Pelaku usaha otomotif nasional menilai Indonesia masih akan sulit memiliki kendaraan super murah seperti yang ada di India, di mana harga mobil murah hanya sekitar Rp 40 juta.
Hal itu mengingat pembelian mobil di Indonesia masih terbebani dengan berbagai biaya seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Bea Balik Nama.
Sementara aturan mobil murah dan hemat energi (low cost and green car/LCGC), yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013 baru membebaskan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM).
"Struktur Perpajakan di Indonesia berbeda dengan India, di sini yang dibebaskan hanya PPnBM sedangkan PPN tidak dibebaskan, ada lagi bea balik nama, itu tidak dibebaskan," ujar Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Jongkie D Sugiarto saat berbincang dengan Liputan6.com, Rabu (3/7/2013).
Kalaupun pemerintah menetapkan harga LCGC maksimal Rp 95 juta per unit, itu masih belum dengan pajak yang mesti dibayar masyarakat saat membeli.
Seperti diketahui, Pemerintah akhirnya menetapkan harga jual mobil murah dan hemat energi (low cost and green car/LCGC) secara off the road atau sebelum pajak dengan ketentuan setinggi-tingginya Rp 95 juta per unit.
Menteri Perindustrian MS Hidayat dalam pesan singkatnya kepada Liputan6.com, memastikan dirinya sudah menandatangani surat keputusan (SK) mengenai aturan teknis kendaraan murah tersebut.
Setelah patokan harga diumumkan, produsen selanjutnya sudah bisa mengajukan formulir pendaftaran aplikasi rencana penggunaan kendaraan bermotor (RPKB) untuk bisa memproduksi dan memasarkan LCGC.
Pada prinsipnya, menurut Jongkie, pengusaha menyambut baik dengan kebijakan pemerintah terkait mobil murah dan hemat energi tersebut yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013 dan ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 23 Mei 2013.
Kebijakan ini dinilai akan menciptakan segmen pasar tersendiri di masyarakat. "Ini akan menarik produsen mempunyai produk dan mampu mengikuti aturan main, di mana akan ada segmen tersendiri yang terbentuk," jelas dia.
Namun dia menolak menuturkan apakah besaran penetapan harga maksimal Rp 95 juta per unit merupakan hitungan logis bagi pengusaha. Itu semua, jelas dia, kembali kepada kemampuan masing-masing produsen dan kebijakan yang mereka keluarkan.
Dia juga menjawab kekhawatiran masyarakat jika semakin murah harga mobil maka komponen yang didapat minimalis.
"Mana mungkin produsen membuat kendaraan dengan kualitas jelek, semua pasti bagus. Merek apapun akan menjaga kualitasnya karena jika tidak maka tidak akan dibeli orang," tutur dia. (Nur/*)
Hal itu mengingat pembelian mobil di Indonesia masih terbebani dengan berbagai biaya seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Bea Balik Nama.
Sementara aturan mobil murah dan hemat energi (low cost and green car/LCGC), yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013 baru membebaskan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM).
"Struktur Perpajakan di Indonesia berbeda dengan India, di sini yang dibebaskan hanya PPnBM sedangkan PPN tidak dibebaskan, ada lagi bea balik nama, itu tidak dibebaskan," ujar Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Jongkie D Sugiarto saat berbincang dengan Liputan6.com, Rabu (3/7/2013).
Kalaupun pemerintah menetapkan harga LCGC maksimal Rp 95 juta per unit, itu masih belum dengan pajak yang mesti dibayar masyarakat saat membeli.
Seperti diketahui, Pemerintah akhirnya menetapkan harga jual mobil murah dan hemat energi (low cost and green car/LCGC) secara off the road atau sebelum pajak dengan ketentuan setinggi-tingginya Rp 95 juta per unit.
Menteri Perindustrian MS Hidayat dalam pesan singkatnya kepada Liputan6.com, memastikan dirinya sudah menandatangani surat keputusan (SK) mengenai aturan teknis kendaraan murah tersebut.
Setelah patokan harga diumumkan, produsen selanjutnya sudah bisa mengajukan formulir pendaftaran aplikasi rencana penggunaan kendaraan bermotor (RPKB) untuk bisa memproduksi dan memasarkan LCGC.
Pada prinsipnya, menurut Jongkie, pengusaha menyambut baik dengan kebijakan pemerintah terkait mobil murah dan hemat energi tersebut yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013 dan ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 23 Mei 2013.
Kebijakan ini dinilai akan menciptakan segmen pasar tersendiri di masyarakat. "Ini akan menarik produsen mempunyai produk dan mampu mengikuti aturan main, di mana akan ada segmen tersendiri yang terbentuk," jelas dia.
Namun dia menolak menuturkan apakah besaran penetapan harga maksimal Rp 95 juta per unit merupakan hitungan logis bagi pengusaha. Itu semua, jelas dia, kembali kepada kemampuan masing-masing produsen dan kebijakan yang mereka keluarkan.
Dia juga menjawab kekhawatiran masyarakat jika semakin murah harga mobil maka komponen yang didapat minimalis.
"Mana mungkin produsen membuat kendaraan dengan kualitas jelek, semua pasti bagus. Merek apapun akan menjaga kualitasnya karena jika tidak maka tidak akan dibeli orang," tutur dia. (Nur/*)