Pemerintah telah mengumumkan empat paket kebijakan ekonomi makro untuk mengantisipasi gejolak pasar keuangan di Indonesia. Apa sebenarnya alasan pemerintah mengeluarkan kebijakan tersebut?
Menteri Keuangan Chatib Basri mengungkapkan, ada dua alasan dibalik paket kebijakan ekonomi lantaran guncangan perekonomian dunia yang membuat kondisi negara berkembang cukup memprihatinkan.
"Pertama, karena faktor eksternal di mana melalui meeting FOMC menunjukkan indikator penghentian stimulus atau Quantitative Easing (QE) akan dimulai. Walaupun begitu, kami tidak ingin menyalahi kondisi global," terang dia saat ditemui di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (23/8/2013).
Chatib mengatakan, kebijakan AS tersebut membuat negara-negara berkembang di kawasan regional terkena imbas sehingga nilai tukar mata uangdan pasar modal di beberapa negara jatuh cukup dalam.
"Faktor eskternal memang tidak bisa ditiadakan. Itu di luar kontrol kami. Namun ternyata, ada kekhawatiran pasar dari sisi faktor internal sebagai penyebab kedua, yaitu defisit transaksi berjalan yang sudah mencapai US$ 9,8 miliar atau 4,4% terhadap PDB," ujar dia.
Melihat lebih dalam fiskal Indonesia, dia mengatakan, capital account mengalami surplus US$ 8 miliar sehingga terjadi defisit sebesar US$ 1,8 miliar.
"Tapi secara finansial, defisit anggaran yang ditargetkan 2,38% tahun ini masih sangat aman. Apalagi BI memprediksi defisit transaksi berjalan akan menyempit menjadi 2,7% dari PDB," tuturnya.
Di samping itu, pemerintah juga akan berupaya menjaga pertumbuhan ekonomi sampai dengan akhir tahun supaya bisa tetap berada di level 6%.
"Target APBN-P 2013 sebesar 6,3%, tapi semester I ini saja 5,9%. Jangan sampai makin lama makin rendah supaya efeknya tidak terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)," pungkas dia. (Fik/Ndw)
Menteri Keuangan Chatib Basri mengungkapkan, ada dua alasan dibalik paket kebijakan ekonomi lantaran guncangan perekonomian dunia yang membuat kondisi negara berkembang cukup memprihatinkan.
"Pertama, karena faktor eksternal di mana melalui meeting FOMC menunjukkan indikator penghentian stimulus atau Quantitative Easing (QE) akan dimulai. Walaupun begitu, kami tidak ingin menyalahi kondisi global," terang dia saat ditemui di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (23/8/2013).
Chatib mengatakan, kebijakan AS tersebut membuat negara-negara berkembang di kawasan regional terkena imbas sehingga nilai tukar mata uangdan pasar modal di beberapa negara jatuh cukup dalam.
"Faktor eskternal memang tidak bisa ditiadakan. Itu di luar kontrol kami. Namun ternyata, ada kekhawatiran pasar dari sisi faktor internal sebagai penyebab kedua, yaitu defisit transaksi berjalan yang sudah mencapai US$ 9,8 miliar atau 4,4% terhadap PDB," ujar dia.
Melihat lebih dalam fiskal Indonesia, dia mengatakan, capital account mengalami surplus US$ 8 miliar sehingga terjadi defisit sebesar US$ 1,8 miliar.
"Tapi secara finansial, defisit anggaran yang ditargetkan 2,38% tahun ini masih sangat aman. Apalagi BI memprediksi defisit transaksi berjalan akan menyempit menjadi 2,7% dari PDB," tuturnya.
Di samping itu, pemerintah juga akan berupaya menjaga pertumbuhan ekonomi sampai dengan akhir tahun supaya bisa tetap berada di level 6%.
"Target APBN-P 2013 sebesar 6,3%, tapi semester I ini saja 5,9%. Jangan sampai makin lama makin rendah supaya efeknya tidak terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)," pungkas dia. (Fik/Ndw)