Sukses

Dana Penyelematan Ekonomi Indonesia Masih Kecil

Ekonom mengkritisi anggaran realisasi paket kebijakan ekonomi makro pemerintah hanya sebesar Rp 3 triliun

Dalam empat paket kebijakan ekonomi makro, pemerintah 'mengobral' pemberian paket insentif berupa pemangkasan maupun penghapusan pajak bagi industri dan lainnya. Namun Ekonom mengkritisi anggaran realisasi paket kebijakan ekonomi makro pemerintah hanya sebesar Rp 3 triliun.

Pemerintah sebelumnya mengumumkan tujuh insentif yang bertujuan menjaga pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat, antara lain, tax deduction pada industri padat karya, relaksasi fasilitas kawasan berikat, penghapusan PPN Buku, penghapusan PPN dasar yang sudah tak tergolong barang mewah.

Kebijakan lain, pentingnya menjaga menjaga UMP untuk mencegah terjadi PHK dengan skema kenaikan UMP yang mengacu pada KHL produktifitas dan pertumbuhan ekonomi. Dengan membedakan kenaikan upah minimum industri, UMK, industri padat karya, dan industri padat modal.

Insentif dalam jangka menengah addition deduction untuk Litbang serta mengoptimalkan penggunaan tax allowance untuk insentif investasi.

Ekonom Asia Pacific Economic & Market Analysis Citi Reasearch, Helmi Arman mengatakan, dampak insentif dan pemotongan pajak merupakan langkah-langkah ke arah yang benar. "Tapi manfaatnya untuk ekspor dan aliran investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI) akan terlihat nanti karena termasuk upaya jangka panjang," jelas dia dalam keterangan resminya di Jakarta, seperti ditulis Senin (26/8/2013).

Helmi mengkritisi pernyataan Menteri Keuangan yang menyebut anggaran pemerintah untuk merealisasikan seluruh kebijakan tersebut senilai Rp 3 triliun.

"Anggaran itu tidak signifikan bila dibandingkan dengan potensi ekonomi Indonesia yang bisa mencapai Rp 9.400 triliun," tegasnya.

Sementara itu, dia menambahkan, penggandaan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) dari 75% menjadi 125% sampai 150% bagi mobil-mobil mahal hanya akan memiliki dampak minimal.

"Kami menghitung berdasar data Badan Pusat Statistik (BSP) pada tahun lalu, mobil dengan kapasitas lebih dari 2.500 cc (completely built up/CBU) masih diimpor senilai US$ 229 juta. Angka itu hanya 2% dari impor kendaraan HS-87," tandas Helmi. (Fik/Shd)

Video Terkini