Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) mengungkapkan banyak warga miskin yang mengeluh tidak memperoleh Kartu Perlindungan Sosial (KPS). Padahal KPS diperlukan untuk mengambil paket-paket kompensasi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, termasuk Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM).
Sekretaris Eksekutif TNP2K, Bambang Widianto mengatakan, KPS diberikan kepada 25% rumah tangga dengan status sosial ekonomi terendah. Sementara jumlah penduduk yang yang hidup di bawah garis kemiskinan sampai akhir 2012 sebesar 11,37% atau turun pada posisi September lalu sebanyak 11,66% (5,7 juta rumah tangga atau 28,6 juta jiwa).
"Artinya dengan angka 25% itu mencakup 15,5 juta rumah tangga atau 65,6 juta jiwa, sehingga bisa terjadi inclusion error yakni ada warga tergolong mampu tapi terdaftar sebagai penerima KPS atau sebaliknya. Namanya juga buatan manusia, jadi tidak bisa 100% sempurna," ujar dia dalam acara Solusi Masalah Kepesertaan dan Pemutakhiran Data KPS di kantor Wapres, Jakarta, Kamis (25/7/2013).
Bambang memperkirakan terjadinya kesalahan penyerahan KPS terjadi karena waktu pemerintah yang singkat dalam menyusun Daftar Isian Proyek Anggaran (DIPA) kompensasi paket kenaikan BBM bersubsidi.
"Ini penyusunan DIPA terkilat pertama di Indonesia karena hanya berlangsung selama satu minggu. Sebab DPR baru menyetujui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2013 pada 17 Juni dan disusul dengan pengumuman kenaikan harga BBM pada 22 Juni lalu," tambah dia.
Tak hanya itu, persoalan dana kompensasi BBM juga muncul dari terlambatnya sosialisasi kompensasi atau KPS kepada masyarakat. Akibatnya, banyak warga mampu yang menerima KPS. "Sayahimbau supaya warga kaya dapat mengembalikan KPS supaya bisa diganti untuk warga yang berhak menerima tapi belum dapat KPS," tegas Bambang.
TNP2K mengusulkan perlu adanya penggantian KPS melalui musyawarah desa atau kelurahan (musdel/muskel) dengan melibatkan aparat desa atau kelurahan, kelompok masyarakat, dan perwakilan RTS-PM raskin dari setiap Satuan Lingkungan Setempat (SLS) setingkat dusun/ RW untuk memutakhirkan Daftar Penerima Manfaat (DPM).
"Musdes/muskel dapat dilakukan untuk menetapkan kebijakan lokal mengenai kepesertaan yang bertujuan untuk mengganti rumah tangga," tandas Bambang. (Fik/Shd)
Sekretaris Eksekutif TNP2K, Bambang Widianto mengatakan, KPS diberikan kepada 25% rumah tangga dengan status sosial ekonomi terendah. Sementara jumlah penduduk yang yang hidup di bawah garis kemiskinan sampai akhir 2012 sebesar 11,37% atau turun pada posisi September lalu sebanyak 11,66% (5,7 juta rumah tangga atau 28,6 juta jiwa).
"Artinya dengan angka 25% itu mencakup 15,5 juta rumah tangga atau 65,6 juta jiwa, sehingga bisa terjadi inclusion error yakni ada warga tergolong mampu tapi terdaftar sebagai penerima KPS atau sebaliknya. Namanya juga buatan manusia, jadi tidak bisa 100% sempurna," ujar dia dalam acara Solusi Masalah Kepesertaan dan Pemutakhiran Data KPS di kantor Wapres, Jakarta, Kamis (25/7/2013).
Bambang memperkirakan terjadinya kesalahan penyerahan KPS terjadi karena waktu pemerintah yang singkat dalam menyusun Daftar Isian Proyek Anggaran (DIPA) kompensasi paket kenaikan BBM bersubsidi.
"Ini penyusunan DIPA terkilat pertama di Indonesia karena hanya berlangsung selama satu minggu. Sebab DPR baru menyetujui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2013 pada 17 Juni dan disusul dengan pengumuman kenaikan harga BBM pada 22 Juni lalu," tambah dia.
Tak hanya itu, persoalan dana kompensasi BBM juga muncul dari terlambatnya sosialisasi kompensasi atau KPS kepada masyarakat. Akibatnya, banyak warga mampu yang menerima KPS. "Sayahimbau supaya warga kaya dapat mengembalikan KPS supaya bisa diganti untuk warga yang berhak menerima tapi belum dapat KPS," tegas Bambang.
TNP2K mengusulkan perlu adanya penggantian KPS melalui musyawarah desa atau kelurahan (musdel/muskel) dengan melibatkan aparat desa atau kelurahan, kelompok masyarakat, dan perwakilan RTS-PM raskin dari setiap Satuan Lingkungan Setempat (SLS) setingkat dusun/ RW untuk memutakhirkan Daftar Penerima Manfaat (DPM).
"Musdes/muskel dapat dilakukan untuk menetapkan kebijakan lokal mengenai kepesertaan yang bertujuan untuk mengganti rumah tangga," tandas Bambang. (Fik/Shd)