Industri pelumas menjadi salah satu industri strategis yang mengalami pertumbuhan cukup pesat, dimana permintaan akan produk pelumas meningkat setiap tahunnya.
Kondisi ini dinilai didorong dengan semakin meningkatnya jumlah kendaraan bermotor yang banyak memerlukan produk ini serta perkembangan sektor industri yang meliputi produksi dan konstruksi.
Namun, sejalan dengan itu, industri pelumas di Indonesia masih menghadapi tantangan terkait bahan baku dan bahan adiktif yang sebagian besar masih diimpor.
"Hal ini menjadikan industri pelumas di Indonesia masih sebatas formulasi dan pencampuran atau compounding sehingga belum terintegrasi antara upstream (industri hulu) dengan downstream (hilir)," ujar Menteri Perindustrian MS Hidayat di Jakarta Pusat, Selasa (20/8/2013).
Oleh sebab itu, menurut Hidayat, sangat diperlukan untuk menjaga rantai pasok bahan bakar sehingga menghasilkan pelumas yang terintegrasi dengan minyak dan minyak dasar pelumas (lube base oil).
"Tantangan ini perlu dijawab investor untuk berinvestasi dengan membuka atau ekspansi pabrik demi memenuhi kebutuhan dalam negeri dan ekspor," jelasnya.
Selain itu, lanjut Hidayat, industri pelumas juga menghadapi tantangan dalam hal pengolahan limbah karena manghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun.
"Namun kita terus melakukan pengembangan teknologi agar konsumsi energi bisa menurun serta dapat menghasilkan produk yang inovatif," tutur dia.
Berdasarkan data dari Kemenperin, saat ini ada lebih dari 200 produsen pelumas di Indonesia yang tersebar di berbagai wilayah terutama di Pulau Jawa dengan kapasitas produksi terpasang mencapai 700 ribu kiloliter per tahun dan omset yang diperkirakan mencapai lebih dari Rp 7 triliun.
"Potensi ini dapat mendorong ekspor pelumas ke negara-negara ASEAN, Jepang, China, Kore Selatan, Timur Tengah, maupun Uni Eropa," tandas dia. (Dny/Nur)
Kondisi ini dinilai didorong dengan semakin meningkatnya jumlah kendaraan bermotor yang banyak memerlukan produk ini serta perkembangan sektor industri yang meliputi produksi dan konstruksi.
Namun, sejalan dengan itu, industri pelumas di Indonesia masih menghadapi tantangan terkait bahan baku dan bahan adiktif yang sebagian besar masih diimpor.
"Hal ini menjadikan industri pelumas di Indonesia masih sebatas formulasi dan pencampuran atau compounding sehingga belum terintegrasi antara upstream (industri hulu) dengan downstream (hilir)," ujar Menteri Perindustrian MS Hidayat di Jakarta Pusat, Selasa (20/8/2013).
Oleh sebab itu, menurut Hidayat, sangat diperlukan untuk menjaga rantai pasok bahan bakar sehingga menghasilkan pelumas yang terintegrasi dengan minyak dan minyak dasar pelumas (lube base oil).
"Tantangan ini perlu dijawab investor untuk berinvestasi dengan membuka atau ekspansi pabrik demi memenuhi kebutuhan dalam negeri dan ekspor," jelasnya.
Selain itu, lanjut Hidayat, industri pelumas juga menghadapi tantangan dalam hal pengolahan limbah karena manghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun.
"Namun kita terus melakukan pengembangan teknologi agar konsumsi energi bisa menurun serta dapat menghasilkan produk yang inovatif," tutur dia.
Berdasarkan data dari Kemenperin, saat ini ada lebih dari 200 produsen pelumas di Indonesia yang tersebar di berbagai wilayah terutama di Pulau Jawa dengan kapasitas produksi terpasang mencapai 700 ribu kiloliter per tahun dan omset yang diperkirakan mencapai lebih dari Rp 7 triliun.
"Potensi ini dapat mendorong ekspor pelumas ke negara-negara ASEAN, Jepang, China, Kore Selatan, Timur Tengah, maupun Uni Eropa," tandas dia. (Dny/Nur)