Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI), Darmin Nasution menilai utang luar negeri swasta Indonesia sudah cukup mengkhawatirkan.
"Ya sebenarnya kalau dari segi jumlah itu sudah besar sekali karena dua tahun terakhir peningkatannya sangat cepat, sehingga utang swasta beberapa tahun terakhir melampaui utang pemerintah, cukup mengkhawatirkan sebenarnya," ujar Darmin saat ditemui usai pelantikan Deputi Gubernur BI di Gedung Mahkamah Agung, Jumat (2/8/2013).
Darmin juga menambahkan pada saat orde baru dulu, utang swasta seperti itu masih memiliki standar tolak ukur yang digunakan untuk menghitung beban hutang, namun saat itu hal itu kurang diperhatikan.
"Dulu batasan hanya 20% (terhadap ratio PDB), sekarang mulai di angka 37%, itu berarti sudah ketinggian," tutur dia.
Namun ada dua hal yang menjadi catatan positif Darmin mengenai hutang luar negeri swasta Indonesia. Pertama, Darmin cukup mengapresiasi mekanisme sistem hutang swasta yang dilakukan perusahaan terhadap perusahaan induknya yang berada di luar negeri. "Ya jadi dalam pembayarannya kan bisa lebih ringan,"ungkap dia.
Yang kedua mengenai mayoritas perusahaan yang meminjam dana dari perusahaan di luar negeri mayoritas memiliki sumber valas yang mampu diandalkan.
"Kalau dilihat dari jumlah sudah mulai dianggap melawati garis aman," tegas pria yang juga sebagai Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) itu.
Sebagai informasi, utang luar negeri swasta yang jatuh tempo per September 2013 dengan nilai sekitar US$27 miliar.
Berdasarkan statistik utang luar negeri Indonesia, posisi utang luar negeri swasta per Maret 2013 mencapai US$129,032 miliar. (Yas/Nur)
"Ya sebenarnya kalau dari segi jumlah itu sudah besar sekali karena dua tahun terakhir peningkatannya sangat cepat, sehingga utang swasta beberapa tahun terakhir melampaui utang pemerintah, cukup mengkhawatirkan sebenarnya," ujar Darmin saat ditemui usai pelantikan Deputi Gubernur BI di Gedung Mahkamah Agung, Jumat (2/8/2013).
Darmin juga menambahkan pada saat orde baru dulu, utang swasta seperti itu masih memiliki standar tolak ukur yang digunakan untuk menghitung beban hutang, namun saat itu hal itu kurang diperhatikan.
"Dulu batasan hanya 20% (terhadap ratio PDB), sekarang mulai di angka 37%, itu berarti sudah ketinggian," tutur dia.
Namun ada dua hal yang menjadi catatan positif Darmin mengenai hutang luar negeri swasta Indonesia. Pertama, Darmin cukup mengapresiasi mekanisme sistem hutang swasta yang dilakukan perusahaan terhadap perusahaan induknya yang berada di luar negeri. "Ya jadi dalam pembayarannya kan bisa lebih ringan,"ungkap dia.
Yang kedua mengenai mayoritas perusahaan yang meminjam dana dari perusahaan di luar negeri mayoritas memiliki sumber valas yang mampu diandalkan.
"Kalau dilihat dari jumlah sudah mulai dianggap melawati garis aman," tegas pria yang juga sebagai Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) itu.
Sebagai informasi, utang luar negeri swasta yang jatuh tempo per September 2013 dengan nilai sekitar US$27 miliar.
Berdasarkan statistik utang luar negeri Indonesia, posisi utang luar negeri swasta per Maret 2013 mencapai US$129,032 miliar. (Yas/Nur)