Indonesia masih belum bisa mandiri untuk memenuhi produk-produk petrokimia yang menjadi kebutuhan industri nasional. Mulai dari hulu seperti propylene, ethylene dan methanol, maupun produk petrokimia antara (intermediate) seperti polypropylene dan polyethylene.
Produk-produk tersebut hingga kini sebagian besar masih diimpor khususnya dari Thailand dan Singapura.
Sebab itu Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong pengembangan industri petrokimia menjadi prioritas pembangunan industri nasional guna memperkuat struktur industri petrokimia hulu ke hilir.
"Hal ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan impor yang terus meningkat dan mencapai US$ 8,5 miliar pada tahun 2012 lalu," ujar Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Kemenperin Panggah Susanto, di Jakarta seperti ditulis Jumat (19/7/2013).
Berdasarkan data Kemenperin, pasokan ethylene masih defisit 670 ribu ton karena pasokan dari dalam negeri baru sebesar 440 ribu ton per tahun. Padahal kebutuhan mencapai 1,11 juta ton per tahun.
Kemudian untuk produk propylene, pasokan dalam negeri baru mencapai 680 ribu ton, sedangkan kebutuhan 950 ribu ton per tahun.
Produk polyethylene dari kebutuhan 850 ribu ton, pasokannya baru mencapai 350 ribu ton. Produk polypropylene dari kebutuhan mencapai 1,2 juta ton per tahun, pasokannya hanya 510 ribu ton.
Begitu pula produksi methanol dalam negeri yang baru mencapai 600 ribu ton, sedangkan kebutuhan 800 tibu ton per tahun.
Produksi propane dan butane (LPG) dalam negeri juga baru mencapai 2,598 juta ton sedangkan kebutuhan 4,231 juta ton per tahun.
Bahkan khusus naphtha, Indonesia belum sama sekali mampu memproduksinya sehingga harus mengimpor seluruh kebutuhan yang mencapai 1,268 juta ton per tahun. (Dny/Nur)
Produk-produk tersebut hingga kini sebagian besar masih diimpor khususnya dari Thailand dan Singapura.
Sebab itu Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong pengembangan industri petrokimia menjadi prioritas pembangunan industri nasional guna memperkuat struktur industri petrokimia hulu ke hilir.
"Hal ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan impor yang terus meningkat dan mencapai US$ 8,5 miliar pada tahun 2012 lalu," ujar Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Kemenperin Panggah Susanto, di Jakarta seperti ditulis Jumat (19/7/2013).
Berdasarkan data Kemenperin, pasokan ethylene masih defisit 670 ribu ton karena pasokan dari dalam negeri baru sebesar 440 ribu ton per tahun. Padahal kebutuhan mencapai 1,11 juta ton per tahun.
Kemudian untuk produk propylene, pasokan dalam negeri baru mencapai 680 ribu ton, sedangkan kebutuhan 950 ribu ton per tahun.
Produk polyethylene dari kebutuhan 850 ribu ton, pasokannya baru mencapai 350 ribu ton. Produk polypropylene dari kebutuhan mencapai 1,2 juta ton per tahun, pasokannya hanya 510 ribu ton.
Begitu pula produksi methanol dalam negeri yang baru mencapai 600 ribu ton, sedangkan kebutuhan 800 tibu ton per tahun.
Produksi propane dan butane (LPG) dalam negeri juga baru mencapai 2,598 juta ton sedangkan kebutuhan 4,231 juta ton per tahun.
Bahkan khusus naphtha, Indonesia belum sama sekali mampu memproduksinya sehingga harus mengimpor seluruh kebutuhan yang mencapai 1,268 juta ton per tahun. (Dny/Nur)