Sukses

Ekonomi Negara Berkembang Tersandera Kebijakan AS

Kebijakan pengurangan likuiditas alias Quantitative Easing AS masih terus membayangi pergerakan pasar keuangan di beberapa negara.

Sentimen global, yakni rencana mempercepat kebijakan pengurangan likuiditas alias Quantitative Easing (QE) Amerika Serikat (AS) masih terus membayangi pergerakan pasar keuangan di beberapa negara. Kondisi tersebut seperti menyandera perekonomian negara-negara berkembang (emerging market).

Pelaksana tugas (Plt) Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Bambang Brodjonegoro mengatakan, negara-negara berkembang pada dasarnya keberatan dengan rencana The Fed untuk merealisasikan scale back QE.

"Ini bukan hanya terjadi di Indonesia, tapi juga India. Saya rasa sudah cukup kami bicara di forum G20 untuk mewakili emerging market yang keberatan dengan cara AS yang 'menyandera' ekonomi negara berkembang," terang dia di Jakarta, Selasa (20/8/2013) malam.

Sebenarnya, Bambang menilai, perekonomian di negara-negara berkembang tengah bertumbuh. Bahkan negara tersebut ingin membantu ekonomi AS kembali membaaik serta mendorong pemulihan ekonomi secara global yang saat ini sedang melambat.

"Tapi kami tidak mau perbaikan AS ada tambahan biaya ke negara-negara berkembang. Karena kondisi tersebut sangat tidak pas dengan pernyataan (The Fed) sehingga semua menjadi nervous," katanya.

Paling penting, menurut dia, harus ada klarifikasi yang jelas mengenai kapan AS akan mengakhiri kebijakan tersebut supaya tidak menimbulkan ketidakpastian.

"Apakah akan berakhir kalau kondisi ekonominya sudah membaik atau bagaimana. Kalau ekonomi AS membaik harus ada positinya buat Indonesia, jangan sampai belum dapat manfaat tapi sudah ditutup dan hanya mendapatkan imbas negatif dari proses penghentian QE," papar Bambang. (Fik/Nur)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.