Sukses

Ongkos Bajaj Baru Bakal Lebih Mahal

Sopir bajaj yang sebelumnya hanya dikenakan tarif Rp 40 ribu per hari kini harus menyetor Rp 110 ribu.

Keputusan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta meremajakan bajaj baru dengan kendaraan yang lebih ramah lingkungan berdampak pada makin tingginya setoran yang harus ditanggung para sopir. Jika sebelumnya setoran berkisar Rp 40 ribu per hari, kini para sopir bajaj berbahan bakar gas ini harus bisa membawa pulang uang Rp 110 ribu.

Naiknya jumlah setoran itu tak terlepas dari berubahnya status kepemilikan dari bajaj yang digunakan para sopir. Jika sebelumnya, sopir menjadi pemilik dari bajaj yang dimiliki, kini justru kendaraan roda tiga ini menjadi milik pengusaha.

"Duli waktu yang orange itu setorannya cuma Rp 40 ribu seharinya kalau ini kan Rp 110 ribu," ujar salah satu sopir bajaj, Caridi, saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Senin (15/6/2013)

Menurut Caridi, setoran yang diwajibkan para pengusaha bajaj tersebut tidak sesuai dengan harga beli bajaj per unitnya. Bajaj Wanhu diketahui membutuhkan nilai investasi peremajaan sebesar Rp 50 juta dan harga jual per unit sebesar Rp 73 juta. "Kalau bajaj yang biru (kancil) itu kan harganya Rp 120 juta jadi ya wajar setorannya Rp 120 ribu per harinya, kalau ini harga segitu setorannya Rp 110 ribu, kan nggak adil,"jelasnya.

Lebih lanjut Caridi mengungkapkan selama masa peremajaan, dirinya sempat menganggur selama satu bulan sebelum Bajaj Wanhu selesai diproduksi. Saat itu, dirinya mendapat informasi jika setoran untuk bajaj wanhu hanya sebesar Rp 80 ribu.

"Ya kalaupun harus dinaikkan dari isunya dulu paling tidak mentok cepek lah. Kalau memang harus setor segitu ya penumpang yang biasanya bayar Rp 20 ribu mau nggak mau kita naikkan jadi Rp 25 ribu atau Rp 30 ribu lah," kata dia.

Pool Tersendiri

Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta, Udar Pristono berharap keberadaan bajaj baru ini bakal didukung dengan keberadaan pusat pemberhentian (pool) di beberapa wilayah Ibu Kota ini. Hal ini untuk mencegah adanya supir tembak dan demi menjaga kualitas pengendara supaya para penumpang aman dalam perjalanan.

"Perlu prasarana yang baik, kita usahakan mereka berangkat dari pull, tapi di dalam pull itu ada ruang pemerikasaan, pemerikasaan mobil, layak jalan apa tidak, petugasnya juga diperiksa, mulutnya bau bir atau tidak, bau alkohol atau tidak. Tidak perlu dokter, suster saja bisa," ujar Udar.

Pristono menambahkan, tidak hanya prasarana saja yang perlu ditingkatkan melainkan juga manajemen dalam pengelolaan bajaj juga dirasa perlu diperbaiki. Nantinya hal itu akan menjadi cirikhas dan nilai jual tersendiri terhadap bajaj yang bersangkutan.

"Manajemen harus baik, untuk pengontrolan saja sudah pakai seragam dan Kartu Pengenal Pengemudi (KPP). Kalau sopir sudah baik, kita terhindar dari sopir tembak. Untuk itu ini harus dibina," tegasnya.(Yas/Shd)