PT Bank Danamon Tbk membantah mengetahui transaksi yang dikeluhkan salah satu nasabahnya dari Bank Danamon cabang Depok. Bank yang sahamnya dikuasai pengusaha Singapura ini mengatakan pihak perbankan tak mengetahui apapun mengenai data-data pribadi nasabah termasuk Personal Identification Number (PIN).
Dalam kasus ini, nasabah mengeluhkan bahwa telah terjadi transaksi transfer dana atau pemindahbukuan dari satu rekening ke rekening Bank Dnamon lain menggunakan PIN (Personal Identification Number) sejumlah Rp 43,9 juta. Namun nasabah yang bersangkutan mengaku tidak pernah melakukan transaksi tersebut.
Menanggapi tudingan tersbeut, Direktur Kepatuhan Bank Danamon, Fransisca Oei mengakui pihaknya memang telah menerima komplain dari nasabah sekitar Mei 2010. Transaksi sendiri dilakukan melalui fasilitas phone banking.
"Nasabah ini mempunyai service phone banking menggunakan PIN. PIN ini dibuat 7 Januari 2010. Dimana Bank Danamon tidak bisa mengetahui PIN," ungkapnya dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI DPR RI di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (10/7/2013).
Menurut Francisca, transaksi pemindahbukuan tersebut dilakukan pada 18 Maret 2010. Sebelumnya, dalam pembuatan rekening dan pengaktifan PIN, nasabah diwajibkan menandatangani beberapa formulir yang salah satu poinnya menjaga kerahasiaan PIN.
"Mengenai PIN sifatnya sangat rahasia serta personal, maka diingatkan agar nasabah menjaga kerahasiaan PIN dan hal ini sepenuhnya menjadi tanggung jwab nasabah, pada saat nasabah pengaktifan PIN kami pun tidak dapat mengetahui PIN tersebut," ungkap Fransisca.
Menanggapi pernyataan Bank Danamon, Wakil Ketua Komisi XI DPR, Harry Azar Aziz memperingatkan Bank Danamon untuk tidak terlalu berpegang teguh terhadap pernyataannya dan mencoba untuk melihat dari sisi lain. Hal itu dilakukan karena dirinya merasa pernah menerima statemen dari nasabah yang merasa dirugikan.
"Yang bersangkutan ada statement-nya, saya pernah terima, jadi Bank Danamon jangan PD dulu, mungkin saja ada hacker. Tapi kalau Danamon tetap seperti itu, ya kasus tidak akan selesai," pungkas Harry. (Yas/Shd)
Dalam kasus ini, nasabah mengeluhkan bahwa telah terjadi transaksi transfer dana atau pemindahbukuan dari satu rekening ke rekening Bank Dnamon lain menggunakan PIN (Personal Identification Number) sejumlah Rp 43,9 juta. Namun nasabah yang bersangkutan mengaku tidak pernah melakukan transaksi tersebut.
Menanggapi tudingan tersbeut, Direktur Kepatuhan Bank Danamon, Fransisca Oei mengakui pihaknya memang telah menerima komplain dari nasabah sekitar Mei 2010. Transaksi sendiri dilakukan melalui fasilitas phone banking.
"Nasabah ini mempunyai service phone banking menggunakan PIN. PIN ini dibuat 7 Januari 2010. Dimana Bank Danamon tidak bisa mengetahui PIN," ungkapnya dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI DPR RI di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (10/7/2013).
Menurut Francisca, transaksi pemindahbukuan tersebut dilakukan pada 18 Maret 2010. Sebelumnya, dalam pembuatan rekening dan pengaktifan PIN, nasabah diwajibkan menandatangani beberapa formulir yang salah satu poinnya menjaga kerahasiaan PIN.
"Mengenai PIN sifatnya sangat rahasia serta personal, maka diingatkan agar nasabah menjaga kerahasiaan PIN dan hal ini sepenuhnya menjadi tanggung jwab nasabah, pada saat nasabah pengaktifan PIN kami pun tidak dapat mengetahui PIN tersebut," ungkap Fransisca.
Menanggapi pernyataan Bank Danamon, Wakil Ketua Komisi XI DPR, Harry Azar Aziz memperingatkan Bank Danamon untuk tidak terlalu berpegang teguh terhadap pernyataannya dan mencoba untuk melihat dari sisi lain. Hal itu dilakukan karena dirinya merasa pernah menerima statemen dari nasabah yang merasa dirugikan.
"Yang bersangkutan ada statement-nya, saya pernah terima, jadi Bank Danamon jangan PD dulu, mungkin saja ada hacker. Tapi kalau Danamon tetap seperti itu, ya kasus tidak akan selesai," pungkas Harry. (Yas/Shd)