Kue kering menjadi panganan wajib yang terhidang di meja tamu kala Lebaran tiba. Untuk mendapatkannya, kita bisa membuat sendiri di rumah.
Atau, dengan alasan sibuk dan tak sempat mengolahnya, para ibu rumah tangga bisa mengambil cara pintas dengan membeli saja.
Apalagi kini banyak penjaja kue kering tersebar terutama jelang Lebaran seperti saat ini. Kue kering inipun, rasanya tak kalah dengan buatan sendiri.
Salah satu pilihan, Toko kue Puspa di bilangan Jakarta Pusat. Toko kue yang berlokasi di Jalan Batutulis 3, Pecenongan, Jakarta Pusat ini merupakan saksi bisu dari perjalanan panjang bisnis kue kering Puspa Jahja sejak tahun 1970.
Meski telah berdiri selama 43 tahun, toko tersebut masih tampak kokoh untuk menyambut para pelanggan setianya.
Generasi Kedua
Memutar memori masa lalu, anak dari Puspa, Musa Jahja mencoba mengingat perjuangan sang ibu saat mulai berjibaku merintis bisnis kue di Jakarta.
Hobi Puspa yang gemar bereksperimen di dapur membuat kue kering, kue basah dan kue lapis perlahan membawa usahanya semakin maju dan berkembang.
"Awalnya hanya terima pesanan untuk keluarga dan saudara, lalu merambah masuk ke pasar tradisional di daerah Pasar Baru dan Pancoran. Ibu pertama kali menjual tiga jenis kue, yakni basah, kering dan kue lapis," terang Musa saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, saat menyambangi tokonya seperti ditulis, Rabu (31/7/2013).
Seiring pertambahan usia sang Ibu, Musa dewasa mulai meneruskan bisnis kue dengan merek dagang Puspa pada tahun 1984 sebagai generasi kedua.
Saat anak bungsu dari tujuh bersaudara itu mengambil alih usaha, dia melakukan berbagai inovasi serta pengembangan, diantaranya konsentrasi memproduksi dan menjual kue kering. Â
"Saat itu, pasar kue kering lebih menjanjikan ketimbang kue basah dan kue lapis.Dari sisi waktu pembuatan kedua jenis kue itu juga lebih banyak memakan waktu dan harus produksi setiap hari. Tapi kalau kue kering produksi banyak bisa untuk stok," tutur Pria yang sempat mengenyam bangku kuliah di Universitas Tarumanegara sampai semester 5 itu.
Pria berkacamata ini juga sukses membuat kue keringnya bisa diterima seluruh kalangan masyarakat. Pasalnya, Musa menciptakan produk yang menyasar pada segmen menengah ke bawah dengan jenis kualitas kelas reguler dan ekonomis, selain kualitas istimewa dan spesial.
Resep Warisan
Saat ini, Puspa Cookies menjual lima jenis kualitas kue, yaitu kualitas istimewa seharga Rp 100 ribu per toples, spesial Rp 75 ribu, kualitas reguler seharga Rp 60 ribu per toples, ekonomis Rp 40 ribu setiap toples, dan paket ekonomis Rp 25 ribu per toples.
Khusus menyambut momen hari raya, seperti Lebaran, Natal dan Imlek, Musa menawarkan paket kue kering dengan harga Rp 100 ribu isi 6 toples. Jenis tersebut, menurut pria kelahiran Jakarta, 20 Maret 1963 ini memang sengaja diciptakan supaya kue kering Puspa bisa terjangkau seluruh lapisan masyarakat.
"Memang bedanya hanya dari komposisi bahan. Tapi saya tetap berusaha mempertahankan resep asli turun temurun dari Ibu dalam memproduksi kue kering. Jika ada bahan-bahan baru di pasar, kami bisa mencobanya menjadi suatu model kue baru untuk menambah varian," jelas Musa.
Dia mengaku, sebagian besar bahan baku produksi kue kering berasal dari dalam negeri yang dijual oleh distributor di Indonesia. Hanya saja, penggunaan mentega (butter) masih harus impor dari Belanda.
"Butter Indonesia belum bisa menyamai butter luar negeri (Belanda) dari sisi aromanya. Tapi kalau bahan baku yang lain masih dari lokal," ucapnya.
Produksi Melonjak Jelang Hari Raya
Kue kering bak primadona yang kerap diburu masyarakat untuk merayakan hari raya, termasuk lebaran. Menjelang momen tersebut, produsen kue kering sibuk memenuhi permintaan pelanggan yang meningkat tajam.
Tak heran bila 4 sampai 5 bulan sebelum Lebaran, mesin produksi di pabrik pembuatan kue Puspa tak pernah berhenti beroperasi untuk memproduksi kue kering hingga 2.000 toples per hari.
Padahal di hari-hari biasa, produksi kue kering hanya sekitar 100 toples setiap hari. Begitupula dengan hari besar Natal dan Imlek yang masing-masing membutuhkan persiapan produksi 2 bulan dan 1 bulan.
"Varian kue kering juga semakin banyak, dari dulu hanya belasan model, sekarang ini bisa mencapai lebih dari 100 model kue. Biasanya yang paling laris manis masih kue nastar, kastengel, putri salju, lidah kucing dan lainnya," ujar Suami dari Grace ini.
Saking padatnya, Musa sampai mempekerjakan sekitar 125 karyawan untuk mengejar produksi kue kering sebanyak 2.000 toples per hari. Karyawan tersebut terdiri dari 25 orang pegawai tetap dan 100 orang pegawai musiman.
Omzet Rp 1,5 Miliar Per Event
Dalam memasarkan produknya, pria yang hobi membuat kue ini rajin mengikuti berbagai pameran di Kementerian, pusat perbelanjaan, dan lainnya.
Berkat keuletannya, Musa sukses menjaring pelanggan dari Singapura, Malaysia, dan Australia saat mengikuti pameran di negeri Jiran sekitar 7 tahun lalu.
Keikutsertaan Puspa Cookies dalam pameran tersebut didukung oleh Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian serta Kementerian Koperasi dan UKM.
Pemasaran juga telah merambah ke berbagai pusat perbelanjaan modern seperti Carefour, Hypermart dan sebagainya.
"Kalau penjualan ke Singapura rutin setiap bulan bisa sampai 1.000 toples. Pesanan ke negeri Singa naik drastis mencapai sekitar 15 ribu-20 ribu toples menjelang Imlek. Kalau Australia dan Malaysia cuma kadang-kadang saja," papar dia.
Di samping itu, Musa juga mengandalkan penjualan dari puluhan reseller yang telah bekerja sama dengan dia sejak lama. Pemasaran melalui reseller, kata dia, efektif karena lebih cepat terjual dengan nilai omzet melampaui Rp 10 juta dalam kurun waktu dua bulan.
Saat ini, dia mempunyai tiga toko kue kering Puspa Cookies, antara lain di Jalan Batutulis 3, Jalan Pecenongan Nomor 49 Jakarta Pusat dan di Kalibata Plaza.
"Omzet di hari raya lebaran sekitar Rp 1 miliar- Rp 1,5 miliar per event. Sedangkan nilai penjualan saat Imlek bisa mencapai Rp 750 juta sampai dengan Rp 1 miliar," tukasnya. Â
Kunci Sukses Kelanggengan Bisnis Kue
Melakoni bisnis puluhan tahun lamanya bukanlah pekerjaan mudah. Meski banyak batu kerikil menghalangi perjalanan, namun sikap pantang menyerah harus mengalir dalam darah setiap pelaku usaha di bisnis makanan, seperti kue.
Menjaga kepercayaan pelanggan menjadi kunci sukses langgengnya sebuah bisnis. Prinsip ini yang selalu dijunjung tinggi Musa.
Walaupun terasa berat karena harga bahan baku terus merangkak naik, tapi dia berusaha mempertahankan kualitas dan harga produk meski harus mengorbankan marjin atau keuntungan perusahaan.
"Biar harga bahan baku naik, kami tidak akan menaikkan harga kue ke reseller. Karena kepercayaan pelanggan, keuletan, pantang menyerah dan konsisten terhadap kualitas harus tetap dijaga. Jangan sampai mengecewakan pelanggan," harap dia.
Ke depan, Musa akan memulai kembali memproduksi kue basah dan kue lapis untuk melengkapi produk Puspa Cookies & Bakery serta menjadi sumber pendapatan baru bagi perusahaan.
"Impian saya ingin buka outlet toko kue (snack) lengkap bercirikan Indonesia. Jadi selain ada kue kering dan basah, ada juga nasi uduk dan lainnya," pungkas dia yang sudah bermain di bisnis restoran seafood itu.(Fik/Nur)
Atau, dengan alasan sibuk dan tak sempat mengolahnya, para ibu rumah tangga bisa mengambil cara pintas dengan membeli saja.
Apalagi kini banyak penjaja kue kering tersebar terutama jelang Lebaran seperti saat ini. Kue kering inipun, rasanya tak kalah dengan buatan sendiri.
Salah satu pilihan, Toko kue Puspa di bilangan Jakarta Pusat. Toko kue yang berlokasi di Jalan Batutulis 3, Pecenongan, Jakarta Pusat ini merupakan saksi bisu dari perjalanan panjang bisnis kue kering Puspa Jahja sejak tahun 1970.
Meski telah berdiri selama 43 tahun, toko tersebut masih tampak kokoh untuk menyambut para pelanggan setianya.
Generasi Kedua
Memutar memori masa lalu, anak dari Puspa, Musa Jahja mencoba mengingat perjuangan sang ibu saat mulai berjibaku merintis bisnis kue di Jakarta.
Hobi Puspa yang gemar bereksperimen di dapur membuat kue kering, kue basah dan kue lapis perlahan membawa usahanya semakin maju dan berkembang.
"Awalnya hanya terima pesanan untuk keluarga dan saudara, lalu merambah masuk ke pasar tradisional di daerah Pasar Baru dan Pancoran. Ibu pertama kali menjual tiga jenis kue, yakni basah, kering dan kue lapis," terang Musa saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, saat menyambangi tokonya seperti ditulis, Rabu (31/7/2013).
Seiring pertambahan usia sang Ibu, Musa dewasa mulai meneruskan bisnis kue dengan merek dagang Puspa pada tahun 1984 sebagai generasi kedua.
Saat anak bungsu dari tujuh bersaudara itu mengambil alih usaha, dia melakukan berbagai inovasi serta pengembangan, diantaranya konsentrasi memproduksi dan menjual kue kering. Â
"Saat itu, pasar kue kering lebih menjanjikan ketimbang kue basah dan kue lapis.Dari sisi waktu pembuatan kedua jenis kue itu juga lebih banyak memakan waktu dan harus produksi setiap hari. Tapi kalau kue kering produksi banyak bisa untuk stok," tutur Pria yang sempat mengenyam bangku kuliah di Universitas Tarumanegara sampai semester 5 itu.
Pria berkacamata ini juga sukses membuat kue keringnya bisa diterima seluruh kalangan masyarakat. Pasalnya, Musa menciptakan produk yang menyasar pada segmen menengah ke bawah dengan jenis kualitas kelas reguler dan ekonomis, selain kualitas istimewa dan spesial.
Resep Warisan
Saat ini, Puspa Cookies menjual lima jenis kualitas kue, yaitu kualitas istimewa seharga Rp 100 ribu per toples, spesial Rp 75 ribu, kualitas reguler seharga Rp 60 ribu per toples, ekonomis Rp 40 ribu setiap toples, dan paket ekonomis Rp 25 ribu per toples.
Khusus menyambut momen hari raya, seperti Lebaran, Natal dan Imlek, Musa menawarkan paket kue kering dengan harga Rp 100 ribu isi 6 toples. Jenis tersebut, menurut pria kelahiran Jakarta, 20 Maret 1963 ini memang sengaja diciptakan supaya kue kering Puspa bisa terjangkau seluruh lapisan masyarakat.
"Memang bedanya hanya dari komposisi bahan. Tapi saya tetap berusaha mempertahankan resep asli turun temurun dari Ibu dalam memproduksi kue kering. Jika ada bahan-bahan baru di pasar, kami bisa mencobanya menjadi suatu model kue baru untuk menambah varian," jelas Musa.
Dia mengaku, sebagian besar bahan baku produksi kue kering berasal dari dalam negeri yang dijual oleh distributor di Indonesia. Hanya saja, penggunaan mentega (butter) masih harus impor dari Belanda.
"Butter Indonesia belum bisa menyamai butter luar negeri (Belanda) dari sisi aromanya. Tapi kalau bahan baku yang lain masih dari lokal," ucapnya.
Produksi Melonjak Jelang Hari Raya
Kue kering bak primadona yang kerap diburu masyarakat untuk merayakan hari raya, termasuk lebaran. Menjelang momen tersebut, produsen kue kering sibuk memenuhi permintaan pelanggan yang meningkat tajam.
Tak heran bila 4 sampai 5 bulan sebelum Lebaran, mesin produksi di pabrik pembuatan kue Puspa tak pernah berhenti beroperasi untuk memproduksi kue kering hingga 2.000 toples per hari.
Padahal di hari-hari biasa, produksi kue kering hanya sekitar 100 toples setiap hari. Begitupula dengan hari besar Natal dan Imlek yang masing-masing membutuhkan persiapan produksi 2 bulan dan 1 bulan.
"Varian kue kering juga semakin banyak, dari dulu hanya belasan model, sekarang ini bisa mencapai lebih dari 100 model kue. Biasanya yang paling laris manis masih kue nastar, kastengel, putri salju, lidah kucing dan lainnya," ujar Suami dari Grace ini.
Saking padatnya, Musa sampai mempekerjakan sekitar 125 karyawan untuk mengejar produksi kue kering sebanyak 2.000 toples per hari. Karyawan tersebut terdiri dari 25 orang pegawai tetap dan 100 orang pegawai musiman.
Omzet Rp 1,5 Miliar Per Event
Dalam memasarkan produknya, pria yang hobi membuat kue ini rajin mengikuti berbagai pameran di Kementerian, pusat perbelanjaan, dan lainnya.
Berkat keuletannya, Musa sukses menjaring pelanggan dari Singapura, Malaysia, dan Australia saat mengikuti pameran di negeri Jiran sekitar 7 tahun lalu.
Keikutsertaan Puspa Cookies dalam pameran tersebut didukung oleh Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian serta Kementerian Koperasi dan UKM.
Pemasaran juga telah merambah ke berbagai pusat perbelanjaan modern seperti Carefour, Hypermart dan sebagainya.
"Kalau penjualan ke Singapura rutin setiap bulan bisa sampai 1.000 toples. Pesanan ke negeri Singa naik drastis mencapai sekitar 15 ribu-20 ribu toples menjelang Imlek. Kalau Australia dan Malaysia cuma kadang-kadang saja," papar dia.
Di samping itu, Musa juga mengandalkan penjualan dari puluhan reseller yang telah bekerja sama dengan dia sejak lama. Pemasaran melalui reseller, kata dia, efektif karena lebih cepat terjual dengan nilai omzet melampaui Rp 10 juta dalam kurun waktu dua bulan.
Saat ini, dia mempunyai tiga toko kue kering Puspa Cookies, antara lain di Jalan Batutulis 3, Jalan Pecenongan Nomor 49 Jakarta Pusat dan di Kalibata Plaza.
"Omzet di hari raya lebaran sekitar Rp 1 miliar- Rp 1,5 miliar per event. Sedangkan nilai penjualan saat Imlek bisa mencapai Rp 750 juta sampai dengan Rp 1 miliar," tukasnya. Â
Kunci Sukses Kelanggengan Bisnis Kue
Melakoni bisnis puluhan tahun lamanya bukanlah pekerjaan mudah. Meski banyak batu kerikil menghalangi perjalanan, namun sikap pantang menyerah harus mengalir dalam darah setiap pelaku usaha di bisnis makanan, seperti kue.
Menjaga kepercayaan pelanggan menjadi kunci sukses langgengnya sebuah bisnis. Prinsip ini yang selalu dijunjung tinggi Musa.
Walaupun terasa berat karena harga bahan baku terus merangkak naik, tapi dia berusaha mempertahankan kualitas dan harga produk meski harus mengorbankan marjin atau keuntungan perusahaan.
"Biar harga bahan baku naik, kami tidak akan menaikkan harga kue ke reseller. Karena kepercayaan pelanggan, keuletan, pantang menyerah dan konsisten terhadap kualitas harus tetap dijaga. Jangan sampai mengecewakan pelanggan," harap dia.
Ke depan, Musa akan memulai kembali memproduksi kue basah dan kue lapis untuk melengkapi produk Puspa Cookies & Bakery serta menjadi sumber pendapatan baru bagi perusahaan.
"Impian saya ingin buka outlet toko kue (snack) lengkap bercirikan Indonesia. Jadi selain ada kue kering dan basah, ada juga nasi uduk dan lainnya," pungkas dia yang sudah bermain di bisnis restoran seafood itu.(Fik/Nur)