Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) membenarkan Organisasi Pengembang Properti yang tergabung dalam Real Estate Indonesia (REI) mengajukan usulan kenaikan harga rumah subsidi sebesar 30%.
"Iya benar, jadi harga rumah subsidi menjadi Rp 120 juta per unit," kata Menteri Perumahan Rakyat, Djan Faridz di Jakarta, seperti ditulis Kamis (18/7/2013). Sebelumnya, rumah subsidi alias rumah sederhana itu dibanderol dengan harga sekitar Rp 95 juta per unit.
Pertimbangan REI, lanjut dia, karena harga bahan pangan seperti daging, cabai dan sayur mayur ikut melambung akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Pemerintah, menurut Djan, tengah mencari solusi dari permintaan tersebut dengan memperpanjang masa tenor atau jatuh tempo KPR rumah bersubsidi. Hal ini bisa dilakukan perbankan.
"Tujuannya supaya besaran cicilannya menjadi lebih rendah dan hal tersebut akan sangat membantu. Kan asyik tuh, gaji naik, tenor dipanjangin misalnya jadi 10 tahun, lalu cicilannya tetap," canda dia.
Meski demikian, Bos Blok A Pasar Tanah Abang itu bilang, usulan kenaikan harga jual tersebut masih akan dikaji sampai pekan ini.
"Mudah-mudahan minggu ini saya sudah dapat laporan dari Deputi Pembiayaan Kemenpera dan konsultan quantity surveyor. Walaupun sebenarnya saya berharap tidak ada kenaikan harga rumah subsidi," imbuhnya.
Di sisi lain, Djan mengaku dilematis menghadapi pilihan tersebut. Artinya dia menjelaskan, jika harga jual rumah tapak itu tidak mengalami kenaikan, maka suplai rumah yang dibangun oleh pengembang akan berkurang.
"Jadi sesungguhnya ini serba salah alias dilema. Kalau tidak dinaikin (harga), suplai menurun sedangkan permintaan rumah meningkat. Kalaupun kami naikkan harga, demand juga tetap tinggi," tukasnya.
Bila terpaksa harga rumah subsidi naik, dia berharap dapat mulai diterapkan setelah momen lebaran. Supaya tidak mengekor lonjakan harga cabai. "Malu kan kalau (harga rumah naik) sampai ikut-ikutan (kenaikan harga cabai)," pungkas Djan. (Fik/Nur)
"Iya benar, jadi harga rumah subsidi menjadi Rp 120 juta per unit," kata Menteri Perumahan Rakyat, Djan Faridz di Jakarta, seperti ditulis Kamis (18/7/2013). Sebelumnya, rumah subsidi alias rumah sederhana itu dibanderol dengan harga sekitar Rp 95 juta per unit.
Pertimbangan REI, lanjut dia, karena harga bahan pangan seperti daging, cabai dan sayur mayur ikut melambung akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Pemerintah, menurut Djan, tengah mencari solusi dari permintaan tersebut dengan memperpanjang masa tenor atau jatuh tempo KPR rumah bersubsidi. Hal ini bisa dilakukan perbankan.
"Tujuannya supaya besaran cicilannya menjadi lebih rendah dan hal tersebut akan sangat membantu. Kan asyik tuh, gaji naik, tenor dipanjangin misalnya jadi 10 tahun, lalu cicilannya tetap," canda dia.
Meski demikian, Bos Blok A Pasar Tanah Abang itu bilang, usulan kenaikan harga jual tersebut masih akan dikaji sampai pekan ini.
"Mudah-mudahan minggu ini saya sudah dapat laporan dari Deputi Pembiayaan Kemenpera dan konsultan quantity surveyor. Walaupun sebenarnya saya berharap tidak ada kenaikan harga rumah subsidi," imbuhnya.
Di sisi lain, Djan mengaku dilematis menghadapi pilihan tersebut. Artinya dia menjelaskan, jika harga jual rumah tapak itu tidak mengalami kenaikan, maka suplai rumah yang dibangun oleh pengembang akan berkurang.
"Jadi sesungguhnya ini serba salah alias dilema. Kalau tidak dinaikin (harga), suplai menurun sedangkan permintaan rumah meningkat. Kalaupun kami naikkan harga, demand juga tetap tinggi," tukasnya.
Bila terpaksa harga rumah subsidi naik, dia berharap dapat mulai diterapkan setelah momen lebaran. Supaya tidak mengekor lonjakan harga cabai. "Malu kan kalau (harga rumah naik) sampai ikut-ikutan (kenaikan harga cabai)," pungkas Djan. (Fik/Nur)