Para menteri keuangan dari kelompok negara-negara maju dan berkembang, G-20, secara resmi mendukung rencana internasional untuk mengatasi penghindaran wajib pajak global. Hal tersebut mengingat banyaknya kasus penyalahgunaan peraturan hukum guna menghindari kewajiban membayar pajak di sejumlah negara.
Seperti dilansir dari BBC, Minggu (21/7/2013), para anggota G-20 ini sepenuhnya mendukung pertukaran informasi pajak otomatis antar negara. Hal ini juga mendukung rencana organisasi kerja sama dan pengembangan ekonomi (Organisation for Economic Cooperation and Development/OECD) untuk menghentikan aksi perusahaan yang mengambil keuntungan dari perusahaannya di luar negeri guna menghindari kewajiban pembayaran pajak.
OECD mengatakan, beberapa perusahaan menyalahgunakan sejumlah peraturan untuk menghindari pajak.
Menteri Keuangan Inggris George Osborne mengatakan, pengumuman hasil pertemuan G20 selama dua hari di Moscow itu merupakan langkah penting bagi sistem pajak global yang adil dan sesuai dengan tujuan ekonomi modern.
Bulan lalu, negara-negara maju anggota G-8 menyetujui sebuah kesepakatan untuk menentang penghindaran pajak global. Negara-negara yang terdiri dari Inggris, Perancis, Jerman, Amerika, dan Australia ikut ambil bagian dalam skema pertukaran informasi utama terkait isu pajak ini.
Perdana Menteri Inggris David Cameron mendorong isu pajak ini sebagai prioritas bagi jajaran kepresidenan G-8 tahun ini.
OECD mengatakan, sejumlah peraturan pajak terbaru disusun guna menghindari sistem pajak ganda bagi perusahaan-perusahaan yang bekerja di lebih dari satu negara. Namun pihak OECD merasa izin 'double non taxation' tersebut telah disalahgunakan.
G-20 juta meminta OECD untuk menyusun rencana guna meningkatkan kerjasama di bidang pajak. Sementara para menteri keuangan menyatakan dukungan sepenuhnya terhadap pengajuan OECD untuk pertukanan informasi global yang sebenarnya.
Pernyataan tersebut berarti seluruh negara diminta mewujudkan pertukaran informasi otomatis global ini tanpa disertai berbagai penundaan. Hal ini juga dapat memberikan dukungan bagi negara-negara yang lebih miksin.
G-20mengatakan, perubahan tersebut sebaiknya bisa terjadi dalam dua tahun.
Banyak perusahaan multinasional yang saat ini menghindari pajak secara hukum. Namun sejumlah peraturan baru mengharuskannya membayar lebih di negara-negara asal dimana mereka melakukan bisnis.
Perusahaan-perusahaan seperti Google, Starbucks, Amazon dan Apple telah lama dikritisi soal jumlah pajak yang dibayarkannya. Awal tahun ini, MPs menyerang Google untuk melunasi 3,2 poundsterling penjualan Inggris lewat Dublin dan pembayaran sedikit pajak.
Starbucks juga harus menjawab pengaliran uang ke perusahaannya di Belanda dalam bentuk pembayaran loyalti. Perusahaan tersebut sepakat untuk membayar pajak lebih menyusul kuatnya kritik publik.
Perusahaan-perusahaan tersebut menekankan skema ini legal dan mereka memiliki kewajiban pada para pemegang saham untuk mengurangi tagihan pajaknya. (Sis/Shd)
Seperti dilansir dari BBC, Minggu (21/7/2013), para anggota G-20 ini sepenuhnya mendukung pertukaran informasi pajak otomatis antar negara. Hal ini juga mendukung rencana organisasi kerja sama dan pengembangan ekonomi (Organisation for Economic Cooperation and Development/OECD) untuk menghentikan aksi perusahaan yang mengambil keuntungan dari perusahaannya di luar negeri guna menghindari kewajiban pembayaran pajak.
OECD mengatakan, beberapa perusahaan menyalahgunakan sejumlah peraturan untuk menghindari pajak.
Menteri Keuangan Inggris George Osborne mengatakan, pengumuman hasil pertemuan G20 selama dua hari di Moscow itu merupakan langkah penting bagi sistem pajak global yang adil dan sesuai dengan tujuan ekonomi modern.
Bulan lalu, negara-negara maju anggota G-8 menyetujui sebuah kesepakatan untuk menentang penghindaran pajak global. Negara-negara yang terdiri dari Inggris, Perancis, Jerman, Amerika, dan Australia ikut ambil bagian dalam skema pertukaran informasi utama terkait isu pajak ini.
Perdana Menteri Inggris David Cameron mendorong isu pajak ini sebagai prioritas bagi jajaran kepresidenan G-8 tahun ini.
OECD mengatakan, sejumlah peraturan pajak terbaru disusun guna menghindari sistem pajak ganda bagi perusahaan-perusahaan yang bekerja di lebih dari satu negara. Namun pihak OECD merasa izin 'double non taxation' tersebut telah disalahgunakan.
G-20 juta meminta OECD untuk menyusun rencana guna meningkatkan kerjasama di bidang pajak. Sementara para menteri keuangan menyatakan dukungan sepenuhnya terhadap pengajuan OECD untuk pertukanan informasi global yang sebenarnya.
Pernyataan tersebut berarti seluruh negara diminta mewujudkan pertukaran informasi otomatis global ini tanpa disertai berbagai penundaan. Hal ini juga dapat memberikan dukungan bagi negara-negara yang lebih miksin.
G-20mengatakan, perubahan tersebut sebaiknya bisa terjadi dalam dua tahun.
Banyak perusahaan multinasional yang saat ini menghindari pajak secara hukum. Namun sejumlah peraturan baru mengharuskannya membayar lebih di negara-negara asal dimana mereka melakukan bisnis.
Perusahaan-perusahaan seperti Google, Starbucks, Amazon dan Apple telah lama dikritisi soal jumlah pajak yang dibayarkannya. Awal tahun ini, MPs menyerang Google untuk melunasi 3,2 poundsterling penjualan Inggris lewat Dublin dan pembayaran sedikit pajak.
Starbucks juga harus menjawab pengaliran uang ke perusahaannya di Belanda dalam bentuk pembayaran loyalti. Perusahaan tersebut sepakat untuk membayar pajak lebih menyusul kuatnya kritik publik.
Perusahaan-perusahaan tersebut menekankan skema ini legal dan mereka memiliki kewajiban pada para pemegang saham untuk mengurangi tagihan pajaknya. (Sis/Shd)