Pemerintah mengalokasikan dana subsidi sebesar Rp 336,2 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2014, atau turun sekitar 3,4% dari alokasi tahun ini.
Hal ini disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam penyampaian Nota Keuangan 2014 dan RAPBN 2014 di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (16/8/2013).
"Anggaran sebesar itu kita alokasikan untuk subsidi energi dan non-energi, yang mencakup berbagai subsidi pangan, pupuk dan benih," ungkap SBY tanpa merinci besaran subsidi untuk masing-masing sektor.
Ditemui secara terpisah, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa menyebut anggaran subsidi BBM pada tahun depan kurang dari Rp 200 triliun. Dana itu lebih rendah dari anggaran infrastruktur yang ditetapkan Rp 208 triliun.
Menurut Hatta, anggaran Rp 208 triliun itu hanya untuk pemerintah pusat saja, belum termasuk belanja infrastruktur daerah. Sehingga porsi anggaran ini lebih besar dari anggaran subsidi.
"Anggaran infrastruktur tahun depan lebih ekspansif dibanding 2013. Itulah hikmah dari penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) kemarin. Jadi ada ruang fiskal yang cukup untuk ekspansi di infrastruktur," kata dia.
Pemerintah, menurut Kepala Bappenas Armida Alisjahbana, mempunyai ruang fiskal dari kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp 18,4 triliun, di mana sekitar Rp 11 triliun dialokasikan untuk belanja infrastruktur. Itu belum termasuk dana transfer daerah sebesar Rp 3,5 triliun.
"Dana itu digunakan untuk infrastruktur dasar, air bersih, pedesaan, dan program perlindungan sosial trmasuk BPJS. Juga untuk transportasi umum agar bisa menekan inflasi dari komoditas harga, sebab kelancaran arus barang terkait dengan transportasi," ucapnya.
Sementara itu, sambung Hatta, anggaran subsidi tahun depan sekitar kurang dari Rp 200 triliun untuk BBM. "Kan volume BBM 2014 sebesar 50 juta kiloliter, lalu dikalikan harga minyak mentah Indonesia," terang dia.
Harga minyak mentah dalam RAPBN 2014 ditargetkan US$ 100- US$ 115 per barel.
"Kalau melihat dari subsidi secara keseluruhan energi dan non energi itu relatif masih cukup tinggi karena beban subsdi energi masih tetap tinggi. Kami inginnya proporsional, di mana bisa dikurangi dan dialihkan kepada belanja yang produktif," jelas dia. (Fik/Ndw)
Hal ini disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam penyampaian Nota Keuangan 2014 dan RAPBN 2014 di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (16/8/2013).
"Anggaran sebesar itu kita alokasikan untuk subsidi energi dan non-energi, yang mencakup berbagai subsidi pangan, pupuk dan benih," ungkap SBY tanpa merinci besaran subsidi untuk masing-masing sektor.
Ditemui secara terpisah, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa menyebut anggaran subsidi BBM pada tahun depan kurang dari Rp 200 triliun. Dana itu lebih rendah dari anggaran infrastruktur yang ditetapkan Rp 208 triliun.
Menurut Hatta, anggaran Rp 208 triliun itu hanya untuk pemerintah pusat saja, belum termasuk belanja infrastruktur daerah. Sehingga porsi anggaran ini lebih besar dari anggaran subsidi.
"Anggaran infrastruktur tahun depan lebih ekspansif dibanding 2013. Itulah hikmah dari penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) kemarin. Jadi ada ruang fiskal yang cukup untuk ekspansi di infrastruktur," kata dia.
Pemerintah, menurut Kepala Bappenas Armida Alisjahbana, mempunyai ruang fiskal dari kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp 18,4 triliun, di mana sekitar Rp 11 triliun dialokasikan untuk belanja infrastruktur. Itu belum termasuk dana transfer daerah sebesar Rp 3,5 triliun.
"Dana itu digunakan untuk infrastruktur dasar, air bersih, pedesaan, dan program perlindungan sosial trmasuk BPJS. Juga untuk transportasi umum agar bisa menekan inflasi dari komoditas harga, sebab kelancaran arus barang terkait dengan transportasi," ucapnya.
Sementara itu, sambung Hatta, anggaran subsidi tahun depan sekitar kurang dari Rp 200 triliun untuk BBM. "Kan volume BBM 2014 sebesar 50 juta kiloliter, lalu dikalikan harga minyak mentah Indonesia," terang dia.
Harga minyak mentah dalam RAPBN 2014 ditargetkan US$ 100- US$ 115 per barel.
"Kalau melihat dari subsidi secara keseluruhan energi dan non energi itu relatif masih cukup tinggi karena beban subsdi energi masih tetap tinggi. Kami inginnya proporsional, di mana bisa dikurangi dan dialihkan kepada belanja yang produktif," jelas dia. (Fik/Ndw)