Bank Dunia menilai kebijakan subsidi yang sampai saat ini masih diberlakukan negara-negara berkembang memberikan sedikit keuntungan bagi penduduk miskin di negaranya. Kalangan miskin selama ini dianggap sebagai pihak yang paling terkena dampak dari kenaikan harga pangan.
Dikutip laman Financial Express, dari laporan Food Price Watch Bank Dunia, Senin (5/8/2013), penilaian lembaganya tersebut berkaca dari kebijakan subsidi bahan pangan yang masih populer bagi negara-negara seperti Indonesia, India, dan Benin.
Menurut laporan itu, antara 1950 dan 1970, negara-negara berkembang menggunakan subsidi bahan pangan sebagai komponen besar dari strategi pengurangan tingkat kemiskinan.
Baru-baru ini, naiknya harga pangan telah menghidupkan kembali popularitas subsidi pangan. Dengan kebijakan tersebut, sejumlah negara dengan tingkat kemiskinan tinggi menyediakan harga yang lebih rendah dari harga pasar. Contohnya, impor bersubsidi atau pemberian potongan harga.
Namun jika subsidi harga pangan konsumen, listrik dan bahan bakar minyak (BBM) tidak diterapkan dengan benar, Bank Dunia justru khawatir kebijakan tersebut tak akan membantu masyarakat miskin. Dampaknya justru dapat mendistorsi harga pasar dan produk pertanian, serta meninggalkan utang besar untuk negara.
Sementara data dari Timur Tengah dan Afrika Utara, kawasan yang paling bergantung pada subsidi, mengilustrasikan ekuiti dan dampak keuangan dari subsidi konsumen yang berbahaya.
Sedangkan menurut estimasi International Monetary Fund (IMF), hanya 35% dari anggaran yang dihabiskan untuk mensubsidi 40% populasi menegah ke bawah.
Estimasi dari setiap negara mengkonfirmasi bahwa manfaat dari subsidi yang sampai ke masyarakat miskin hanya sebagian kecil dari keseluruhan manfaat.(Sis/Shd)
Dikutip laman Financial Express, dari laporan Food Price Watch Bank Dunia, Senin (5/8/2013), penilaian lembaganya tersebut berkaca dari kebijakan subsidi bahan pangan yang masih populer bagi negara-negara seperti Indonesia, India, dan Benin.
Menurut laporan itu, antara 1950 dan 1970, negara-negara berkembang menggunakan subsidi bahan pangan sebagai komponen besar dari strategi pengurangan tingkat kemiskinan.
Baru-baru ini, naiknya harga pangan telah menghidupkan kembali popularitas subsidi pangan. Dengan kebijakan tersebut, sejumlah negara dengan tingkat kemiskinan tinggi menyediakan harga yang lebih rendah dari harga pasar. Contohnya, impor bersubsidi atau pemberian potongan harga.
Namun jika subsidi harga pangan konsumen, listrik dan bahan bakar minyak (BBM) tidak diterapkan dengan benar, Bank Dunia justru khawatir kebijakan tersebut tak akan membantu masyarakat miskin. Dampaknya justru dapat mendistorsi harga pasar dan produk pertanian, serta meninggalkan utang besar untuk negara.
Sementara data dari Timur Tengah dan Afrika Utara, kawasan yang paling bergantung pada subsidi, mengilustrasikan ekuiti dan dampak keuangan dari subsidi konsumen yang berbahaya.
Sedangkan menurut estimasi International Monetary Fund (IMF), hanya 35% dari anggaran yang dihabiskan untuk mensubsidi 40% populasi menegah ke bawah.
Estimasi dari setiap negara mengkonfirmasi bahwa manfaat dari subsidi yang sampai ke masyarakat miskin hanya sebagian kecil dari keseluruhan manfaat.(Sis/Shd)