Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah membahas asuransi penerbangan demi melindungi penumpang terhadap risiko yang menggunakan maskapai tertentu. Jadi jiwa maupun barang berharga penumpang akan terproteksi asuransi sampai penumpang keluar dari bandara.
Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Industri Keuangan Non Bank, Firdaus Djaelani mengatakan, perusahaan asuransi dan maskapai penerbangan dalam hal ini diminta untuk menjalin konsorsium supaya dapat meng-cover asuransi jiwa dan umum para penumpang.
"Kalau terjadi kecelakaan, serangan jantung atau sakit, meninggal, keterlambatan pesawat, koper hilang, maka penumpang sudah terproteksi asuransi mulai berada di bandara, selama penerbangan, turun dari pesawat dan sampai keluar bandara lagi," jelas dia di Jakarta, seperti ditulis Selasa (13/8/2013).
Lebih jauh Firdaus menambahkan, pihaknya menghimbau konsorsium beberapa perusahaan asuransi dan maskapai penerbangan bisa terbentuk dengan jumlah anggota hingga 15 perusahaan supaya modal keseluruhan untuk konsorsium ini mencapai Rp 5 triliun.
"Kemenhub minta yang ikut konsorsium modal seluruhnya sebesar Rp 5 triliun. Tapi kan di Indonesia belum ada, paling hanya Rp 1,5 triliun per satu perusahaan asuransi. Jadi minimal harus ada 5 perusahaan, namun saya minta bisa lebih dari itu sekitar 10-15 perusahaan," terang dia.
OJK sendiri, diungkapkan Firdaus, bertugas untuk memberikan rekomendasi kepada Kemenhub soal perusahaan asurnasi mana saja yang masuk kategori sehat (keuangannya).
"Kemenhub akan datang ke OJK untuk minta pendapat apakah perusahaan asuransi yang sudah mendaftar untuk ikut konsorsium adalah perusahaan sehat atau tidak. Tapi saat ini prosesnya belum sampai ke sana," tuturnya.
Asuransi penerbangan, dianggap dia, menjadi suatu kewajiban sebuah maskapai penerbangan mengingat jumlah penumpang yang terbang baik lokal maupun domestik mencapai 60 juta orang setiap tahunnya.
"Makanya ini semua masih dikaji oleh Kemenhub, apakah nantinya satu atau dua konsorsium. Kami juga harus punya back up dari perusahaan asuransi dan lainnya," pungkas Firdaus. (Fik/Ndw)
Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Industri Keuangan Non Bank, Firdaus Djaelani mengatakan, perusahaan asuransi dan maskapai penerbangan dalam hal ini diminta untuk menjalin konsorsium supaya dapat meng-cover asuransi jiwa dan umum para penumpang.
"Kalau terjadi kecelakaan, serangan jantung atau sakit, meninggal, keterlambatan pesawat, koper hilang, maka penumpang sudah terproteksi asuransi mulai berada di bandara, selama penerbangan, turun dari pesawat dan sampai keluar bandara lagi," jelas dia di Jakarta, seperti ditulis Selasa (13/8/2013).
Lebih jauh Firdaus menambahkan, pihaknya menghimbau konsorsium beberapa perusahaan asuransi dan maskapai penerbangan bisa terbentuk dengan jumlah anggota hingga 15 perusahaan supaya modal keseluruhan untuk konsorsium ini mencapai Rp 5 triliun.
"Kemenhub minta yang ikut konsorsium modal seluruhnya sebesar Rp 5 triliun. Tapi kan di Indonesia belum ada, paling hanya Rp 1,5 triliun per satu perusahaan asuransi. Jadi minimal harus ada 5 perusahaan, namun saya minta bisa lebih dari itu sekitar 10-15 perusahaan," terang dia.
OJK sendiri, diungkapkan Firdaus, bertugas untuk memberikan rekomendasi kepada Kemenhub soal perusahaan asurnasi mana saja yang masuk kategori sehat (keuangannya).
"Kemenhub akan datang ke OJK untuk minta pendapat apakah perusahaan asuransi yang sudah mendaftar untuk ikut konsorsium adalah perusahaan sehat atau tidak. Tapi saat ini prosesnya belum sampai ke sana," tuturnya.
Asuransi penerbangan, dianggap dia, menjadi suatu kewajiban sebuah maskapai penerbangan mengingat jumlah penumpang yang terbang baik lokal maupun domestik mencapai 60 juta orang setiap tahunnya.
"Makanya ini semua masih dikaji oleh Kemenhub, apakah nantinya satu atau dua konsorsium. Kami juga harus punya back up dari perusahaan asuransi dan lainnya," pungkas Firdaus. (Fik/Ndw)