Sukses

Pengusaha Terigu Tuntut Perlakuan Adil Pemerintah

Produsen terigu menyatakan produk tepung terigu buatan dalam negeri masih belum mampu bersaing dengan terigu impor.

Produsen terigu menyatakan produk tepung terigu buatan dalam negeri masih belum mampu bersaing dengan terigu impor.

Hal tersebut terutama melanda industri lokal baru, yang harus berhadapan tak hanya dengan sesama produk lokal tetapi juga dengan produk impor.

"Kami ingin ada perdagangan yang fair. Kami masih menunggu dan menyerahkan keputusan soal safeguard kepada Kementerian Perdagangan," ujar Vice President PT Indofood Sukses Makmur Divisi Bogasari Franky Welirang di Jakarta, Rabu (24/7/2013).

Menurut Franky, pemerintah membebaskan terigu impor untuk pakan ternak yang masuk ke Indonesia. Sementara terigu lokal untuk konsumsi masyarakat maupun terigu pakan ternak dikenai pajak sebesar 10%.

Industri tepung terigu dalam negeri juga menanggung hampir 80% pajak pertambahan nilai (PPN) yang seharusnya ditanggung pemerintah.

Industri menanggung PPN sekitar Rp 190 miliar per tahun, sedangkan pemerintah hanya menanggung Rp 43 miliar per tahun.

Hal lain yang disorot terkait masalah dumping terigu. Pada 2012, harga gandum impor Indonesia hanya US$ 360,7 per metrik ton. Di sisi lain, bila industri dalam negeri mengolah gandum menjadi tepung terigu harganya menjadi US$ 474,6 per metrik ton.

Sedangkan harga terigu impor pada periode 2012 tercatat hanya US$ 399,3 per metrik ton. Di sisi ini terlihat jika harga terigu impor jauh di bawah terigu lokal. Indonesia sendiri jika mengekspor terigunya mematok pada harga US$ 572 per metrik ton.

"Jadi kita bisa lihat, tepung terigu yang datang ke Indonesia betul-betul dumping. Hal ini berdasarkan hasil investigasi Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) tahun 2009, bahwa terigu impor asal Turki, Srilanka, Belgia, Australia adalah dengan harga dumping (unfair trade)," tandasnya. (Dny/Nur)