PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) melihat ceruk pasar yang besar terhadap bisnis produksi kondom di tanah air. Pasalnya kebutuhan kondom di Indonesia bisa mencapai lebih dari 129 juta buah setiap tahun. Â
Humas RNI, Budi Perbawa Aji mengungkapkan, jumlah permintaan kondom di pasar domestik saja bisa melampaui angka 900 ribu gross per tahun.
Dengan perhitungan satu gross sebanyak 144 buah, maka kebutuhan kondom di Indonesia sebanyak 129,6 juta buah kondom per tahun. Â
"Jumlah 900 ribu gross itu adalah kapasitas produksi kondom di pabrik kami. Tapi permintaan lebih dari angka tersebut, namun tidak selalu datang permintaannya," kata dia di Jakarta, baru-baru ini.
Selama ini, menurut Budi, pihaknya lebih banyak bermain di pasar pemerintah. Artinya sebagian besar order atau pesanan kondom RNI berasal dari pemerintah ketimbang pasar ritel, terutama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Direktur Utama RNI Ismed Hasan Putro sebelumnya menyebut, order kondom dari BKKBN setiap tahun sebesar 450 ribu gross. Sedangkan untuk penjualan ritel hanya sekitar 50 ribu buah per tahun.
Ke depan, Budi menambahkan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini bakal membalik pangsa pasar bisnis kondom menjadi 40% dari pasar pemerintah dan 60% pasar ritel. Awalnya 60% pemerintah dan 40% ritel.
"Jujur saja bermain di pasar pemerintah, marjinnya tipis sehingga tahun lalu kontribusi dari penjualan kondom ke pendapatan konsolidasi hanya Rp 19 miliar. Makanya kami ingin main di ritel dengan tidak hanya menjadikan kondom sebagai alat kontrasepsi saja karena produksi kondom kami sangat berkualitas," papar dia.
Untuk itu, sayap usaha RNI, PT Mitra Rajawali Banjaran (MRB) sebagai perusahaan yang memproduksi kondom 'Meong' bakal menjadi unit usaha dari anak usaha RNI lain, PT Phapros.
Penggabungan MRB dengan perusahaan farmasi yang memproduksi obat anti mabuk 'Antimo' rencananya akan berlangsung mulai tahun depan. (Fik/Nur)
Humas RNI, Budi Perbawa Aji mengungkapkan, jumlah permintaan kondom di pasar domestik saja bisa melampaui angka 900 ribu gross per tahun.
Dengan perhitungan satu gross sebanyak 144 buah, maka kebutuhan kondom di Indonesia sebanyak 129,6 juta buah kondom per tahun. Â
"Jumlah 900 ribu gross itu adalah kapasitas produksi kondom di pabrik kami. Tapi permintaan lebih dari angka tersebut, namun tidak selalu datang permintaannya," kata dia di Jakarta, baru-baru ini.
Selama ini, menurut Budi, pihaknya lebih banyak bermain di pasar pemerintah. Artinya sebagian besar order atau pesanan kondom RNI berasal dari pemerintah ketimbang pasar ritel, terutama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Direktur Utama RNI Ismed Hasan Putro sebelumnya menyebut, order kondom dari BKKBN setiap tahun sebesar 450 ribu gross. Sedangkan untuk penjualan ritel hanya sekitar 50 ribu buah per tahun.
Ke depan, Budi menambahkan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini bakal membalik pangsa pasar bisnis kondom menjadi 40% dari pasar pemerintah dan 60% pasar ritel. Awalnya 60% pemerintah dan 40% ritel.
"Jujur saja bermain di pasar pemerintah, marjinnya tipis sehingga tahun lalu kontribusi dari penjualan kondom ke pendapatan konsolidasi hanya Rp 19 miliar. Makanya kami ingin main di ritel dengan tidak hanya menjadikan kondom sebagai alat kontrasepsi saja karena produksi kondom kami sangat berkualitas," papar dia.
Untuk itu, sayap usaha RNI, PT Mitra Rajawali Banjaran (MRB) sebagai perusahaan yang memproduksi kondom 'Meong' bakal menjadi unit usaha dari anak usaha RNI lain, PT Phapros.
Penggabungan MRB dengan perusahaan farmasi yang memproduksi obat anti mabuk 'Antimo' rencananya akan berlangsung mulai tahun depan. (Fik/Nur)