Sukses

Miliarder Ini Sumbangkan 99% Kekayaannya Senilai US$ 7,5 Miliar

Satu lagi nama miliarder yang mengisi deretan philantorpist dunia. Bahkan miliarder keturunan Irlandia-Amerika ini berhasil menutupinya.

Siapa tak mengenal Bill Gates dan Warren Buffet. Selain sebagai miliarder, keduanya juga terkenal karena kemurahan hatinya.

Satu lagi nama miliarder yang mengisi deretan philantropist dunia. Bahkan miliarder keturunan Irlandia-Amerika ini berhasil menutupi kedermawanannya selama 15 tahun.

Melansir laman Dailymail.co.uk, tak tanggung-tanggung nilai total sumbangan yang dia berikan mencapai US$ 7,5 miliar ( 4,9 miliar poundsterling) atau setara Rp 75,5 triliun yang akan diberikan sampai dia wafat.

Chuck Feeney, 82, merupakan seorang miliarder sederhana. Hanya memakai jam seharga US$ 15, tidak memiliki mobil dan mengajarkan anaknya bekerja sendiri untuk bisa mencapai perguruan tinggi.

Dia telah menyumbangkan 99% kekayaannya untuk kesehatan, ilmu pengetahuan, pendidikan dan yang berkaitan dengan hak-hak sipil di seluruh dunia melalui Yayasan Atlantic Philanthropies.

Feeney, yang masih memiliki simpanan sebesar US$ 2 juta tersisa di bank, mengumpulkan pundi uangnya dari usaha duty free dan diam-diam mulai menyumbangkan pendapatannya sejak 1980-an.

Kemurahan hatinya baru terkuak ke khalayak umum pada 1997. Dia selalu menjaga kerahasiaan sumbangannya karena tidak ingin perhatian.

Feeney memberikan filsafat `semangat hidup` yang menginspirasi Bill dan Melinda Gates untuk mendirikan yayasan amal serta Giving Pledge Warren Buffet, di mana beberapa orang terkaya di dunia telah berjanji untuk memberikan setengah dari kekayaan mereka selama hidupnya.

Dana yang telah diberikan Feeny mencapai US$ 6,2 miliar dalam tiga dekade dan akan ditutup pada 2020. "Orang yang memiliki uang mempunyai kewajiban," kata Feeney kepada Forbes tahun lalu.

"Saya tidak akan mengatakan saya berhak memberitahu mereka apa yang harus dilakukan dengan itu tetapi mereka harus menggunakannya dengan bijak," ujar dia.

Feeney, dibesarkan orang tua Katolik di lingkungan Irlandia-Amerika di New Jersey selama masa Depresi. Dia lebih suka menggunakan pengaruh dan koneksi selama hidupnya daripada menawarkan uangnya.

"Saya menjadi yakin bahwa ada kepuasan yang lebih besar dari memberikan uang saya dan berhasil membangun sesuatu seperti rumah sakit atau universitas," jelas dia kepada Financial Times tahun lalu.

"Itu tampak lebih logis menempatkan uang untuk digunakan bagi hal baik daripada memasukkannya ke dalam rekening bank dan membiarkannya menumpuk dan menumpuk," tambah dia.

Dia mengatakan kepada Forbes: "Saya menyimpulkan bahwa jika Anda berpegangan pada bagian dari tindakan untuk diri sendiri Anda, akan selalu mengkhawatirkan bagian itu. Orang-orang selalu bertanya padaku apa yang kulakukan dan saya kira saya senang ketika apa yang saya lakukan adalah membantu orang dan tidak bahagia ketika apa yang saya lakukan tidak membantu orang," tegasnya.

Feeney menjabat sebagai operator radio di Angkatan Udara Amerika Serikat dan memenangkan beasiswa di Universitas Cornell.

Dia mengingat pertama kali memberikan sumbangan sebesar US$ 1 miliar untuk pendidikan di Irlandia, terutama bagi universitas, dan US$ 950 juta khusus buat almamaternya, Ivy League.

Universitas Irlandia, memberikan kepadanya gelar kehormatan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada tahun lalu untuk mengucapkan terima kasih atas bantuannya.

Sumbangan lain diberikan kepada The University of Limerick senilai US$ 170 juta. Usahanya juga diam-diam mendanai hal berbau proses perdamaian, seperti di era apartheid Afrika Selatan.

Feeney tidak setuju dengan perang Amerika di Vietnam, sehingga rela menggelontorkan US$ 350 juta ke negara untuk kesehatan dan pendidikan tinggi.

Operation Smile, sebuah proyek untuk mengobati anak yang lahir dengan bibir sumbing, ikut merasakan kedermawanan Feeney melalui yayasannya, Atlantic senilai US$ 19,5 juta.

Sumbangan juga diberikan pada proyek-proyek kanker senilai US$ 370 juta. Penelitian AIDS di Afrika Selatan US$ 117 juta.

Dia telah memberikan US$ 28 juta untuk mendukung penghapusan hukuman mati di Amerika Serikat dan telah berkampanye memperjuangkan 8 juta anak di negara tanpa asuransi kesehatan.

Kemewahan ternyata tak dirasakan keturunannya. Anak Feeney bahkan harus bekerja sebagai pembantu rumah tangga, pelayan dan kasir agar bisa kuliah. Meski dia juga membagi bagi kekayaan sebesar US$ 140 juta kepada mereka melalui perusahaannya Duty Free Shoppers.

Dia mulai menyerahkan 38,75% kekayaan dari dari perusahaan melalui yayasan pada tahun 1984. Kala itu Feeny dikatakan menjadi salah satu orang terkaya di Amerika, yang padahal kekayaannya bukan menjadi miliknya lagi.

Namun, Feeney dikenal selalu berusaha menghindari pajak sebisa mungkin selama karirnya. Dia mendirikan perusahaan bebas pajak atas nama istri Prancis pertamanya, Danielle.

Ketika ditanya langkahnya ini sebagai hal munafik, di satu sisi menghindari pajak tapi sekaligus menjadi orang dermawan, ia menjawab: "Aku yakin itu pasti perkataan pemerintah."

Dia memang menginginkan memberikan semua uangnya saat dia wafat. "Saya ingin menulis cek terakhir saya saat itu," tandas dia. (Nur)