Pengamat perminyakan Kurtubi menilai penangkapan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini menunjukkan sistem pengelolaan minyak dan gas di bawah pengawasan SKK Migas harus segera diganti. Menurut Kurtubi, sistem yang ada saat ini terlalu terbuka sehingga rawan suap.
"Dengan sistem ini terbuka peluang mark up, suap menyuap yang merugikan negara karena cost recovery yang harus dibayarkan negara semakin tinggi," tutur Kurtubi saat berbincang dengan Liputan6.com, Kamis (15/8/2013).
Kurtubi menjelaskan suap yang diberikan kepada Rudi mungkin terjadi karena mantan bos SKK Migas itu berwenang untuk menggolkan proyek-proyek yang bakal digarap perusahaan migas.
"Rudi yang berwenang untuk meloloskan proyek migas baik dari sisi nilai maupun timing-nya," jelas dia.
Kurtubi juga menyoroti soal aksi Rudi yang paling gencar berbicara soal perpanjangan kontrak perusahaan minyak Prancis PT Total Indonesie di Blok Mahakam.
"Padahal Pertamina sangat ingin masuk ke Blok Mahakam. Nilai proyek itu ratusan triliun rupiah," terang dia.
Untuk itu, Kurtubi mengusulkan agar pemerintah membubarkan SKK Migas melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu). Dia berpendapat peranan SKK Migas saat ini sama saja dengan BP Migas yang sebelumnya telah dibubarkan Mahkamah Konstitusi pada 13 November lalu.
"BP Migas sudah bubar, eh pemerintah bikin persis lembaga kaya BP Migas yaitu SKK Migas.Untuk itu, lembaga ini juga harus dibubarkan," tegas Kurtubi.
Sekadar informasi, Rudi ditangkap bersama Deviardi di kediamannya yang terletak di Jalan Brawijaya, Jakarta Selatan pada Selasa 13 Agustus pukul 22.30 WIB. Selain itu, KPK juga menangkap Simon dari apartemennya. Dari tangan Rudi, penyidik mengamankan uang tunai sebesar US$ 400 ribu.
Selain itu, penyidik juga turut mengamankan sebuah motor BMW dari tangan Rudi yang diduga juga merupakan pemberian dari Simon. Tak hanya itu, KPK juga menyita US$ 90 ribu dan 127 ribu dolar Singapura yang ditemukan di rumah Rudi, serta US$ 200 ribu yang ditemukan di rumah Ardi.
Setelah diperiksa KPK, Rudi akhirnya ditetapkan sebagai tersangka pada Rabu 14 Agustus 2014. Tanpa menunggu lama, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono langsung mencopot sementara Rudi dari jabatannya, dengan mengeluarkan Keputusan Presiden (Kepres) No 93 Tahun 2013. Tugas Rudi kemudian diserahkan ke Wakil Kepala SKK Migas Johannes Wijanarko. (Ndw)
"Dengan sistem ini terbuka peluang mark up, suap menyuap yang merugikan negara karena cost recovery yang harus dibayarkan negara semakin tinggi," tutur Kurtubi saat berbincang dengan Liputan6.com, Kamis (15/8/2013).
Kurtubi menjelaskan suap yang diberikan kepada Rudi mungkin terjadi karena mantan bos SKK Migas itu berwenang untuk menggolkan proyek-proyek yang bakal digarap perusahaan migas.
"Rudi yang berwenang untuk meloloskan proyek migas baik dari sisi nilai maupun timing-nya," jelas dia.
Kurtubi juga menyoroti soal aksi Rudi yang paling gencar berbicara soal perpanjangan kontrak perusahaan minyak Prancis PT Total Indonesie di Blok Mahakam.
"Padahal Pertamina sangat ingin masuk ke Blok Mahakam. Nilai proyek itu ratusan triliun rupiah," terang dia.
Untuk itu, Kurtubi mengusulkan agar pemerintah membubarkan SKK Migas melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu). Dia berpendapat peranan SKK Migas saat ini sama saja dengan BP Migas yang sebelumnya telah dibubarkan Mahkamah Konstitusi pada 13 November lalu.
"BP Migas sudah bubar, eh pemerintah bikin persis lembaga kaya BP Migas yaitu SKK Migas.Untuk itu, lembaga ini juga harus dibubarkan," tegas Kurtubi.
Sekadar informasi, Rudi ditangkap bersama Deviardi di kediamannya yang terletak di Jalan Brawijaya, Jakarta Selatan pada Selasa 13 Agustus pukul 22.30 WIB. Selain itu, KPK juga menangkap Simon dari apartemennya. Dari tangan Rudi, penyidik mengamankan uang tunai sebesar US$ 400 ribu.
Selain itu, penyidik juga turut mengamankan sebuah motor BMW dari tangan Rudi yang diduga juga merupakan pemberian dari Simon. Tak hanya itu, KPK juga menyita US$ 90 ribu dan 127 ribu dolar Singapura yang ditemukan di rumah Rudi, serta US$ 200 ribu yang ditemukan di rumah Ardi.
Setelah diperiksa KPK, Rudi akhirnya ditetapkan sebagai tersangka pada Rabu 14 Agustus 2014. Tanpa menunggu lama, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono langsung mencopot sementara Rudi dari jabatannya, dengan mengeluarkan Keputusan Presiden (Kepres) No 93 Tahun 2013. Tugas Rudi kemudian diserahkan ke Wakil Kepala SKK Migas Johannes Wijanarko. (Ndw)