Direktur Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Agung Kuswandono mengeluh selalu menerima cercaan dan hujatan yang ditujukan kepada lembaganya terkait persoalan waktu tunggu bongkar muat (dwelling time) di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.
"Kami sering dihujat sana-sini gara-gara dwelling time yang masih berkisar 7 hari sampai 8 hari. Posisi ini sangat melemahkan Bea Cukai, tapi kami tidak mau berpolemik karena kami sudah mengambil langkah-langkah strategis," ungkap dia di Jakarta, Selasa (9/7/2013).
Agung menjelaskan, lamanya dwelling time terjadi karena terdapat lebih dari 40 Tempat Penimbunan Sementara (TSP) peti kemas di area pelabuhan. Membandingkan dengan pelabuhan Singapura, idealnya hanya terdapat satu TPS.
"TPS ini terkotak-kotak dan ada sebanyak 40 TPS yang tersebar di 70 lokasi di pelabuhan. Setiap TPS mempunyai entitas masing-masing, kalau tidak bisa di TPS satu, pindah ke TPS lain sehingga membutuhkan biaya tambahan yang akan dibebankan pada importir," jelas dia.
Kondisi ini diperparah dengan ketentuan setiap barang ekspor dan impor yang masuk atau keluar memerlukan izin dari 18 pemangku kepentingan seperti Badan Karantina, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Kementerian Perindustrian dan institusi lainnya.
"Biasanya waktu terlama ada di proses pemeriksaan fisik pre custom clearence untuk jalur merah (yang berisiko tinggi) dan butuh pengawasan ketat bisa memakan waktu 11,16 hari. Sedangkan waktu proses tahapan custom clearence oleh Bea Cukai 4,23 hari, jadi rata-rata waktunya 1,13 hari," tambah Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea Cukai Tanjung Priok, B Wiyanta B.M.
Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan, Mahendra Siregar menuturkan, pihaknya dan Ditjen Bea Cukai bakal menggelar rapat intensif terkait mekanisme penetapan biaya long stay peti kemas di pelabuhan supaya tidak terjadi penumpukan kembali.
"Kami sudah identifikasi beberapa hal yang bisa dilakukan dalam waktu segera. Tapi untuk yang permanen, kami akan lakukan langkah-langkah struktural, seperti dalam rapat Rabu (10/7/2013) kami sudah langsung harus dapat petanya siapa yang bertanggung jawab atas TPFT dan koreksinya," papar dia.
Mahendra mengaku, pemanfaatan TPFT akan semakin maksimal dengan menambah jam operasional hingga 23.00 WIB sehingga lebih tinggi utilitasnya.
"Itu aksi konkret dan hasilnya mulai kelihatan. Tapi kami berpacu dengan waktu, karena barang yang keluar masuk di Tanjung Priok melonjak setiap tahunnya karena peningkatan pertumbuhan ekonomi. Ini harus disadari bukan saja kompleksitas di Priok tapi Indonesia juga terus tumbuh yang mendorong kami terus efisien," tukasnya.
Kemenkeu menargetkan waktu tunggu bongkar muat dapat lebi cepat dari biasanya 6 hari. Sayangnya, dia belum bersedia menyebutkan kepastian target penurunan dwelling time.(Fik/Shd)
"Kami sering dihujat sana-sini gara-gara dwelling time yang masih berkisar 7 hari sampai 8 hari. Posisi ini sangat melemahkan Bea Cukai, tapi kami tidak mau berpolemik karena kami sudah mengambil langkah-langkah strategis," ungkap dia di Jakarta, Selasa (9/7/2013).
Agung menjelaskan, lamanya dwelling time terjadi karena terdapat lebih dari 40 Tempat Penimbunan Sementara (TSP) peti kemas di area pelabuhan. Membandingkan dengan pelabuhan Singapura, idealnya hanya terdapat satu TPS.
"TPS ini terkotak-kotak dan ada sebanyak 40 TPS yang tersebar di 70 lokasi di pelabuhan. Setiap TPS mempunyai entitas masing-masing, kalau tidak bisa di TPS satu, pindah ke TPS lain sehingga membutuhkan biaya tambahan yang akan dibebankan pada importir," jelas dia.
Kondisi ini diperparah dengan ketentuan setiap barang ekspor dan impor yang masuk atau keluar memerlukan izin dari 18 pemangku kepentingan seperti Badan Karantina, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Kementerian Perindustrian dan institusi lainnya.
"Biasanya waktu terlama ada di proses pemeriksaan fisik pre custom clearence untuk jalur merah (yang berisiko tinggi) dan butuh pengawasan ketat bisa memakan waktu 11,16 hari. Sedangkan waktu proses tahapan custom clearence oleh Bea Cukai 4,23 hari, jadi rata-rata waktunya 1,13 hari," tambah Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea Cukai Tanjung Priok, B Wiyanta B.M.
Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan, Mahendra Siregar menuturkan, pihaknya dan Ditjen Bea Cukai bakal menggelar rapat intensif terkait mekanisme penetapan biaya long stay peti kemas di pelabuhan supaya tidak terjadi penumpukan kembali.
"Kami sudah identifikasi beberapa hal yang bisa dilakukan dalam waktu segera. Tapi untuk yang permanen, kami akan lakukan langkah-langkah struktural, seperti dalam rapat Rabu (10/7/2013) kami sudah langsung harus dapat petanya siapa yang bertanggung jawab atas TPFT dan koreksinya," papar dia.
Mahendra mengaku, pemanfaatan TPFT akan semakin maksimal dengan menambah jam operasional hingga 23.00 WIB sehingga lebih tinggi utilitasnya.
"Itu aksi konkret dan hasilnya mulai kelihatan. Tapi kami berpacu dengan waktu, karena barang yang keluar masuk di Tanjung Priok melonjak setiap tahunnya karena peningkatan pertumbuhan ekonomi. Ini harus disadari bukan saja kompleksitas di Priok tapi Indonesia juga terus tumbuh yang mendorong kami terus efisien," tukasnya.
Kemenkeu menargetkan waktu tunggu bongkar muat dapat lebi cepat dari biasanya 6 hari. Sayangnya, dia belum bersedia menyebutkan kepastian target penurunan dwelling time.(Fik/Shd)