Bank Indonesia (BI) mengakui di saat mata uang rupiah menyentuh level Rp 11.000 per dolar Amerika Serikat (AS) menyebabkan jumlah utang swasta, BI dan pemerintah sudah mencapai Rp US$ 250 miliar atau setara Rp 2.760 triliun.
Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, adapun rasio utang terhadap product domestic bruto (PDB) sudah mencapai 41%, jika sebelumnya hanya mencapai 30%.
"Pelemahan rupiah terhadap dolar AS sangat mengganggu utang swasta. Sehingga utang swasta makin menggunung, bayangkan saja utang swasta sendiri mencapai US$ 133 miliar, sedangkan keseluruhan utang Indonesia mencapai US$ 250 miliar," ujar Agus di Gedung BI, Jakarta, Jumat (23/8/2013).
Menurut dia, dengan kenaikan utang Indonesia, pihaknya menghimbau perbankan di Indonesia agar lebih berhati-hati dalam mengelola utang luar negeri swasta.
"Kalau kondisi saat ini sangat berbeda sekali dengan keadaan krisis moneter di tahun 1998. Karena disaat krisis moneter waktu itu, utang luar negerinya kita tidak mengetahuinya secara jelas," ungkap dia.
Selain itu, Agus menjelaskan, BI akan terus menjaga nilai tukar rupiah dengan baik, dengan cara menjaga angka inflasi.
BI juga akan mengeluarkan berbagai kebijakan makro sehingga nilai tukar rupiah bisa dijaga dengan baik sampai akhir tahun.
"Kita akan jaga semua kebijakan, baik instrumen makro maupun finansialnya. Kami akan terus menjaga nilai tukar rupiah, sehingga tidak akan terus mengalami pelemahan terhadap mata uang dolar AS," tegas dia. (Dis/Nur)
Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, adapun rasio utang terhadap product domestic bruto (PDB) sudah mencapai 41%, jika sebelumnya hanya mencapai 30%.
"Pelemahan rupiah terhadap dolar AS sangat mengganggu utang swasta. Sehingga utang swasta makin menggunung, bayangkan saja utang swasta sendiri mencapai US$ 133 miliar, sedangkan keseluruhan utang Indonesia mencapai US$ 250 miliar," ujar Agus di Gedung BI, Jakarta, Jumat (23/8/2013).
Menurut dia, dengan kenaikan utang Indonesia, pihaknya menghimbau perbankan di Indonesia agar lebih berhati-hati dalam mengelola utang luar negeri swasta.
"Kalau kondisi saat ini sangat berbeda sekali dengan keadaan krisis moneter di tahun 1998. Karena disaat krisis moneter waktu itu, utang luar negerinya kita tidak mengetahuinya secara jelas," ungkap dia.
Selain itu, Agus menjelaskan, BI akan terus menjaga nilai tukar rupiah dengan baik, dengan cara menjaga angka inflasi.
BI juga akan mengeluarkan berbagai kebijakan makro sehingga nilai tukar rupiah bisa dijaga dengan baik sampai akhir tahun.
"Kita akan jaga semua kebijakan, baik instrumen makro maupun finansialnya. Kami akan terus menjaga nilai tukar rupiah, sehingga tidak akan terus mengalami pelemahan terhadap mata uang dolar AS," tegas dia. (Dis/Nur)