Hari ini dalam sejarah industri elektronik di Indonesia, PT Nipress Tbk (NIPS) menjadi satu-satunya perusahaan yang berhasil memproduksi baterai lithium pertama di Indonesia. Baterai ini nantinya akan menjadi pemasok utama mobil listrik yang rencananya akan mulai diproduksi pada 2014.
Namun, ternyata mobil ramah lingkungan itu, memiliki sejumlah kelemahan dibanding mobil berbahan bakar minyak (BBM). Apa saja kelemahan tersebut.
"Dari sisi harga, baterainya itu mahal, dan umurnya lebih cepat dari umur mobil itu sendiri,"ungkap Direktur Operasional PT Nipress Richard Tandiono di sela-sela peresmian pabrik baterai lithium pertama milik PT Nipress, di Cileungsi, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (13/7/2013)
Kelemahan kedua yaitu, dari sisi infrastruktur mobil listrik yang memerlukan alat dan sarana untuk menambah daya (charger) untuk baterai. Alat dan sarana itu harus tersedia di tempat umum maupun di rumah pemilik mobil.
Pelemahan mobil listrik yang ketiga adalah pengembangan mobil listrik yang juga perlu dibarengi dengan mengubah kebiasaan masyarakat yang lebih terbiasa mengisi BBM di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU)
"Sedangkan kendala lain yakni industri oposisi, yakni kendaraan konvensional berbahan bakar minyak, jadi nanti kebiasaan sudah mobil listrik dibawa ke SPBU, kan tidak ada hubungannya,"kata Richard.
Namun, Richard berpendapat pengembangan mobil listrik berdaya baterai lithium masih sangat menjanjikan. Dia menilai Indonesia bisa menjadi pelopor dalam pengembangan mobil listrik. Apalagi PT PLN (Persero) sudah menyatakan kesiapannya untuk memproduksi alat pengisi baterai mobil listrik. (Yas/Ndw)
Namun, ternyata mobil ramah lingkungan itu, memiliki sejumlah kelemahan dibanding mobil berbahan bakar minyak (BBM). Apa saja kelemahan tersebut.
"Dari sisi harga, baterainya itu mahal, dan umurnya lebih cepat dari umur mobil itu sendiri,"ungkap Direktur Operasional PT Nipress Richard Tandiono di sela-sela peresmian pabrik baterai lithium pertama milik PT Nipress, di Cileungsi, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (13/7/2013)
Kelemahan kedua yaitu, dari sisi infrastruktur mobil listrik yang memerlukan alat dan sarana untuk menambah daya (charger) untuk baterai. Alat dan sarana itu harus tersedia di tempat umum maupun di rumah pemilik mobil.
Pelemahan mobil listrik yang ketiga adalah pengembangan mobil listrik yang juga perlu dibarengi dengan mengubah kebiasaan masyarakat yang lebih terbiasa mengisi BBM di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU)
"Sedangkan kendala lain yakni industri oposisi, yakni kendaraan konvensional berbahan bakar minyak, jadi nanti kebiasaan sudah mobil listrik dibawa ke SPBU, kan tidak ada hubungannya,"kata Richard.
Namun, Richard berpendapat pengembangan mobil listrik berdaya baterai lithium masih sangat menjanjikan. Dia menilai Indonesia bisa menjadi pelopor dalam pengembangan mobil listrik. Apalagi PT PLN (Persero) sudah menyatakan kesiapannya untuk memproduksi alat pengisi baterai mobil listrik. (Yas/Ndw)