Sukses

Cadangan Minyak Menipis, Mau Tak Mau RI Pakai Energi Alternatif

Tingginya ketergantungan masyarakat Indonesia harus dikurangi. Pasalnya, cadangan minyak Indonesia terus menipis.

Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Susilo Siswoutomo menghimbau agar masyarakat mau menggunakan energi alternatif dan mengurangi penggunaan minyak. Pasalnya, cadangan minyak Indonesia semakin menipis.

Dengan pertumbuhan ekonomi di atas 6% dan pertumbuhan jumlah penduduk 1,1%, kebutuhan energi tumbuh pertahun sekitar 8%. Sementara dalam penyediaan energi, pemerintah akan menggunakan  sumber yang ada.

"Migas, batu bara, air, angin, biomassa, sampah, dan banyak lagi. Masing-masing sumber energi itu kita manfaatkan sebesar-besarnya," kata Susilo dalam acara EBTKE Conex, di Jakarta Convention Center (JCC) Rabu (21/08/2013).

Susilo menyatakan, di tengah meningkatnya kebutuhan energi negeri ini akan hadapi berbagai tantangan. salah satunya yaitu ketergantungan masyrakat Indonesia terhadap minyak sebagai sumber energi.

Padahal produksi minyak di Indonesia semakin lama semakin turun, karena masih minimnya penemuan cadangan minyak. Sehingga mau tidak mau masyarakat Indonesia harus menggunakan energi alternatif.

"Akibatnya suka atau tidak suka harus mengurangi ketergantungan tehadap bahan bakar minyak minyak," terang dia.

Dia menerangkan, Indonesia membutuhkan bahan bakar minyak (BBM) sebesar 1,4 juta barel per hari (bph). Sementara dari produksi minyak nasional sekitar 840 ribu bph, hanya 560 ribu bph yang bisa diolah.

"Kapasitas kilang 1 juta bph, sekitar 350 ribu barel kita impor sehingga US$ 35 juta per hari dikeluarkan," jelasnya.

Susilo mencontohkan, salah satu memanfaatan energi alternatif bisa dilakukan pada pembangkit listrik yang biasanya mengkonsumsi BBM paling banyak. Menurut dia, jika semua pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) di Indonesia menggunakan energi alternatif maka banyak uang negara yang bisa dihemat.

"Di daerah terpencil tadi diganti dengan solar surya, mini mikro hydro dan biodiesel, sehingga kita memproduksi 100 ribu-200 ribu bph. Kalau sampai terwujud itu akan menghemat berpuluh triliun untuk negara," pungkasnya. (Pew/Ndw)