Bank Indonesia (BI) berniat memangkas batas atas Giro Wajib Minimum-Loan to Deposit Ratio (GWM-LDR) dari 100% menjadi 92%. Kebijakan monoter ini bertujuan untuk memperkuat penyaluran kredit serta penghimpunan dana yang prudent.
GWM-LDR adalah simpanan minimum yang wajib dipelihara oleh bank dalam bentuk saldo rekening giro pada BI. "Range GWM-LDR sebelumnya kan 78%-100%. Tapi nanti akan diturunkan menjadi 78%-92%," ujar Direktur Departemen Komunikasi BI Peter Jacobs di Jakarta, Kamis (15/8/2013).
Alasannya, kata dia, BI melihat sejumlah bank dan sektor-sektor tertentu yang mengalami pertumbuhan kredit terlampau tinggi supaya pemberian kredit jauh lebih prudent.
"Pertumbuhan kredit di beberapa bank dan sektor tertentu terlalu tinggi sehingga harus ada upaya penurunan GWM-LDR untuk memperkua penyaluran kredit dan perhimpunan dana yang lebih prudent," jelasnya.
Meski enggan membeberkan identitas bank dan sektor yang mengalami pertumbuhan kredit tinggi, Peter melanjutkan, pemangkasan GWM-LDR terkait dengan neraca pembayaran Indonesia (NPI).
"Kami berupaya untuk mengurangi kredit-kredit di sektor yang punya kandungan impor (konten) tinggi. Saya tidak bisa memberikan informasi menyangkut sektor dan bank-bank tertentu itu," tukas dia.
NPI pada kuartal II 2013 mengalami defisit lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya. Perbaikan ini ditopang surplus cukup signifikan pada Transaksi Modal dan Finansial (TMF), seperti peningkatan aliran modal masuk langsung (FDI) dan penerbitan obligasi valas pemerintah.
Di tengah perlambatan kredit perbankan, sambung Peter, ketahanan industri perbankan tetap solid tercermin dari rasio kecukupan modal (CAR) yang masih tinggi sebesar 18% dan berada jauh di atas ketentuan minimum 8%. Rasio kredit bermasalah (NPL) gross juga masih rendah 1,9% pada Juni 2013.
"Kondisi likuiditas perbankan secara keseluruhan masih terjaga, meski LDR relatif tinggi yakni 87,2% pada Juni 2013. Kredit melambat dari 21% pada Mei 2013 menjadi 20,6% di Juni ini atau sejalan dengan melemahnya pertumbuhan ekonomi," tuturnya.
BI, dia menilai, terus mencermati pertumbuhan kredit yang cukup tinggi di beberapa bank dan sejumlah sektor ekonomi, termasuk yang mempunyai kandungan impor tinggi. Pasalnya dikhawatirkan dapat menganggu kinerja industri perbankan dan stabilitas sistem keuangan. (Fik/Nur)
GWM-LDR adalah simpanan minimum yang wajib dipelihara oleh bank dalam bentuk saldo rekening giro pada BI. "Range GWM-LDR sebelumnya kan 78%-100%. Tapi nanti akan diturunkan menjadi 78%-92%," ujar Direktur Departemen Komunikasi BI Peter Jacobs di Jakarta, Kamis (15/8/2013).
Alasannya, kata dia, BI melihat sejumlah bank dan sektor-sektor tertentu yang mengalami pertumbuhan kredit terlampau tinggi supaya pemberian kredit jauh lebih prudent.
"Pertumbuhan kredit di beberapa bank dan sektor tertentu terlalu tinggi sehingga harus ada upaya penurunan GWM-LDR untuk memperkua penyaluran kredit dan perhimpunan dana yang lebih prudent," jelasnya.
Meski enggan membeberkan identitas bank dan sektor yang mengalami pertumbuhan kredit tinggi, Peter melanjutkan, pemangkasan GWM-LDR terkait dengan neraca pembayaran Indonesia (NPI).
"Kami berupaya untuk mengurangi kredit-kredit di sektor yang punya kandungan impor (konten) tinggi. Saya tidak bisa memberikan informasi menyangkut sektor dan bank-bank tertentu itu," tukas dia.
NPI pada kuartal II 2013 mengalami defisit lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya. Perbaikan ini ditopang surplus cukup signifikan pada Transaksi Modal dan Finansial (TMF), seperti peningkatan aliran modal masuk langsung (FDI) dan penerbitan obligasi valas pemerintah.
Di tengah perlambatan kredit perbankan, sambung Peter, ketahanan industri perbankan tetap solid tercermin dari rasio kecukupan modal (CAR) yang masih tinggi sebesar 18% dan berada jauh di atas ketentuan minimum 8%. Rasio kredit bermasalah (NPL) gross juga masih rendah 1,9% pada Juni 2013.
"Kondisi likuiditas perbankan secara keseluruhan masih terjaga, meski LDR relatif tinggi yakni 87,2% pada Juni 2013. Kredit melambat dari 21% pada Mei 2013 menjadi 20,6% di Juni ini atau sejalan dengan melemahnya pertumbuhan ekonomi," tuturnya.
BI, dia menilai, terus mencermati pertumbuhan kredit yang cukup tinggi di beberapa bank dan sejumlah sektor ekonomi, termasuk yang mempunyai kandungan impor tinggi. Pasalnya dikhawatirkan dapat menganggu kinerja industri perbankan dan stabilitas sistem keuangan. (Fik/Nur)