Program mobil murah ramah lingkungan (LCGC) selain diperuntukkan bagi produsen mobil dengan skala besar, juga untuk menarik para pembuat mobil lokal seperti mobil Esemka.
Direktur Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Budi Darmadi mengatakan regulasi ini tidak akan tertutup bagi produsen mobil dalam negeri yang telah ada selama memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan terkait LCGC tersebut.
"Esemka juga boleh. Semua boleh daftar asal penuhi persyaratan," ujar dia di Gedung Kemenperin, Rabu (14/8/2013).
Budi mengatakan, salah satu syarat yang wajib dipenuhi yaitu paling tidak 80% komponen yang dipakai didalam mobil tersebut harus buatan Indonesia, sehingga dengan begitu akan memberikan nilai tambah bagi dalam negeri seperti soal penyerapan tenaga kerja.
"Semua harus dibuat di Indonesia. Kalau belinya dari China, tidak boleh, karena yang bikin komponen mobil sudah banyak sekarang, seperti shockbreaker, velg, per, sehingga memperkuat struktur industri otomotif," tutur dia.
Terkait akan adanya persaingan antara pabrikan mobil lokal dengan dengan produsen mobil asal luar negeri yang terhitung telah memiliki berskala besar, Budi yakin persaingan tersebut tergantung pada efisiensi masing-masing produsen nantinya. Namun hal ini diharapkan bisa membuat produsen lokal menjadi lebih kreatif untuk mengatasi persaingan.
"Ini tergantung pengusahanya, kalau dia bisa efisien ya bisa bersaing, tetapi bagi yang belum (efisien), ya kita dorong supaya efisien," tandas Budi. (Dny/Nur)
Direktur Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Budi Darmadi mengatakan regulasi ini tidak akan tertutup bagi produsen mobil dalam negeri yang telah ada selama memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan terkait LCGC tersebut.
"Esemka juga boleh. Semua boleh daftar asal penuhi persyaratan," ujar dia di Gedung Kemenperin, Rabu (14/8/2013).
Budi mengatakan, salah satu syarat yang wajib dipenuhi yaitu paling tidak 80% komponen yang dipakai didalam mobil tersebut harus buatan Indonesia, sehingga dengan begitu akan memberikan nilai tambah bagi dalam negeri seperti soal penyerapan tenaga kerja.
"Semua harus dibuat di Indonesia. Kalau belinya dari China, tidak boleh, karena yang bikin komponen mobil sudah banyak sekarang, seperti shockbreaker, velg, per, sehingga memperkuat struktur industri otomotif," tutur dia.
Terkait akan adanya persaingan antara pabrikan mobil lokal dengan dengan produsen mobil asal luar negeri yang terhitung telah memiliki berskala besar, Budi yakin persaingan tersebut tergantung pada efisiensi masing-masing produsen nantinya. Namun hal ini diharapkan bisa membuat produsen lokal menjadi lebih kreatif untuk mengatasi persaingan.
"Ini tergantung pengusahanya, kalau dia bisa efisien ya bisa bersaing, tetapi bagi yang belum (efisien), ya kita dorong supaya efisien," tandas Budi. (Dny/Nur)