Sukses

3 Negara Terbesar Asal Makanan Ilegal

Tiga negara ASEAN menjadi tempat asal makanan kemasan ilegal yang masuk ke Indonesia. Makanan tersebut ilegal karena beredar tanpa izin.

Tiga negara ASEAN menjadi tempat asal makanan kemasan ilegal yang masuk ke Indonesia. Makanan tersebut dikatakan ilegal karena beredar tanpa izin dan bisa membahayakan.

Badan Pengawas Makanan dan Obat (BPOM) mencatat dari 3.037 item atau sekitar 171.887 kemasan produk pangan yang Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK). Sebesar 76% diantaranya melanggar aturan soal pangan Tanpa Izin Edar (TIE) yang dikeluarkan oleh BPOM.

"Dari jumlah yang 3 ribuan itu, nilai keekonomiannya mencapai Rp 6,9 miliar, jadi yang tidak punya izin edar sendiri mencapai Rp 5,2 miliar. Ini jangan dilihat dari nilainya saja, tetapi dampak yang akan ditimbulkan bila makanan tersebut tidak mengantongi izin," ujar Roy Sparingga, Deputi Pengawasan Keamanan pangan dan Bahan Berbahaya BPOM saat dihubungi oleh Liputan6.com di Jakarta, Sabtu (10/8/2013).

Dari jumlah tersebut, menurut Roy, sebanyak 89% produk tersebut masuk melalui Batam, Kepulauan Riau. Produk itu dari tiga negara yakni sebanyak 27% berasal dari Malaysia, 22% dari Thailand dan 11% dari Singapura.

"Produknya yang paling banyak itu seperti minuman kaleng, minuman energi, coklat dan  kembang gula. Contohnya pada minuman energi, setelah dilihat ternyata ini sangat berbahaya kandungan kafeinnya mencapai 80 mg, padahal standarnya hanya 50 mg. Ini kan berarti masuk tanpa pengawasan kita," lanjutnya.

Roy mengatakan, ada 3 modus operandi yang dilakukan oleh pemasok produk-produk ini, antara lain:

Pertama, masuk melalui free trade zone seperti Batam.
Kedua, melakukan pemalsuan dokumen dengan membuat seolah-olah produk tersebut memiliki dokumen resmi.
Ketiga, melalui pelabuhan tikus (pelabuhan kecil) yang jumlahnya banyak dan tersebar di seluruh garis pantai di Indonesia.

"Setelah masuk, mereka mendistibusikannya melalui pelayaran antar pulau dengan jumlah yang kecil sehingga seolah-olah produk tersebut berasal dari dalam negeri," jelasnya.

Untuk menangani hal tersebut, Roy mengaku BPOM telah bekerjasama dengan beberapa pihak terkait seperti Kementerian Pedagangan, Kementerian Pertanian, Bea Cukai, Kepolisian dan Badan Karantina untuk melakukan penindakan serta terus menelusuri pelanggaran tersebut.

"Sampai saat ini masih berjalan, biasanya jumlahnya akan terus bertambah tetapi kemungkinan tidak akan banyak lagi karena mereka pasti akan mengurangi pengirimannya," tandasnya. (Dny/Igw)