga mencapai level darurat, maka para pengusaha akan mengalihkan operasinya ke pusat-pusat bisnis internasional yang lain," jelas Kepala Ekonom Asia Pasifik di IHS Global Insight, Rajiv Biswas. (Sis/Igw)